23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jadi maksudmu... Nenek-nenek yang memasuki masa lansia terlebih berpenyakitan, melakukan pembunuhan berantai. Inspektur, apa ini lelucon?"

Angra mengusap kasar wajahnya, frustasi. Dia juga tak ingin melakukannya, namun forensik memiliki bukti yang bersifat smoking gun. Bisa apa Angra dan lain-lain?

[Note: Smoking Gun, suatu ungkapan di dunia kejahatan yang berarti bukti tak terbantahkan dalam kasus kriminal.]

"Coba kulihat." Watson menyambar hasil pembacaan DNA, mengernyit. "95% positif? Kemana sisanya? Tak dihitung?"

"Itulah yang membuatku bingung. Tes DNA saja tidak cukup untuk menangkap santa brengsek itu. Kurasa dia telah memperhitungkan semuanya," kata Angra.

"Lalu kenapa anda menangkapnya?"

"Bisa jadi kan neneknya Gari komplotan. Kita harus merisak informasi dari beliau. Tapi dia selalu menjawab: 'aku tidak tahu, di mana cucuku?' sebanyak 54 kali. Kami menyerah. Sekarang giliranmu, Watson." Karena Hellen tidak punya pengalaman berbicara dengan seorang nenek-nenek. Aiden pun bimbang, lebih-lebih Jeremy.

Sherlock Pemurung itu mengembuskan napas panjang, menatap 'belanjaan'-nya. Oke! Untung dia membeli sesuatu di luar sebelum masuk ke ruang investigasi.

"Eh, apaan tuh isinya?" Aiden dan Jeremy kepo karena menghirup aroma enak.

"Nanti juga tahu. Duduk sana."

"Tunggu." Angra menyerahkan earphone. "Gunakan ini agar kita bisa berkomunikasi. Jika dia mau berbicara normal denganmu, biar aku yang melontarkan pertanyaan."

Ini pengalaman aneh dan asing bagi Watson. Si Angra yang dingin, tukang usir dan pengomel itu mau bekerja sama dengannya. Sebuah keajaiban dunia ke-9.

Klek! Gerendel pintu diputar lembut. Bagus, Watson sudah masuk ke ruangan. Hati-hati menutup pintu, hati-hati duduk di kursi, hati-hati agar tidak mengejutkan nenek Gari. Rencana genius apa lagi yang akan dia lakukan? Mereka penasaran.

"Halo, nama saya Watson Dan."

"Di mana cucuku? Kamu bukan cucuku."

"Benar, saya bukan cucu anda. Nenek saya sudah meninggal saat saya masih bayi, jadi saya tidak tahu bagaimana cara berinteraksi dengan anda. Maaf jika kata-kata saya menyinggung anda nanti."

Di seberang, Angra dan yang lain menepuk dahi. Apa yang dipikirkan Sherlock Pemurung itu?! Di saat seperti ini, dia malah memakai metode psikologis?!

"Ah, begitu? Maaf aku tidak peka..."

"Tidak, bukan masalah."

"Kamu pasti merindukan nenekmu."

Angra dan yang lain bersitatap. Hei, kelihatannya rencana Watson bekerja. Beliau menanggapi lebih manusiawi, tidak seperti sebelumnya kayak robot. Tapi kan nenek Gari bukan pasien yang punya masalah kejiwaan. Ada yang aneh di sini.

"Terkadang." Watson merogoh isi kantong plastik belanjaannya. Ternyata itu kue bolu yang habis dikukus. "Ketika saya teringat nenek, saya tanpa sadar membeli ini. Kue adalah kesukaan nenek saya. Apalagi yang masih panas, baru matang."

"Kue bolu...! A-apa kamu keberatan membaginya?" ucap beliau berbinar.

Watson tersenyum miring. "Tentu boleh. Saya membelinya memang untuk anda. Jujur, anda mengingatkan saya pada nenek saya. Makanlah jika anda suka."

Beliau pun memakannya dengan lahap.

"Anak itu... ngapain sih? Kenapa dia memberi tersangka kue? Ah, kepalaku sakit memikirkannya." Angra sudah di atas kegemasan. Dia bertanya-tanya apa yang sedang Watson lakukan dan buntu, tak ada ide untuk menebak jalan pikirnya.

"Tunggu saja, Inspektur. Biasanya Dan punya alasan setiap melakukan sesuatu."

Di sisi lain, Watson melirik jam tangan. Jika analisisnya benar, setelah beliau selesai menghabiskan semua kue-kue itu, maka pasti dia akan menjawab begini:

Beliau berhenti makan. Mulutnya cemong oleh remah bolu. "Apa kamu cucuku?"

Angra dan yang lain terbelalak.

Watson menyeringai puas. Persis seperti dugaan! Dengan begini, analisisnya menjadi kuat. "Betul, Nek. Apa nenek sudah mengingatku? Aku sangat sedih nenek hilang ingatan dan lupa padaku..."

"Maaf nenek lupa... Maaf nenek tidak bisa mengingatmu. Nenek merindukanmu!"

Watson berdiri, menghampiri beliau. "Aku juga kangen dengan nenek," katanya dan memeluk orang tua tersebut. Tapi itu hanya formalitas untuk menutupi kelir. Sementara tangan kanannya mengusap punggung si nenek, tangan kirinya meraba-raba kepala beliau, tepatnya ke bekas jahitan. Satu, dua, delapan...

Dia tertegun sejenak. Setidaknya ada 23 jahitan. Apa ini jumlah yang wajar?

-

Watson keluar dari ruangan, masuk ke bilik satunya, mengusap dagu. Roda di otaknya berputar mencerna informasi. Ada yang tidak aktif dan berkontradiksi.

"Eh, Wat, beliau beneran nenekmu?"

Bukan detektif muram itu yang menjawab, melainkan Hellen dengan menabuh punggungnya. "Dasar naif. Kamu percaya begitu saja? Watson itu berbohong tahu."

"Habisnya...!" Sungguh malang sekali.

"Kalau begitu nenekmu... betulan sudah meninggal, Dan? Aku turut berdukacita..."

Watson bersedekap, menatap mereka bertiga polos. "Tidak, itu juga bohong."

"Ya?" Mereka menatapnya serempak.

"Nenekku masih sehat walafiat. Dia ada di Inggris, menikmati masa tuanya di panti jompo. Kadang-kadang saat liburan, aku pergi mengunjungi beliau. Cerita itu hanya settingan belaka untuk merebut perhatiannya. Masa sih kalian percaya?"

"Apa-apaan? Ternyata cuman akal bulus busukmu saja. Kembalikan rasa empatiku!"

"Eh, kenapa jadi salahku? Kalian yang terlalu kepikiran. Aku akan melakukan segala upaya untuk mendapatkan informasi. Bahkan jika harus berbohong, mengarang cerita, atau bermain drama."

"Terserah, Watson! Semerdekamu saja!"

Cowok itu menggaruk kepala bingung. Kenapa mereka bertiga jadi ngambek? Apa dia mengatakan sesuatu yang salah?

"Jadi, apa yang kamu dapatkan dari aktingmu barusan?" Angra bertanya.

"Simpel. Nenek Gari bukan pelakunya. Kalian bisa membebaskan beliau dari tuduhan tersangka," kata Watson yakin.

"Tapi forensik punya bukti kuat. Aku khawatir mereka sudah melaporkan kasus ini kepada kejaksaan mengingat banyak pihak yang ditarik dalam kasus santa."

"Kalian menangkap beliau tanpa surat perintah dari kejaksaan, kan? Kalian bisa memanfaatkan tinjauan keabsahan penangkapan. Kalian bisa mendapatkan dua keuntungan: berhasil menjaga image dan membuktikan nenek itu tak bersalah."

[Note: Tinjauan Keabsahan Penangkapan, meminta pembebasan atas penangkapan yang tidak adil dan tidak resmi.]

Senyum Ingil kembang. "Ternyata kamu juga tahu tentang hukum, Watson!"

Tentu saja anak itu tahu. Ayahnya kan polisi. Bosan dengan cerita detektif, Watson meminta Daylan menceritakan kesehariannya di kepolisian. Apa saja tugas polisi, kewajiban, hak, dan lain-lain.

"Apa kita harus memulangkan beliau ke cucu aslinya? Gari sangat putus asa saat neneknya diangkut ke mobil patroli."

Watson menggeleng. Itu bukan ide bagus. Kondisi mentalnya tak stabil sekarang. Gari bisa terguncang jika tahu neneknya mengidap Amnesia Retrograde dan lupa terhadap dirinya. Ini tergantung waktu.

"Ah, Emma kamu datang."

"Ada apa memanggilku? Wow, ramai sekali di sini. Pelakunya telah dipindahkan?"

"Tidak. Bukan dia orangnya."

"Apa?! Tapi hasil autopsi jelas-jelas..."

"Aku ingin anda memeriksa darah itu lebih teliti, Dokter Emma." Watson membuang rasa bimbang yang menjamah pikirannya.

"Maksudmu kemampuanku kurang?"

"Tidak, bukan begitu. Tolong jangan salah paham. Gari bilang beliau menderita kanker, kan? Darah beliau pasti sering diambil oleh rumah sakit. Tapi kebanyakan sisa darah tersebut disimpan ke tabung vacutainer dan akhirnya dianggap sebagai sampah medis kemudian dibuang. Aku ingin anda pergi ke departemen toksikologi dan mengeceknya sekali lagi dengan mesin yang lengkap. Jika ada kandungan EDTA di dalam darahnya..."

[Note: EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate), gabungan antikoagulan dan ion kalsium untuk menghentikan koagulasi. Biasanya ditemukan dalam tes darah.]

Emma menelan ludah. "Maka darah itu sudah disabotase atau memang telah disiapkan oleh pelaku sebenarnya. Tapi, unit toksikologi berada di Moufrobi. Aku harus meninggalkan desa dan kembali ke kota. Itu akan membutuhkan 2 hari."

"Kalau begitu tunggu apa lagi? Berangkat sekarang juga!" kata Angra tegas.

Angra dan Emma bergegas keluar.

"Lalu kita ngapain, Dan?" Aiden menoleh.

"Dextra dan adik Petugas Marc menghilang, kan? Kita mulai dari sana."





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro