File 1.4.8 - Moments Win or Lose

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pak Lunduls rela mengorbankan reputasinya menjadi kandidat gubernur terbaik demi menyelamatkan Dextra. Aku yakin beliau sudah berubah!"

"Aku setuju dengan Kapela, Buk Aiden. Tidak ada alasan Pak Lunduls membohongi kita. Beliau serius."

Pagi-pagi buta, 'klub detektif Madoka' berdiskusi bagaimana menanggapi sikap Lunduls yang terlihat manipulatif. Aiden merasa bahwa Lunduls bersungguh-sungguh mau bertanggung jawab atas hilangnya Dextra, namun di sisi lain Aiden berpikir Lunduls tengah pencitraan untuk menunjukkan kebaikannya agar mereka mau membela bekas kejahatannya.

Tengah malam tadi, Aiden terbangun. Dia mendengar percakapan Lunduls dan Jareth. Isi obrolan itu singkat berupa: 'kita harus menemukan anak ini bagaimanapun caranya. Aku tidak mau ada yang hilang lagi di pulau ini sama halnya dengan Ottalisa'. Begitulah.

Apa maksudnya, ya? Ditilik dari kalimat Lunduls terdengar seperti Ottalisa menghilang di pulau pribadi itu.

"Sebentar, Aiden, jangan asal menyimpulkan. Boleh jadi bukan seperti itu ceritanya." Hellen menggeleng tegas saat Aiden menyampaikan argumennya. "Kami sendiri bilang supaya percaya dengan klien kita. Jangan sampai kita salah langkah dan berakhir kalah."

"Lalu kita harus apa? Siapa yang salah sebenarnya? Jareth? Dia bahkan tidak tidur semalaman mencari Dextra! Atau ada hantu di pulau ini, mendorong Dextra ke laut?" sarkas gadis itu. Dia sedikit emosional. "Seharusnya aku tidak membawanya kemari. Ini salahku."

"Menyalahkan diri sendiri juga tidak ada untungnya. Kita harus positif, Aiden."

Sementara itu King, dia menyimak dengan baik percakapan Aiden dan Hellen, bergumam, "Ottalisa menghilang di pulau ini juga? Aku tidak yakin ini kebetulan." Hellen ada benarnya. Mungkin Ottalisa menghilang sebelum tiba di daratan.

Tunggu. Di pesan yang Ottalisa kirim di email mengatakan ingin bertemu berdua di pulau Lunduls. Bukankah artinya dia naik kapal ke sana? Jangan-jangan ada yang membajak kapal tunggangannya? Tidak mungkin. Lunduls pasti menyuruh Jareth untuk menjemputnya.

Ck. Masalah sebenarnya ada pada Jareth. Dia individu pro atau kontra sih? Jareth meresahkan. Dasar sus.

Jam pun bergulir cepat. Tahu-tahu sudah berputar ke angka tujuh. Sudah 24 jam penuh Dextra menghilang. Kabar buruknya tubuh Dextra terbawa air laut. Jangan sampai itu terjadi.

"Apa Buk Aiden tadi mengontak Petugas Polly dan Marc?" King bertanya basa-basi, mengisi waktu.

Aiden menggeleng, menunjuk Hellen. Dia melarang Gadis Penata Rambut itu menghubungi mereka berdua.

"Kenapa begitu, Buk Hellen?"

Hellen ikut menggeleng. Antara malas atau tidak mau memberitahu alasannya.

"Ini gawat, Pak!" Seruan panik Jareth membuat mereka bersitoleh. Dia tergopoh-gopoh memasuki ruang tamu.

"Ada apa, Jareth?"

"Lebih baik Anda melihatnya sendiri."

Aiden dan Hellen saling tatap, mau tak mau mengangkat bokong, berjalan keluar dari wastu Lunduls. Menyusul King serta Kapela yang menguap ngantuk.

-

Coba tebak siapa tamu tak diundang itu. Adalah Darasas beserta Jaksa Ditto, antek-anteknya. Mereka datang menaiki helikopter berlogo kejaksaan bersama reporter. Ada satu kapal milik kepolisian dan kapal penyelamat.

Lunduls menggeram di tempat. Darasas brengsek! Bagaimana dia tahu?! Dia pasti sengaja membawa reporter dan Ditto untuk menghancurkan Lunduls hari ini juga. Dasar bedebah licik...!

Duh, keparat-keparat berdasi itu. Kok mereka bisa tahu ya? Pasti ada informan bersembunyi di pulau. King menyeringai kecil. Jadi begini cara dunia orang dewasa bekerja? Menarik.

Baling-baling helikopter berhenti berputar, parkir di landasannya. Bagian perkapalan juga sampai di daratan, parkir di pelabuhan. Untungnya reporter yang dibawa tidak mencapai puluhan. Cuman, etto, sekitar 15-an?

"Bisakah kalian mematikan kameranya? Seorang siswa sedang menghilang. Aku rasa itu tidak sopan," tegur Lunduls.

"Tidak bisa begitu dong, Lunduls. Mereka semua di bawah perintahku. Apa kamu takut? Lagi pula kejahatanmu akan segera terbuka ke dunia."

Lunduls mengepalkan tangan. "Apa nyawa seseorang hanya bahan berita untukmu, Dara? Di mana nuranimu?"

"Hohoho, jangan membicarakan nurani denganku, Lunduls. Harusnya itu pertanyaanku. Di mana nuranimu tega membunuh wanita tak bersalah?"

"Apa..." Lunduls terengah.

Wartawan segera memotong pergerakan Darasas. Flash kamera seketika menyilaukan mata, tak lupa pertanyaan yang menyudutkan Lunduls.

"Apa benar Anda tersangka dari menghilangnya Nona Ottalisa yang sempat booming beberapa waktu lalu?!"

"Kenapa Anda melibatkan klub detektif Madoka ke permainan politik?! Terlebih, salah satu teman mereka juga menghilang. Apakah dia berbahaya bagi Anda maka dari itu Anda mencoba menyingkirkannya? Anda tidak dewasa!"

"Mohon keterangannya! Ini siaran live!"

Dor! Tembakan tersebut menghentikan cipika-cipiki reporter, refleks terlonjak. Adalah Angra yang menembak.

"Matikan kamera kalian kalau tidak enyah dari sini. Atau mau aku hancurkan benda laknat itu?" tajamnya.

Mereka serempak menjaga jarak dari Lunduls, membiarkan Angra dan rekannya menginvestigasi. Tidak buruk juga mengundang polisi satu itu.

"Tuan Lunduls Mordaru, anda dicurigai sebagai komplotan atas menghilangnya Nona Sytrine Ottalisa dari partai XX. Mohon kerja samanya."

"Apa itu penting sekarang, Inspektur? Tolong cari saja siswa malang itu! Aku tidak peduli aku ditangkap atau apalah. Yang terpenting dia ditemukan."

Angra mengangguk pada kameradnya. Mereka mulai menyisiri pulau.

"Kamu pasrah, Lunduls? Astaga, sepertinya sia-sia aku datang kemari. Kupikir aku akan mendapat tontonan menarik, rupanya hanya penjabat yang menyerah akan hidupnya."

"Setidaknya aku berusaha menyelamatkan seseorang daripadamu yang bela-bela datang jauh hanya untuk menonton kejatuhanku, Ditto."

"Aku rasa itu bukan dari ketulusan hatimu, tapi rasa bersalahmu atas tragedi yang menimpa Nona Ottalisa."

"Terserah. Aku tidak tertarik dalam permainanmu, Ditto. Aku tidak seperti pengecut di sebelahmu."

Mereka tersenyum miring. Apa? Apa lagi yang mereka rencanakan? Dua orang busuk itu menunggu momentum.

"Inspektur." Ditto memanggil Angra. "Saya rasa kasus Nona Ottalisa sudah bukan kasus kehilangan, namun diduga pembunuhan. Dia terlalu lama menghilang. Tidakkah Anda merasa aneh? Maksud saya, jikapun dia diculik misalnya, harusnya ada tebusan."

"Benar, Tuan Inspektur. Anda pastilah melihat warna laut merah di pantai pada pulau ini. Apakah itu tidak mengusik pikiran Anda?"

Reporter kembali mengaktifkan kamera masing-masing, fokus merekam kejadian selagi Angra sibuk berpikir. Dia tak bisa mengabaikan fakta tentang Laut Berdarah apalagi semua tuntutan mengarah para Lunduls.

"Kita harus melakukan sesuatu." Masa King membiarkan klien mereka didesak.

"Aku tidak tahu harus apa. Lagi pula kita tak punya bukti kalau Pak Lunduls tidak bersalah. Pernyataan lisan takkan membantu beliau." Aiden menggeram. Dia juga mau menolong.

Ditto masih belum selesai. Dia menunjukkan sebuah data pada reporter yang memicu seruan histeris. Apa yang dia perlihatkan?

"APA INI BENAR, PAK LUNDULS? ANDA MENGONSUMSI NARKOBA?"

"DI SINI TERTULIS NAMA ANDA! TOLONG PENJELASANNYA!"

"Apa Anda kecanduan narkoba dan melecehkan Nona Styrine Ottalisa?!

Mereka menyerbu Lunduls yang mati kutu tak bisa membela diri. Klub detektif Madoka juga tak punya kemampuan menolong beliau. Andai satu bukti saja... Mereka butuh bukti legal!

"Saya mengakui saya telah menggunakan narkoba, namun saya bersumpah tak menyentuh Ottalisa!"

Reporter semakin heboh.

Aiden menghela napas pendek. King mengusap wajah. Kapela yang tidak mengerti, menatap keduanya bingung.

Dengan pengakuan Lunduls, tak pelak lagi klub detektif Madoka kalah. (*)




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro