10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di apartemen pukul sebelas malam.

"Dan, kamu sudah tahu apa yang terjadi pada romeo-romeo itu, kan? Ayo cepat beritahu kami!" Dari tadi Aiden mendesak sembari mondar-mandir bak cacing kepanasan. Jeremy jadi gemas hendak melempar bantal.

Watson menghela napas. "Mereka berbohong. Semuanya. Demi uang mereka rela melakukan apa pun, termasuk mengkhianati teman/keluarga."

"Demi uang?" ulang mereka bertiga mengernyit.

Watson mengangguk. Menghitung kasus Rokko, tak pelak lagi pelaku mengincar mereka yang berasal dari keluarga miskin. Dengan mengiming-imingi kekayaan, pelaku mengendalikan penuh pikiran orang-orang yang mengenal korban, memerintahkan supaya melenyapkan segala tentang Romeo.

Itulah mengapa keluarga Romeo Grandham pindah ke perumahan elit, sebab mereka menukar putranya dengan rumah mewah. Itulah mengapa teman-teman kerja Reland Romeo Cromdor sepakat melupakannya karena ditawari finansial nan memadai.

Karala Karoztya sempat bertahan tidak tergoda akan umpan pelaku, namun hasratnya menolak bekerjasama. Jadilah dia mengiyakan tawaran pelaku dan menghilangkan Romeo Grandham dari memorinya. Semua itu demi uang.

"Ironisnya..."

"Jahat. Mereka sungguh jahat. Persahabatan dibeli oleh uang? Aku tidak percaya ada orang seperti itu. Keterlaluan." Hellen mengepalkan tangan.

"Inilah permainan kehidupan, Stern. Kita tak berdaya mengubahnya."

"Apa ini juga yang terjadi pada Rokko?"

"Entahlah, aku tidak tahu. Kecuali kalau Stern menceritakan detail."

"Aku rasa aku sudah memberitahu apa yang kamu butuhkan, Watson." Hellen tersinggung.

"Terlalu cetek, Stern. Oke baiklah. Kamu sudah mengatakan sudut pandangmu, aku takkan memaksa. Tetapi jika kamu mengingat sesuatu, jangan sungkan memberitahuku."

Hellen mendesah panjang, berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Syukurlah.

"Tunggu sebentar, apakah kasus Romeo berhubungan dengan Penguntit Monokrom? Dia muncul setelah kematian Rokko, kan? Jangan-jangan dia pelakunya." Aiden mengangkat tangan, bertanya.

"Hei, itu tuduhan yang serius. Kalaupun dia pelakunya, untuk apa dia membuntuti Hellen?"

"Mana kutahu. Boleh jadi kan dia tersangka."

Penguntit Monokrom, huh? Watson menoleh ke jendela, memandang lama bangunan-bangunan pencakar langit. Datang setelah Rokko Romeron tewas, hanya menyerang Hellen. Apa yang dia incar? Lagian Watson buta petunjuk. Sudah berapa warga sipil bernama Romeo yang menghilang diculik/dibunuh, Watson tidak tahu.

Haruskah meminta bantuan Deon? Tidak usah deh. Inspektur satu itu terlihat menyimpan dendam kesumat pada Watson. Mukanya selalu terlipat, selalu jengkel berkepanjangan ketika bersama Watson.

Tidak ada pilihan. Di saat seperti ini, hanya orang itu yang bisa membantu. Teman Watson, tak lain tak bukan Violetta Amblecrown.

Hehehe, bukan Stern doang yang punya teman masa kecil. Watson menekan tombol 'panggil', menunggu beberapa saat. Yang lain sedang membereskan kasur, bersiap-siap tidur. Hari semakin larut.

"Vi, apa kamu sibuk?"

[Aku selalu sibuk, Wat. Lima menit, hanya itu waktu istirahatku. Bahkan mereka tidak mengizinkanku mengambil sereal.]

"Bukan salahku," jawab Watson cuek. "Aku sudah merekomendasikan hobi, namun kamu yang memilih jadi informan."

[Shut up, just tell what you want.]

Watson menoleh ke belakang, Hellen sibuk merapikan seprai, beralih memunggungi mereka bertiga. "Aku ingin kamu mencari biodata Rokko Romeron. Tewas 12 tahun yang lalu. Aku merasa ada yang aneh dengan kematiannya."

[Hanya itu? Aku tak yakin cuman satu.]

Kena deh. Watson meringis. Violet hafal dia luar-dalam. "Oke, baiklah. Kasus yang kukerjakan melibatkan banyak individu bernama Romeo. Bisakah kamu menemukan file-file terbaru penculikan di Moufrobi dan Serene?"

[Penculikan lagi? Kenapa kasus itu rentan terjadi di sana sih. Tak ada habisnya.]

"Aku tidak tahu. Mungkin ini sindrom obsesif-kompulsif (OCD) atau gangguan animo yang berlebihan atau entahlah. Aku belum punya gambarannya. Yang membuatku yakin, pelaku menderita ketertarikan terhadap kata Romeo. Mungkin semacam Sindrom Romeo and Juliet." Watson mengendikkan bahu, sembarang menjawab.

[Kamu membuat kamus medis sendiri, huh?]

Tatapan Watson tertuju pada surat permohonan di meja. Oh, benar juga. Dia melupakan surat tentang event pemburuan harta karun.

"Vi, sudah dulu ya." Watson menutup telepon tanpa mendengar balasan Violet. Dia hampir melupakan undangan itu.

"Hanya segini kemampuanmu?"

Deg! Watson menjatuhkan surat permohonan di tangannya, berbinar-binar memelototi cermin.

"Itulah mengapa kamu tidak bisa mengalahkanku, Watson. Kamu takkan mampu melampauiku. Sadarlah dengan derajatmu."

"Diam." Jemari Watson terkepal.

"Kamu seorang pencuri. Mengambil Mela dan teman-temanku. Apa kamu pantas dicintai?"

"AKU BILANG DIAM!" Watson meninju cermin di hadapannya hingga bayangan tersebut menghilang digantikan celah retak.

"Astaga, Dan!" Aiden melompat dari kasur, juga Hellen dan Jeremy. "Apa yang kamu lakukan?"

Watson mengacak-acak rambutnya. "Aku tidak apa. Aku mau ke kamar mandi."

"Apanya yang tidak apa?! Tanganmu berdarah."

"Aku bilang aku tidak apa, Aiden!" seru Watson membanting kasar pintu kamar mereka.

Aiden menggaruk kepala bingung. "Kenapa dia emosi begitu? Memangnya dia habis menelepon siapa? Aduh, tangannya bisa infeksi kalau tidak cepat diobati. Hellen, cepat ambil kotak P3K dan kita susul Dan. Jeremy jaga apartemen kita. Nanti ada penyusup."

Hellen mengangguk, menyambar kotak pertolongan pertama, tak sengaja melewati cermin yang sudah retak oleh pukulan Watson, tertegun.

"Kamu membunuh Romeo. Kamu yang membunuhnya. Kamu lah pelakunya. Lalu bertingkah seakan kamu adalah korban. Dasar pembunuh."

Jeremy mengernyit melihat Hellen tiba-tiba terduduk, berseru-seru layaknya paranoid. "Bukan aku... Kenapa aku harus membunuh Romeo? Kenapa aku harus membunuh temanku sendiri?! Bukan aku!"

Ada apa sih? Aiden dan Jeremy saling tatap. Tadi Watson, sekarang Hellen. Kayaknya ada sesuatu deh di balik cermin itu.

"Aiden, bawa Hellen keluar."

"Iya..."

Setelah mereka berdua keluar, dengan hati-hati Jeremy menanggalkan cermin tersebut dari dinding, terkesiap menemukan alat elektronik mungil. "Benda apa ini? Sebuah proyektor?"

Gawat. Jangan-jangan apartemen klub detektif Madoka sudah disusupi?

-

Sial. Watson tidak tahu harus memulai pencarian dari mana. Rokko Romeron? Bagaimana kalau bukan Rokko korban pertama? Benar. Watson mesti tahu siapa Romeo pertama yang diculik. Violet masih membutuhkan waktu.

"Watson."

Pemilik nama menoleh. "Stern..."

"Aku minta maaf. Seharusnya aku senang kamu mau mempedulikan kasusku, namun aku malah... Marah-marah tak jelas."

Oho? Watson membenarkan posisi berdirinya. "Jadi, apa kamu mau berkontribusi denganku? Aku ingin tahu mengenai kematian Rokko Romeron. Kamu ingin menangkap pembunuh temanmu, kan?"

Hellen menarik napas dalam. "Aku yakin kamu tidak tertarik soal cinta-cintaan, tapi—"

Watson berkacak. Mukanya menjadi malas. Seenaknya menyela. "Jangan bilang ada orang ketiga dalam hubungan kalian? Setahuku di kisah romantis pihak ketiga selalu ada. Antara mengganggu, membantu hubungan para MC dan Heroine, atau menjadi pengganti."

Hellen mendengus. "Kamu sebenarnya tidak sepolos yang kami kira, kan?"

"Sudahlah. Lanjutkan saja ceritamu."

"Sayangnya dugaanmu salah, Watson." Hellen tersenyum tipis, mendongak ke langit malam. "Aku kehilangan kalungku kala itu. Aku tidak bisa menemukannya di mana pun. Lalu Rokko menolongku mencarikannya. Kamu tahu, aku tidak pernah bilang yang terjadi para Romeo Grandham dan Reland Romeo merupakan kejadian serupa dengan kematian Rokko 12 tahun lalu."

"Mungkinkah maksudmu..."

"Saat berhasil menemukan kalungku, Rokko berubah aneh. Dia menjadi lebih waspada dan hati-hati. Aku rasa dia tak sengaja menemukan tempat persembunyian si pembunuh berantai. Rokko merahasiakannya dariku."

Drrt! Drrt! Bagus. Panggilan masuk dari Violet.

"Sebentar," Watson mengeluarkan ponsel, tanpa basa-basi memencet tombol hijau. "Apa kamu menemukan apa yang kuminta?"

[Ada yang aneh dari pola penculikan ini, Wat. Aku akan mengirimkannya padamu di Skype.]

Watson berdeham. "Sudah kuduga."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro