30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pusat Penahanan Remaja, Stupido.

"Lapor, Pak! Kami sudah menyisir seluruh areal penjara, namun tidak ada tanda-tanda benda aneh atau mencurigakan. Semua bersih."

Angra mengacak-acak rambut. "Cari lebih teliti! Perluas jarak pandang! Bawa anjing pelacak sekalian! Kita sudah kehilangan golden time, entah bagaimana nasib anak itu."

Andai saja Watson spesifik mengatakan posisi Dextra di mana... Atau dia memang tidak tahu titik keberadaan Dextra? Penjara ini cukup luas, sebesar tiga hektar. Watson pasti tak bisa menebak dimana tepatnya lokasi Dextra.

Haah. Angra tidak punya ide.

Di sisi lain, Aiden dan Jeremy mendapatkan kecemasan kontinu. Tentu mereka khawatir pada Dextra, namun mereka juga takut terjadi sesuatu pada Watson merujuk detektif muram itu pergi sendiri-sendiri. Apalagi setelah tahu bahwa musuh mereka adalah Gari. Kawan seangkatan yang sempat jadi member klub.

Pertama kali mendengarnya, Hellen syok. Dia telah meletak kecurigaan pada pihak yang salah. Bukan Saho penjahatnya, tetapi Gari. Dengan tampilannya yang naif, cupu, dan berakting bodoh, Gari menipu semua orang.

Lima belas menit berlalu sia-sia. Mereka sudah membuat tumpukan salju di mana-mana. Dextra tak kunjung ditemukan. Tim Pencari telah mengecek berkali-kali bersama anjing, namun kosong. Tampaknya dia tersuruk jauh.

"Ah, sialan. Aku tak bisa menghabiskan waktu di sini. Kita harus segera menangkap Hermesate. Kerahkan semua tenaga kalian!"

"Siap, Pak!" seru mereka serempak.

"Aku benar-benar kecewa," celetuk Jeremy menendang salju dengan geram. "Tak kusangka Gari seperti itu... Padahal kupikir... Padahal!"

"Sudahlah, Jeremy. Kita harus mencari Dextra dan menyusul Dan setelahnya. Semua manusia mempunyai gimik topeng, walau kamu hanyalah karakter sampingan yang lugu. Ayo fokus."

Hellen mengepalkan tangan, namun perlahan mengendur. "Aiden benar. Kita harus fokus."

Tunggu sebentar... Tiba-tiba Angra kepikiran kalimat Watson di walkie-talkie. Merogoh saku, Angra mengeluarkan ponselnya. Ada tanda X di bar internet, tidak ada sinyal.

Kalau tidak salah detektif muram itu bilang, jika mendadak ada sinyal di hp, maka di bawahnya adalah lokasi Dextra berada.

"Semuanya! Coba periksa ponsel kalian! Apakah ada yang memiliki internet?!"

Angra kepikiran, membawa anjing pelacak ke arena bersalju takkan membantu banyak. Apakah Watson sudah memperkirakan hal ini? Arghh!!! Anak itu bikin Angra kehabisan kata.

"Di sini, Inspektur! Di sini tiba-tiba tingkat sinyalnya meninggi!" Nalan berseru.

"Apa yang kalian lihat? Cepat gali!"

Aiden, Hellen, dan Jeremy, bergegas ke kerumunan. Para petugas polisi bahu-membahu menyauk tumpukan salju, menciptakan lubang. Hingga terdengar bunyi duk pelan. Sekitar tiga meter, ada sebuah peti terkubur.

Atas perintah Angra, mereka pun menarik keluar peti tersebut. Benar saja. Dextra meringkuk di dalamnya, menggigil kedinginan.

"Paramedis! Cepat kemari!" Angra melepaskan jaket, menyelimuti tubuh Dextra yang lemah.

"Kamu baik-baik saja, Dex?" tanya Aiden, Hellen, dan Jeremy khawatir. Wajah adkel mereka itu pucat, gemetar karena dingin.

Dextra mengeluarkan transmiter yang diberikan Watson. Ternyata alat itu lah yang memberi sinyal. "B-benda ini... Aku tak pernah melepaskannya... Aku terus menggenggamnya... Kak Watson, dia menyelamatkanku... Dia dalam bahaya... Kita harus menolong Kak Watson..."

"Apa maksudmu, Dextra?" Mereka mematung.

"Kak Watson berniat menghadang Kak Gari. Dia ingin melawan Hermesate sendirian."

-

31 desember, jam 23.45 malam.

Salju putih sepertinya tak bosan terus turun tak berkesudahan. Meski demikian, setidaknya 'mereka' jatuh dalam ritme yang lembut. Bersatu dengan teman 'mereka' di daratan.

Salah satunya menjamah kening Watson yang telentang di tanah bersalju. Manik birunya menatap langit gelap nan dingin. Cough! Terbatuk, darah menyembur dari mulutnya.

"Hosh... Hosh..." Gari tertatih berdiri. Bahunya naik-turun, berkeringat. "Kamu yang paling tahu kamu tak bisa mengalahkanku. Tapi, sepertinya aku harus menghargai perlawananmu yang tidak berguna," kekehnya mengerang pelan saat mencabut pisau yang menikam pahanya. "Aku terkesan, Watson Dan. Kamu tidak takut dengan seorang pembunuh."

Watson diam. Bahkan saat ini mengambil napas sudah sangat sulit kala gejolak sakit berdetak di perutnya yang bersarang pisau.

"Padahal kamu mempunyai banyak teman, namun kamu mengambil resiko dan datang seorang diri. Apa kamu ingin pamer ke dunia? Apa kamu pikir bisa melawanku? What a joke."

"Jangan salah paham..." Darah segar mengalir. "Aku tidak mau melibatkan mereka karena tahu ini akan terjadi. Aku... tidak mau kehilangan teman lagi. Mela... Violet... Ah," Watson tersenyum melihat langit malam. "Pausnya sudah tak ada. Terima kasih obatnya, Paman."

"Kini kamu mengarang alasan?! Siapa yang percaya omong kosong itu?! Aku sangat BENCI orang-orang munafik sepertimu! Berlagak pintar, tapi isinya penuh kebusukan!"

"Kamu hanya dikendalikan rasa iri yang sudah tak bisa disembuhkan. Penyakit iri hatimu sudah membutakan dirimu. Apa pun yang kamu katakan, takkan merubah fakta kamu seorang pembunuh kejam. Kamu pikir murid-murid pintar itu punya hidup yang bagus? Mereka tertekan, mereka dituntut, dikerangkeng oleh harapan keluarga, teman, guru, semuanya."

"Diam... Diam! Diam! DIAM!" Gari meradak ke tempat Watson, menarik kasar pisau di perutnya, lantas menginjak-injak bagian yang terluka membuat darah muncrat ke mana-mana.

"KAMU TAK BERHAK MENCERAMAHIKU! KAMU PIKIR KAMU SIAPA?! Andai saja...! Andai saja aku sedikit pintar sepertimu! Orangtuaku takkan meninggalkanku! Dua sampah yang berstatus ayah dan ibu, mereka membuangku begitu saja hanya karena aku lamban dalam belajar! Dunia brengsek ini tidak adil!"

"Karena itukah... kamu merubah namamu? Tapi, kamu salah Gari... Kamu tak bisa menyalahkan takdir. Alih-alih mengeluh, seharusnya kamu sudah mulai bekerja keras mengejar mereka."

"AKU SUDAH MELAKUKAN SEMUANYA! AKU BELAJAR LEBIH GIAT DIBANDING YANG LAIN! TAPI APA? HASILNYA TIDAK ADA! Aku tetap saja bodoh... Aku tetap saja lelet..."

"Lalu, setelahnya apa? Kamu berhenti, kan?"

Deg! Tubuh Gari menegang.

"Karena tak kunjung berkembang, kamu memilih berhenti berusaha. Enggan melanjutkan. Ketahuilah Gari... Memang tidak semua kerja keras membuahkan hasil, namun kemalasanmu akan berdampak pada kehidupanmu. Dan lihatlah sekarang, kamu menghancurkan hidupmu. Kamu melangkah ke jalan berduri."

Gari melangkah mundur. "Hahaha, untuk orang yang akan mati, kamu banyak bicara ya."

Jam sudah menunjukkan pukul 23.58 malam.

"Aku tidak ingin menyombong, tapi aku sering bertemu maut lebih banyak dari apa yang kamu bayangkan. Dan buktinya aku masih sehat sampai saat ini. Jadi, hentikan dialog omong kosongmu dan bunuh aku kalau kamu bisa."

"Hah! Apa kamu masih bisa berbicara seperti itu setelah aku membocorkan kepalamu?"

Sekarang sudah pukul 23.59 malam. Tersisa satu menit lagi menuju akhir tahun 2022.

Gari meloloskan pistol dari sakunya, smirk. "Kamu tahu, Watson? Aku sengaja menunggu hari ini untuk memberikanmu kematian yang epik. Tokoh utama sepertimu takkan menarik jika mati tanpa panorama yang layak."

Tubuh Watson mulai terasa dingin. "Haha... Haruskah aku antusias mendengarnya?"

Gadis itu pun melirik jam tangan, mulai menghitung mundur. "10, 9, 8, 7, 6...."

Kenapa dia berhitung... Ah. Jawabannya langsung muncul di benar Watson. Begitu, ya. Benar juga. Tinggal hitungan detik 2022 berakhir. Sekelebat memori yang dia lakukan selama berada di Madoka seketika teringat.

"5, 4..." Gari memompa pelatuk pistol.

"Kamu yang menang, Hermesate."

"3, 2, 1! Goodbye 2022. Hello 2023!"

Tepat setelah Gari mengucapkannya, jam berhenti di 00.00 disusul dengan ricuh kembang api yang serentak menembak ke udara. Mata Watson berbinar-binar melihat indahnya belasan letusan tersebut. Banyak jumlahnya. Beragam motifnya. Warna-warni. Membuat langit malam menjadi sangat cantik.

Hermesate brengsek. Jadi ini rencananya? Kalau begini jadinya, Watson tak mau mati!

"Happy New Year and Happy Death Day!"

DOR! Bukan Gari menembak, melainkan orang lain. Sosok ketiga di depan kantor polisi yang lengang dan sepi. Pelurunya mengenai pistol di tangan Gari, terpental dari genggaman.

Siapa? Ah, tak bisa. Watson sudah di atas batasnya. Dia pun pingsan. Entah masih hidup atau sekarat. Lukanya sangat parah.

"Si brengsek siapa yang mengganggu--grep!"

Sosok itu tanpa peringatan mencengkeram kepalanya, memaksanya untuk jatuh ke tanah. Dia menahan tangan kanan Gari, meloloskan belati dari jaket, lantas CRAT! Darah mencoret bersamaan dengan pekikan ngilu. Pemuda misterius itu menusuk tangan Gari.

"KEPARAT BRENGSEK! SIAPA KAMU, HAH?! ARGHHH!!!" Gari meronta-ronta kesakitan.

"Sakit, ya? Itu juga yang Watson rasakan. Kamu bahkan menangis ketika aku hanya menikam telapak tanganmu. Betapa menyedihkan."

Surai pink berkibar. Gari tertawa. "Saho Shepherd. Apa yang kamu, hahaha... KENAPA KAMU ADA DI SINI, BEDEBAH MUNAFIK?!"

"Aku tak bisa menjawab pertanyaanmu itu."

"Sejak awal, aku sudah curiga padamu. Kamu selalu hati-hati di sekitarku. Hahaha! Harusnya aku tidak lupa kalau kamu memang betulan di pihak Madoka. Haha, aku teledor."

Saho diam. Salju menumpuk di rambutnya.

"Pergi kamu! Pergi dari sini jika kamu masih ingin hidup! Aku harus membunuh Watson Dan sebelum mendekam di penjara!"

"Maaf, tapi aku harus menolaknya."

"SEBENARNYA APA HUBUNGANMU DENGAN WATSON DAN, MUNAFIK BRENGSEK?!"

Saho beranjak bangkit, menatap Gari dingin.

"Takkan kubiarkan kamu membunuh adikku."



***THE END***

Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya kenapa endingnya lagi-lagi gantung? Yowes, biar aku kasih tahu ya. Aku juga tak tahu mengapa bisa jadi begitu. Hah! Ending macam apa ini?!

Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya kapan series DM yang lain? Yowes, biar aku kasih tahu ya. Beberapa waktu ke depan, aku takkan mempublish apapun series DM sebelum AC & Halca Luca s3 selesai. Titik gk pake koma!

Dan spt yg kita lihat, tampaknya Angra punya kisah sendiri merujuk dia punya 'masalah'.  Atau entahlah. Lihat ajalah nanti, apa aku niat menulisnya atau tidak (alias singkat saja).

Kalau begitu sampai babai. Jaa ne~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro