24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sejak kapan Hane tak terlihat?"

"Sejak kalian berdua pergi ke rumah korban ke-8, Alnilam. Aku dan Aiden hendak bersiap-siap ke kediaman Oronna. Saat itulah kami tidak sensitif kalau Dextra sudah tidak ada. Apa dia baik-baik saja?"

Waktu itu mereka masih standby di kantor polda, maka tidak salah lagi. Dextra menghilang ketika mereka lengah. Ini sih potensi diculiknya besar. Listrik padam. Mereka takkan mendapatkan apa-apa dari cctv. Harus cari cara lain.

"Apa Dextra mengirim pesan sebelum dia menghilang?" Jeremy bertanya.

Aiden menggeleng. "Tidak... Tapi, entah kenapa dia meninggalkan ponselnya. Ah! Kebetulan aku membawanya. Barangkali kamu bisa nemu sesuatu," katanya menyerahkan hp Dextra kepada Watson.

Kabar baik, gadget itu tidak dikunci. Apakah Dextra tak memasang sandi? Untuk anak ahli IT sepertinya, dia terlalu polos dengan keamanan sendiri... Watson mengulum bibir. Atau memang disengaja?

Anak ini misterius sekali. Pasalnya, tidak ada kontak siapa pun di ponsel itu. Bahkan tidak ada nomor anggota keluarga. Apa Dextra punya dua ponsel? Tidak, tidak. Sejauh yang Watson lihat, dia hanya memakai ponsel itu. Mungkin dia tak punya hubungan baik dengan keluarganya.

Tak kunjung menemukan hal menarik, Watson tidak habis akal. Dia menekan bar recent app, memicing melihat aplikasi terakhir yang Dextra gunakan adalah memo. Apa dia mengetik sesuatu? Segera detektif pemuram itu memeriksa.

Jazarev Aziheh, Alecia High School.
Bellen Berberi, Akademi Gijaumi.

Siapa orang-orang ini? Kenalan Dextra? Tidak. Kalau mereka sejawat, mana mungkin Dextra menulis nama mereka.

Baiklah. Tak ada salahnya mencari tahu. "Stern, coba cari alamat Alecia High School dan Akademi Gijaumi. Lalu kamu Aiden, komputer mana yang Hane pakai sebelum kalian pergi dari kantor polisi?"

Hellen mengangguk, sementara Aiden melangkah meja kubikel ketiga. "Di sini, Dan! Aku yakin Dextra memainkan komputer ini. Entah menyelidiki apa."

"Coba kita lihat... Ng?" Duh, ini semakin berabe. Riwayat browser terbuka di artikel tentang Atah Imnohel. Kenapa Dextra membaca berita ini? Tak Watson sangka anak itu ternyata kooperatif.

"Alecia sekolah swasta, Watson. Lalu Gijaumi itu akademi khusus perempuan. Lokasinya tidak terlalu jauh dari sini."

"Kita ke sana sekarang."

"Apa kami boleh ikut?" Polly dan Marc saling tatap, menyengir karena serempak.

"Boleh," kata Watson tersenyum miring. Tangannya diam-diam mengambil webcam mini yang ada di atas komputer.

-

Atas arahan Watson, Polly parkir jauh dari gerbang dan mematikan sirine. Sepertinya Alecia menunda pekan liburan karena masih banyak murid-murid berdatangan ke sekolah. Bagus, ini memudahkan Watson.

"Ingat, jangan mencolok. Kita hanya mencari Jazarev." Tiap kali Watson bernapas, uap mengepul dari mulutnya. Udara dingin ditambah sedang hujan salju.

"Tunggu!" kata Marc tiba-tiba.

Mereka menoleh kepadanya.

"Aku tahu ini sudah terlambat, tapi butuh waktu untuk merajut semuanya. Anggap saja kado natal dari saya." Marc membagikan klub detektif Madoka syal, sarung tangan tebal, kupluk musim dingin dengan motif yang menyegarkan. "Merry christmas. Kalian pasti kedinginan, kan? Aku tidak tahu warna kesukaan kalian. Jadi maaf jika kalian kurang suka..."

"Astaga! Ini unyu sekali! Terima kasih, Petugas Marc!" seru Jeremy senang.

"Ini dibuat pakai benang nilon? Astaga, rapi banget. Terima kasih, Petugas Marc!" Aiden sih sudah memakainya. "Kyaa! Cocok denganku. Aku suka warna biru!"

Hellen lebih-lebih, malah ngetsundere. "T-terima kasih... Abu-abu warna favoritku," gumamnya pelan nyaris tak terdengar, melirik Jeremy yang riang.

Watson memakai punyanya dalam diam, namun tersenyum kecil. Terima kasih.

"Aku tidak tahu kamu jago menjahit."

Marc menggaruk kepala, cengengesan. "Sebenarnya orangtuaku ingin aku jadi desainer karena aku suka merajut dan menyulam. Tapi aku menyukai profesiku. Makanya itu jadi hobi sampingan saja."

Ting! Watson yang mendengarnya, terkesiap. Memandang lama Marc. Bibirnya melengkung. Senyuman smirk.

Baiklah, sudah cukup dengan pembagian hadiah natalnya. Tanpa buang waktu lagi, mereka pun masuk ke zona sekolah. Tadi Hellen bilang Jazarev di kelas 2-F. Itu berada di lantai mana, ya? Bangunan di depan mereka lumayan besar dan luas.

"Eh, itu siapa deh di rooftop?"

Hiruk-pikuk pelajar di sekitar merebut atensi Watson. Sherlock Pemurung itu mendongak menatap apa yang mereka lihat. Ada seseorang di rooftop sekolah. Walau tak nampak dan samar, itu seorang murid yang dibungkus lampu warna-warni. Apa yang dia lakukan... Tunggu, lampu?!

Tubuh sosok itu limbung dan terjun, membulatkan mata semua orang.

"DIA JATUH! ORANG ITU JATUH!"

Klub detektif Madoka mematung.

Tidak... Meski tahu takkan sampai, Watson tetap berlari berusaha mengejar. Dia menggigit bibir. Tolong... Aku tidak mau ada korban di depan mataku lagi!

Sekelebat bayangan mendahului Watson. Dengan timing dramatis, dia cekatan menangkap murid tersebut. Mereka berguling-guling dan berhenti sebelum jatuh ke parit yang sedang diperbaiki.

"Inspektur Angra?! Anda kenapa bisa..." Watson terkaget-kaget. Apa yang dia lakukan di sini? Bukannya dia pergi mengantar Emma kembali ke Moufrobi?

"Jangan banyak tanya. Dia keracunan. Lakukan pertolongan pertama." Angra menunjuk murid itu yang tengah kejang. Dibuatnya mendongak, melotot mendapati terdapat siswa lain di rooftop. "Ingil! Cepat tangkap anak-anak itu!"

Rekannya yang baru saja tiba, tak dibiarkan bernapas barang sejenak. "Siap, pak..." katanya letoy, berlari lagi.

"Stern, ambilkan aku gunting. Cover aku. Aiden dan Bari, kalian pergi ke ruang keamanan dan periksa cctv. Cari orang yang mencurigakan. Petugas Marc dan Petugas Polly jauhkan murid di sekeliling."

"Baiklah!" kata mereka bersamaan.

Mereka langsung berpisah. Watson menggunting tali kabel lampu natal yang tersangkut atau lebih tepatnya melilit badan korban. Hellen memegang kedua tangan korban yang mengibas-ngibas sporadis, gejala umum ketika kejang.

"Aku akan menyuntikkan penenang."

Lambat laun pergerakan cowok itu melunak dan terlelap. Hellen mengelap busa di mulutnya, mengernyit heran. "Apnea? Dia tak bisa bernapas, Watson!"

[Note: Apnea/Sleep Apnea, kondisi dimana napas terhenti ketika tidur atau tak sadarkan diri. Biasanya terjadi karena tak stabilnya pusat kendali pernapasan.]

Bagaimana sekarang? Haruskah Watson melakukan Endotracheal Intubation? Tidak, itu beresiko. Dia baru saja muntah busa. Memasukkan oksigen lewat mulut bisa memicu yang tidak-tidak. Kalau begitu, satu-satunya cara yang tersisa...!

[Note: ETT (endotracheal tube intubation), tindakan yang dapat dilakukan dalam manajemen jalan napas.]

"Ambilkan aku pisau, Stern."

"Sebentar..." Hellen menatapnya kaget. "Kamu mau melakukan cara itu? Tapi, Watson, kamu bukan dokter. Jika terjadi kesalahan, kamu bisa dalam masalah—"

"Aku akan bertanggung jawab. Yang penting sekarang adalah keselamatannya!"

"Ahh!" Hellen mengerang frustasi, tapi mengambilkan benda yang Watson minta.

Hufft... Ini kedua kalinya Watson membedel, semoga dia bisa menyelesaikan dengan baik. Baiklah. Tanpa abcd, Watson membuat insisi horizontal sepanjang 4-6 cm. Darah perlahan menetes keluar.

"Tolong kasa dan drap."

[Note: Drap, kertas peeling untuk mencegah infeksi di bagian operasi.]

Watson membersihkan darah yang mengalir. "Aku butuh bantuanmu, Stern. Kamu pegang klemnya. Aku akan menarik isthmus tiroid menggunakan retraktor vena untuk melihat cincin trakea."

[Note: Isthmus tiroid, kelenjar tiroid di bagian tengah yang menghubungkan lobus kanan dan kiri tiroid. Tulang pada cincin trakea membantu agar udara dapat keluar-masuk dengan lancar.]

"Apa kamu membutuhkan Hook?"

[Note: Hook, instrumen medis pengait.]

"Tidak usah. Aku bisa melihat visualisasi trakea-nya dengan jelas. Apa kamu sudah mengisi jarum hipodermik dengan lidokain? Ingat, itu harus 1-2 ml. Aku harus menginjeksi lumen trakea."

[Note: Lidokain, cairan nan menghilangkan rasa sakit atau memberi efek mati rasa pada bagian tubuh tertentu.]

"Yep, sudah." Hellen mengangguk.

Setelah ini-itu, Watson mengambil kanul trakeostomi dan memasukkannya ke dalam stoma. Tak lupa dia mengeluarkan penyangganya. "Tolong kantong ambu."

[Note: Trakeostomi, tindakan untuk membuat lubang di trakea atau batang tenggorokan agar dapat dipasang tabung pernapasan. Stoma, lubang buatan.]

S-sudah selesai. "Bagaimana denyutnya? Apa itu normal?" tanya Watson sembari terus meremas kantong ambu.

Hellen memeriksa pergelangan tangan pelajar itu, melihat jam tangan, tersenyum. "Berhasil, Watson! Denyutnya stabil!"

Syukurlah, ucap Watson dalam hati.

"Aku sudah menelepon 119," celetuk Angra menyaksikan semuanya. "Mereka dalam perjalanan. Sebentar lagi juga datang."

Masih terus meremas, Watson memperhatikan nametag siswa yang dia tolong, terbelalak. Cowok ini Jazarev?!











Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro