9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Watson prihatin pada Jeremy. Tanda kemerahan bekas tamparan Hellen terlihat menyala di pipinya. Itulah akibat hobi menjahili. Kena tampar kan jadinya. Semoga Jeremy tobat dan berhenti usil di situasi jelek.

"Kalian klub detektif Madoka, benar? Waktunya tepat sekali. Aku butuh bantuan kalian berempat. Ah, pertama-tama aku akan memperkenalkan diri. Namaku Jerase Embersa. Tolong bantu aku mencari temanku."

"Teman?" Aiden dan Hellen bersitatap.

Watson hendak menolak permintaan Jeras, namun Jeremy menarik-nariknya, menunjuk Watson Dua alias si Laviene. "Sini, sini! Ada yang mau kutanyakan."

"Kenapa sih?"

"Kamu kenal Clemmie? Kenapa tidak bilang padaku?!" Jeremy memandang hina.

"Oh, gadis itu. Dia penggantiku." Watson menjawab pendek. Hubungan mereka tak lebih dari saling kenal.

"Pengganti apanya?"

"Aku menolak masuk ke Alteia dan menyerahkan peluang tersebut secara cuma-cuma pada Nona Laviene. Dia gadis yang berambisi dan pintar, namun latar belakangnya mempengaruhi poinnya." Watson mengecilkan suara, nanti yang diomongin menotis lagi.

"Jahatnya... Apa Akademi Alteia sesulit dan seketat itu dalam pemilihan murid?"

"Aku lebih terkejut kamu menyukai Nona Laviene. Apa karena dia cantik?"

"Dia memang cantik, namun tidak ada yang semanis Hellen. Apalagi saat dia memakai celemek pas memasak, manisnya nambah."

Watson melongo. Aiden berhenti berbicara. Hellen menatap tak mengerti. Sebenarnya Jeremy tidak bermaksud keceplosan, dia hanya lurus berkomentar. Duo sejoli yang bersangkutan canggung seketika.

"Kamu ketuanya, bukan?" Nasib baik ada Jeras yang mau mencairkan kecanggungan, memegang bahu Watson, berbinar-binar sarat akan harapan. "Tolong bantu aku. Temanku menghilang entah ke mana. Tidak ada yang mau membantuku."

"Maaf, Tuan, namun kami juga sedang menangani sebuah kasus. Kami belum bisa mengambil kasus lain, nanti tertumpuk." Watson menjawab datar. Bisa gawat otaknya dimasukkan masalah baru.

Di luar dugaan, Jeras berlutut di depan Watson, memegangi kedua telapak tangannya. Sungguh perbuatan yang membuat Watson tak nyaman.

"Kumohon, dia adalah sahabatku. Di saat aku terpuruk dia selalu ada untukku. Dia yang terbaik dibanding para sampah itu." Jeras menatap marah kru drama pentas.

"Apa yang terjadi pada teman Anda, Tuan?"

"Dunia melupakannya. Proyek drama musikal 'Romeo & Juliet' ini dicuri oleh mereka! Aku tidak bisa memaafkan tindakan para lalat itu!"

Menarik sih tapi tidak. Watson melepaskan pegangan Jeras, bersiteguh pada pendirian. "Maaf, Tuan Jeras, aku tidak bisa mengambil kasusmu..."

"Kalau tidak salah kamu menyukai Sherlock Holmes, kan?" Watson mengernyit demi melihat Jeras terburu-buru mengeluarkan ponselnya. "Sekretaris Je? Aku butuh bantuanmu. Bisakah kamu ke Inggris dan membelikan 12 jilid novel Holmes? Segera kirimkan begitu novelnya ada di tanganmu."

Telinga Watson tegak. 12 jilid buku Sherlock Holmes terbitan langsung dari Inggris?

"Terima kasih, Sekretaris Je." Jeras menutup panggilan, sekali lagi memohon. "Tolong... Kumohon tolong bantu temanku... Aku akan membayarmu dengan novel kesukaanmu."

Sedikit informasi, sebenarnya Watson tidak gembel-gembel amat. Salahkan dirinya yang tidak bisa berhemat dan memboros ratusan dolar. Beaufort yang jengkel dengan kejam membekukan ATM-nya.

Watson berkeringat. 12 buku Sherlock diberikan tanpa biaya sedikit pun. Dia hanya perlu membayar dengan menggunakan kepala. Mana mungkin dia menolaknya!

"Yosh, aku akan membantumu."

Aiden, Hellen, dan Jeremy menatap malas. Mudah sekali menyogok cowok itu.

-

"Anda sudah boleh berbicara, Tuan. Katakanlah apa yang ingin Anda sampaikan."

Jeras mendesah panjang. "Dulu, aku tidaklah sekaya sekarang. Butuh perjuangan untuk mendaki puncak teratas di kehidupan. Dalam menjalani naik-turun roda takdir, temanku selalu mendukungku. Namanya Reland Romeo Cromdor."

Deg! Jeremy berhenti mengunyah cemilan, meneguk saliva yang kering. Matanya bertatapan dengan manik Hellen, sama-sama syok.

Jadi begitu rupanya. Watson menghela napas singkat, sorot mata datar-serius. Ini sudah bukan kebetulan lagi. Semuanya terjawab.

Seperti yang dikatakan Hellen, pembunuh itu memburu. Dia mengejar kumpulan manusia yang bernama Romeo. Entah itu nama asli atau sekadar nama panggilan. Pelaku tampaknya memiliki obsesi/maniak terhadap kata 'Romeo'. Kasus ini makin menakjubkan.

Watson menutup novel pemberian Lora (menyempatkan diri mengangsur bacaan). "Apa teman-teman Anda melupakan semua tentang Pak Reland seakan dia tak pernah ada?"

Jeras mengangguk bingung. "Ya, benar. Kenapa kamu bisa tahu? Aku belum mengatakannya."

"Kasus yang kami investigasi saat ini mirip dengan insiden teman Anda, Pak. Seseorang bernama Romeo Grandham diculik kemudian keluarganya hilang ingatan."

"Oh, astaga..."

Akan tetapi, yang tidak Watson mengerti adalah motif. Dia yakin pelaku tidak menggunakan teknik hipnotis. Secara, dari yang Watson lihat bola mata mereka baik-baik saja dan memiliki kendali penuh atas kesadarannya. Tidak ada tanda-tanda terputus dari lobus frontal.

Watson mundur ke samping Hellen. "Apa ada korban sebelum Rokko?"

Hellen menggeleng. "Aku tidak tahu."

"Setelah aku sukses, Reland magang ke perusahaan kecil yang menyediakan jasa opera. Sayangnya industri ini bangkrut dan berada di titik penutupan. Atas permintaan Reland, aku pun berinvestasi dan menjalin kerjasama pada perusahaan itu. Teman Reland temanku juga, begitu prinsipku. Sekali lagi sangat disayangkan, semua ide pekerja ditolak. Tidak ada yang mau mengizinkan mereka membuka panggung.

"Berkat Reland lah mereka mendapatkan izin untuk mengadakan pentas. Reland mengusulkan supaya mengambil tema dongeng. Nama industri ini melangit drastis. Banyak penduduk, tamu dari distrik tetangga, berbondong-bondong menonton acara kami.

"Waktu demi waktu berlalu, penonton mulai bosan karena kami hanya memainkan dongeng-dongeng umum. Entah apa yang Reland pikirkan, dia ingin menggelar drama musikal ini. Dia yakin akan banyak yang menyukai pentas Romeo and Juliet.

"Dan mereka...! Mereka mengambil idenya! Mencuri ide Reland dan melupakan Reland. Bagaimana mungkin 70 karyawan amnesia mendadak? Aku bingung apa yang sebenarnya terjadi. Ini penghinaan. Ini masalah serius. Aku tidak tahu harus apa lagi."

Hellen dan Jeremy menunduk. Turut sedih.

Memang benar itu hal yang mustahil. Pertama, satu keluarga melupakan Romeo Grandham. Kedua, teman-teman kerja Reland Romeo menganggap dia tidak ada. Mungkinkah ini...

"Ng?" Aiden menoleh. "Dan, mau ke mana?"

"Memastikan sesuatu." Watson pergi mencari informasi pada salah satu kru pentas. "Permisi, aku ingin menanyakan suatu hal."

"Ada apa, Nak? Astaga! Para tamu dilarang ke belakang panggung! Kembalilah ke kursimu... Tunggu dulu! Kamu Watson Dan dari klub detektif Madoka?! Ya tuhan! Anakku penggemar beratmu. Apa yang kamu lakukan di Serene?"

"Kasus, Tuan. Maaf jika menyela, apa Anda tahu tentang Reland Romeo Cromdor? Saya dengar dia bekerja di sini dan sutradara di balik drama yang berlangsung."

Staf panggung paruh baya itu langsung memalingkan muka. "Aku tidak tahu siapa dia, Nak. Bukan hanya kamu yang menanyakan tentangnya hari ini. Kalau tidak ada lagi yang kamu tanyakan, silakan pergi."

Watson menahan lengan pria itu. Wajah datar. "Jam Anda... Itu keluaran terbaru. Bukan Anda yang membelinya, apa aku salah?"

"Nak, aku tahu siapa kamu. Alangkah baiknya kamu tunda penyelidikanmu dan nikmati operanya."

"Aku tahu ini terdengar kurang ajar... Tuan, kamu dari golongan tak mampu, kan? Aku bisa membaca profil Anda dari penampilan Anda."

Dia menepis tangan Watson, terkekeh miring. "Oh, jadi ini sifat aslimu? Kasar dan lancang. Publik selalu bisa menipu masyarakat."

Watson memasukkan kedua tangan ke saku, santai membiarkan staf itu melangkah pergi.

"Aku terkesan," celetuk Watson dingin. "Aktingmu brilian patut diberi penghargaan. Kenapa tidak mencoba mendaftar di dunia hiburan?"

"Apa maksudmu, Detektif Muda?"

"Entahlah. Coba tebak apa maksudku." Ekspresi Watson berubah masam. "Aku paling tidak suka orang munafik."

Apakah Watson sudah tahu kebenarannya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro