June 13Th 2023

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sub-Genre : Teenfic

*****

Semalam, di kediaman Masa.

"Kamu kenapa, Nak? Mondar-mandir begitu megangin hape. Mendingan kamu bantu Mama cuci piring habis makan malam tadi."

"Oke," sahut Masa patuh, melesat ke dapur.

Terkejut? Bagaimana tidak. Sang Ibu dan Sang Ayah menganga kaget. Tampaknya ada yang korslet di otak putra mereka. Bergegas beliau mencegah Masa sebelum dia betulan menyentuh piring-piring kotor di wastafel.

"Hei, ada apa denganmu? Kau lupa kau alergi air (urtikaria aquagenik)? Serius deh, Masa. Melihatmu gandrung begini, jangan-jangan..."

"Lagu jatcin tuh, Ma," seru kakak perempuan Masa yang tengah selonjoran di sofa.

Masa kembali ke realita, menatap kakaknya sebal. "T-tidak kok! Bukan begitu, Ma. Aku cuman sedang... menunggu pesan seseorang..."

Line! Terdengar notifikasi chat.

Secepat kilat Masa mengeluarkan ponselnya, tersenyum sumringah demi membaca isi pesan. Yes! Dia mengepalkan tangan senang.

[Aku tidak jadi sibuk. Ayo kita ketemuan di Whalexsa Park jam sepuluh pagi. -Canaya]

"Tuh, kan. Mau pergi date ama cewek." Entah sejak kapan datangnya, Kakak Masa berdiri di sebelahnya, mengintip ponselnya. Smirk.

"A-apa sih, Kak?! Jangan ganggu privasiku!" lontar Masa ketus, beranjak pergi menuju kamarnya di lantai dua. Memberengut kesal. Kalau urusan menggoda, si kakak juaranya.

Setibanya di kamar, Masa buru-buru membuka lemari. Besok adalah hari penting! Masa yang selama ini selalu ugal-ugalan ke sekolah, kali ini harus memperhatikan penampilan.

"Paman Henri, terima kasih sudah memberiku saran cinta!" monolog Masa, menatap foto pamannya—Henriate—di meja. "Aku pasti bisa mengutarakan perasaanku ke Canaya!"

Dan di situlah mula masalahnya.

Selagi antusias menulis daftar kegiatan untuk esok hari, tiba-tiba kepala Masa berat tanpa sebab. Tes! Tes! Tes! Darah menetes-netes ke lantai dan buku, mengotori tulisan Masa.

Masa mengusap hidungnya. "Eh? Darah?"

"Aku ingin bersama Lake selamanya."

Brukkk!! Suara hentakan kasar itu membuat Ibu dan Kakak Masa sontak mendongak.

"Apa yang terjadi di atas sana? Ada yang jatuh?" gumam Ayah Masa, berhenti sejenak menonton berita di TV. Beliau pun bergerak menaiki tangga, melangkah ke kamar Masa.

Klek! Pintu terbuka. Beliau terbelalak.

"ASTAGA MASA! KAMU KENAPA, NAK?! Ibu! Kakak! Cepat kemari! Kita butuh ambulans!"

-

Jam terus bergulir. Sekarang pukul sebelas.

Aku berdiri. Aku tak bisa duduk diam di sini menunggu Masa yang tidak datang-datang. Masa bukan tipe yang gampang membatalkan janji. Pasti telah terjadi sesuatu padanya.

Untunglah selain bertukar ID line, aku juga sempat menanyakan alamat rumah Masa begitupun sebaliknya. Aku harus memastikan sendiri, penyebab Masa tak pergi ke taman bermain yang telah kami janjikan semalam!

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk tiba di rumah Masa. Aku menarik napas panjang, mengumpulkan semua keberanian. Aku bisa.

Teng Nong! Teng Nong!

Empunya rumah membukakan pintu. Aku tersenyum sopan pada calon mertua—ah, maksudku ibunya Masa. "Selamat siang, Tante. Maaf saya mengganggu waktu liburnya."

"Kamu rupanya, Naya. Ya ampun, kamu cantik sekali hari ini. Apa kamu ada janjian dengan seseorang?" tanya beliau, menerima salimku.

Aku menggaruk pipi. "I-iya, Tan. Sama Masa..."

"Pantas saja tadi malam Masa heboh memilih pakaian. Ternyata mau jalan denganmu."

S-segitunya Masa mau pergi bareng aku? Apa mungkin dugaanku benar? M-Masa juga suka padaku... Sial! Aku kan jadi pengen berharap.

"Tapi maaf ya, Naya, Masa terpaksa harus membatalkan janjinya karena dia sakit."

Aku mengerjap. "Sakit? Masa kenapa, Tan?"

"Kamu tahu kan Masa alergi air? Air akan membuat badannya ruam kemerahan. Entah apa yang terjadi, semalam Masa ambruk. Kalau kamu mau bertemu dia, Masa lagi duduk di pohon belakang rumah. Kata dokter, Masa bisa membaik jika tubuhnya diangin-anginkan. Aduh, Tante kurang pintar menjelaskannya."

Tanpa berpikir dua kali, aku langsung cabut ke belakang rumah. Benar! Aku tersenyum senang melihat Masa tengah menikmati sapu angin di salah satu cabang pohon (trembesi).

"Wah! Aku melihat ada monyet tampan!"

Masa terkesiap, menoleh ke arahku yang melambai-lambaikan tangan. Dia menyambar jaketnya, segera menenggelamkan diri dengan jaket yang ditumpuk-tumpuk. "M-maaf aku tak datang. Padahal aku yang mengajak."

"Kenapa kau harus menyembunyikan diri seperti itu? Aku kan jadi tidak bisa melihat wajah tampanmu," kataku, sorot mata datar.

"K-kau nanti jijik melihatku..."

Aku mendengus, melempar tas selempangku ke tanah, memanjat pohon. Masa melotot. "Hei! Apa yang kau lakukan?! Kau bisa jatuh!"

"Untung apa aku harus jijik... pada orang yang kusukai?!" kataku lantang. Keceplosan.com.






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro