File 1.7.8 - Strangeness of Lydia's Testimony

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Haruskah kita melakukan ini? Apa tidak ada cara lain selain menyamar? Kita bisa menyusup lewat pintu belakang atau di mana lah. Biar aku urus soal petugas keamanan. Kecil itu mah."

Jeremy lebih cerewet dari yang biasanya. Dia masih merasa tidak nyaman dengan misi menyelinap ini. Mereka sedang mengintai di balik dinding gang. Terhitung jari para orang dewasa berdatangan dan berhati-hati memasuki Bar Sarhana. Celinguk kanan-kiri (klub detektif segera mundur) lalu akhirnya masuk ke dalam.

"Maksudku, kita kan bisa menghadang Lydia sebelum dia datang ke sini. Kenapa kita harus repot-repot menyaru?" rengek Jeremy lagi.

"Aku khawatir akan ada gangguan yang tak berarti. Empat remaja menemui seorang wanita pada malam hari. Itu jelas bukan pertanda baik bagi Lydia. Dia akan semakin defensif setelah tahu kita adalah detektif. Bagaimana kalau dia berteriak dan menghebohkan satu desa?"

"Ya sudah. Tinggal pukul dan buat dia pingsan."

"Kali ini aku setuju dengan Aiden."

Watson menepuk dahi. Tidak semua hal harus diselesaikan dengan kekerasan. Kecuali jika orangnya keras kepala membuat tabung kesabaran habis. Baru lah tinju mendapat peran.

"Kalian bisa tinggal di sini jika enggan masuk. Biar aku saja yang menemui Lydia—"

"Tidak!" seru mereka berempat kompak.

"Kalian tidak mau aku pergi sendiri. Kalian juga ragu ikut masuk bersamaku. Maunya apa, sialan?"

"Baiklah, baiklah! Kami akan masuk!"

Mereka hompimpa (batu-gunting-kertas) siapa yang akan berbicara dengan kondektur. Yah, tentu saja Watson kalah. Sherlock Pemurung itu tak jago main suit. Mau tak mau Watson pun mengambil napas panjang, melangkah maju.

"Berapa umur kalian?" tanyanya menatap tajam, memperhatikan dari atas sampai bawah.

Watson menjawab 26, nada datar selalu.
Aiden serta Hellen sama-sama bilang 24 tahun.
Sementara Jeremy 30 dan Saho 29 tahun.

Untunglah beliau tidak curiga. Ini semua berkat penyamaran Aiden dan Hellen yang membuat lelaki bermata keranjang melotot mesum. Jeremy memelototi mereka semua. Apa lihat-lihat?

Duh, Watson menelan ludah. Tempat ini benar-benar tak cocok untuk mereka. Hanya diisi pria-wanita dewasa, bau alkohol dan asap rokok. Dan, astaga... Watson mendesah berat, menutup mata ketika melihat seorang wanita penghibur sedang melakukan pole dancing di tiang.

"Matamu jangan nakal!" Hellen menyikut Jeremy.

"Siapa yang nakal, heh? Aku sedang mencari Lydia. Padahal tempat ini kosong dan sepi tadi siang. Sekarang sudah seperti pesta syukuran."

Baiklah. Bagaimana cara menemukan Lydia dari hiruk-pikuk keramaian? Musik DJ yang tak jelas bikin jantung ikutan jedag-jedug. Lampu disko warna-warni yang bikin sakit mata. Atau bau miras dan godaan para lelaki bernafsu.

Saho berjalan mendahului Aiden, menarik pelan lengan rapuh Watson "Itu Lydia," katanya menunjuk ruangan khusus untuk para pelipur.

"Bagus. Ayo pergi." Watson memimpin jalan.

Tapi seorang pria mabuk menghambat langkah mereka. Ugh! Watson menahan napas. Bau alkohol sangat menyengat dari tubuh pria itu.

"Mau ke mana, cantik?" katanya menempel ke Aiden yang menggerutu. "Ayo kita ke hostel. Jangan khawatir. Aku akan membayar mahal--"

DUK! Watson dan Saho seketika meringis. Hellen sih refleks menutup mata Jeremy, tersenyum simpul. Aduh... Si Aiden itu benar-benar tak mau kontrol tenaga. Langsung menendang kemaluan.

"Don't touch me. You are not my type."

Itu pasti sakit... Watson sedikit jaga jarak kala Aiden mendekatinya yang cengar-cengir. Dia mendengarnya dengan jelas, suara 'duk' yang cukup kencang. Apa milik pria itu baik-baik saja?

Baiklah. Kembali ke topik utama.

Watson meminta Saho agar menunggu di luar, memantau para penjaga. Tugasnya memberi sinyal untuk Watson dan yang lain supaya mereka langsung menghentikan investigasi.

"Sudah kubilang tunggu sebentar lagi. Aku akan segera ke luar..." Kalimat Lydia berhenti karena yang mendatanginya bukanlah manajer melainkan orang lain. "Siapa kalian? Ini bukan tempat untuk para tamu masuk. Pergi sana."

"Kami ingin bicara berdua saja denganmu."

"Atas izin siapa... Hoo?" Sebuah senyuman terbit dari bibirnya yang dipolosi lipstik merah, menatap tertarik kepada Jeremy yang gugup. "Sepertinya aku bisa meluangkan waktu. Ikut aku. Kalian tak ingin didengarkan orang lain kan."

-

Mereka berada di bilik yang ada di dalam ruangan. Di sana ada beberapa kursi dan meja panjang serta kotak berisi pakaian seksi. Mungkin itu tempat penyimpanan mini, gudang kecil.

Lydia menyalakan rokok elektriknya. "Jadi, apa yang ingin kalian bicarakan denganku?"

"Anda dari Desa Arohara, bukan?"

"Yup. Itu rumahku." Kakinya bergerak turun.

"Lima hari lalu, seseorang dari desa itu memberi kami informasi anda telah merekam sebuah insiden di suatu rumah..." Watson menoleh ke Jeremy, menaikkan satu alis ke atas. Kenapa tubuhnya gemetar begitu? Apa karena AC-nya?

"Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan," sahutnya tergelak menertawakan pertanyaan Watson yang sama sekali tak ada lucunya.

Umumnya seorang pelacur tidak mau tahurusan seseorang. Mereka lebih peduli pada sosok yang memberi uang, ada segelintir yang tidak begitu. Dan Lydia termasuk. Watson berani bertaruh, ada penyebab mengapa Lydia merekam 'kejadian itu'. Tak mungkin hanya untuk memamerkan ke kawan-kawannya yang tidak ada keuntungan.

"Jeremy, kamu kenapa? Kedinginan?" tanya Aiden khawatir melihat wajah cowok itu merah.

"T-tidak. Aku baik-baik saja. Lanjutkan saja."

Perasaan baju pilihan Watson tak setipis itu deh sampai membuatnya menggigil kedinginan. Baiklah. Watson tak ada pilihan selain mendesak. Apa pun itu kenyamanan temannya nomor satu.

"Anda pastilah tahu tentang Qenea Mashoano. Dia terkenal di desa tempat anda tinggal."

"Tentu saja. Wanita menjijikkan yang selalu menyeret karung berlumuran darah di setiap malam. Membuat satu desa gelisah. Ketua Lurah terlalu lamban memberi keputusan. Wanita psiko itu benar-benar membuatku merasa takut."

Karungnya berdarah setiap malam? Watson menggelengkan kepala, membiarkan Hellen mencatat poin-poin penting yang Lydia sebutkan, kembali fokus bertanya. "Apa anda mencium aroma anyir dari karung-karung yang dia bawa?"

Asap membubung dari embusan napas Lydia. "Entahlah, aku tidak tahu. Karung-karung itu terlihat padat dan sesak. Bercak darah terletak di bagian atas goni. Mungkin saja wanita itu betulan membunuh seseorang dan menyimpan jasadnya di dalam karung bawaannya."

Aneh sekali. Karungnya berdarah, namun hanya bagian atas. Watson mengusap wajah, berpikir. Tidak mungkin kan Qenea memutilasi tubuh korban? Tunggu, bukan begitu. Astaga! Hampir saja Watson terlena. Dia tak bisa langsung menyimpulkan Qenea telah membunuh seseorang.

Jika benar, kenapa tak ada satu pun berita seseorang dari Desa Arohara menghilang? Belum ada kemungkinan Qenea melakukan pembunuhan.

"Kami ingin melihat video yang anda rekam," cetus Aiden tajam. Ini puncak percakapan.

Lydia tersenyum miring. "Aku menolaknya."

"Dengar, ini sangat penting untuk kami, Nona Lydia. Kami mengharapkan bantuan dan kerja sama anda. Nona mempunyai petunjuk yang sangat kami butuhkan. Kami takkan meminta filenya, kami hanya ingin menonton videonya."

"Maaf mengecewakan, aku tidak di posisi yang bisa memberikan bantuan." Lydia tersenyum.

Sejak tadi Hellen perhatikan, ada yang ganjil dengan Jeremy. Cowok itu sama sekali tidak menyimak percakapan. Tubuhnya masih gemetar, kepalanya tertoleh ke samping. Kenapa sih?

Hellen pun membungkuk ke bawah meja, terbelalak melihat kaki jenjang Lydia rupanya dari tadi nakal menjamah paha Jeremy.

Hellen tergelak pendek. Memang, apa yang mereka harapkan dari wanita penghibur?

BRAK! Tanpa terkawal, Hellen memukul meja membuat Lydia dan teman-temannya terlonjak kaget kemudian menarik pistol yang diam-diam dia sembunyikan di tas selempangnya.

"Hei! Hei! Hellen, apa yang kamu lakukan?!"

"Apa kamu masih belum sadar? Apa kamu pikir ini lelucon? Kami sedang memberimu kesempatan untuk hidup, jalang brengsek. Tapi kamu malah meremehkan kebaikan kami. Bosan hidup, sialan?"

"Stern! Watch your mouth!"

"Diam!" bentaknya membuat Watson mingkem.

"APA-APAAN INI?!" Lydia merangkak menjauh dari Hellen. "Siapa kalian sebenarnya?! Tolong--"

Gadis itu menarik pelatuk membuat Watson dan yang lain berseru tertahan. "Coba saja kamu menjerit. Aku akan langsung melubangi kepalamu."

"J-jangan bunuh aku...! Ka-kalian mau rekaman video itu, kan?" Lydia tergesa-gesa merogoh tas, menyerahkan ponselnya begitu saja. "I-ini ambil! Aku tidak memerlukannya! Biarkan aku hidup...!"

"Huh. Seharusnya kamu memberikannya dari awal, maka aku tak perlu melakukan ini." Hellen menyeringai puas menerima ponsel tersebut. Dia melompat dari kursi. "Ayo guys, kita kabur. Kita sudah mendapat apa yang kita butuhkan."

Hellen mengerjap melihat teman-temannya bersimpuh kaget di lantai. Dia berkacak pinggang, menekan pelatuk pistol. Tapi yang keluar adalah gelembung. "Ini hanya mainan."

Watson memegang tangan Aiden. Hellen yang menyengir buru-buru menarik lengan Jeremy. Mereka pontang-panting keluar dari kamar itu.










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro