8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pukul sembilan malam, suasana Teater Kadakala memasuki puncaknya. Drama pentas 'Romeo & Juliet' mencapai konflik.

"Dengarkan kami dulu—"

"Quiet!" Watson memotong, sedikit meninggikan suara. "I fell asleep for ten hours and what the hell is going on here?"

Aiden, Hellen, dan Jeremy spontan menundukkan kepala. Waduh, marahnya orang pendiam mengerikan seperti yang dibicarakan.

Bertambah satu lagi penyesalan Hellen. Dia tidak tahu dosis obat tidur yang dibawa Watson sampai membuatnya pingsan selama 10 jam. Aduh, tahu 'gitu Hellen bawa kotak P3K miliknya.

"D-dan, tolong tenanglah..."

"Shut up. Or you want me use british to curve all of you?" Watson mendengus, mencoba terbaik mengendurkan kejengkelannya. Sudah pingsan dalam kurun waktu lama, tahu-tahu ketika bangun dikelilingi wartawan. Untung Dolok sukarela menangani kumpulan reporter itu.

Mereka bertiga diam. Mati kutu. Jarang-jarang lho Watson berang 'gini. Tampaknya ketidakmauan Watson terhadap diekspos publik lebih besar dari penyakit introvert-nya.

Detektif Pemurung itu mengembuskan napas panjang, menyeka wajah, menyetel ulang ekspresinya kembali ke raut datar. Tidak baik marah-marah. "Jadi, apa yang kalian dapatkan?"

Mereka bertiga masih diam.

"Kenapa diam, huh? Aku bertanya padamu Aiden, Bari. Apa yang kalian temukan di kediaman baru keluarga korban?"

"Eh, apa kami sudah diizinkan bicara? Tapi nanti kamu marah lagi."

Watson menepuk dahi.

"Mereka tidak mengenal Romeo Grandham, Dan. Aku yakin keluarga korban dihipnotis. Level tertinggi teknik hipnotis yang melampaui kakakku dan Mupsi."

"Ini terakhir kali aku mengatakannya, jadi  pasang telinga kalian baik-baik. Keluarga Romeo Grandham tidak dipengaruhi hipnotis atau iming-iming sekte dukun apalah itu segala macam." Watson menjelaskan dengan greget.

"Lalu bagaimana kamu menjelaskan kenapa Romeo Grandham terhapus dari ingatan keluarganya sendiri?" Jeremy juga greget, berusaha menahan emosi. "Apa kamu ingin bilang mereka sekeluarga dimantrai sihir pelupa?"

"Tidak ada yang namanya sihir, Bari. Kata itu hanyalah tabu. Dongeng anak-anak."

Jeremy menatap Aiden, pandangan menggoda. "Tuh, kan. Pangeranmu akan menolak keras gagasanmu."

Aiden menggelembung kesal. "Heh, Dan! Kalau kamu menolak mereka dihipnotis, lantas tidak menemukan definisi saintifik, salahkah aku mulai berpikir hal gaib? Kita tidak benar-benar tahu dunia sihir nyata atau sekadar omong kosong."

"Lucu, Aiden. Apa kamu mau membalikkan ilmu pengetahuan? Jika dunia khayalanmu itu ada, aku bersumpah akan memilih sains daripada menyihir. Tidak ada yang lebih baik ketimbang pengetahuan."

Kedua pipi Aiden sudah merah. Bukan tersipu namun marah. "Ish! Dan jahat! Kan tidak ada salahnya mendukung teoriku sesekali! Dan menyebalkannn!!!"

Watson merotasikan bola matanya jengah, membuka kenop pintu mobil, hendak turun. Pikirannya kalut memikirkan semua kemungkinan.

Bruk! Seorang anak kecil tidak melihat jalan, menabrak Watson dan terjerembap jatuh.

"Ah, kamu tidak apa-apa, Dik?" Watson buru-buru jongkok mengulurkan tangan. "Maaf, aku tidak—"

"Hei." Seseorang berhawa berat menceletuk, menapakkan kakinya ke hadapan Watson.

Watson merasa pencahayaan di depannya terhalangi sesuatu. Mendongakkan kepala, seorang pria pekerja kantoran berdiri menatap tajam. Oh astaga, firasat Watson buruk.

"Apa yang kamu lakukan pada Kapten kami, Remaja Ingusan?"

Watson mengernyit. "Kapten apanya—"

Salah satu dari rombongan itu mencegat langkah Watson dari belakang, menahan kedua tangannya. "Kapten, mungkin saja orang ini mata-mata Woodzn. Kita harus memeriksanya."

Anak kecil yang menabrak Watson meringis malu. "Ya ampun! Mangto, Tobi, apa yang kalian lakukan? Aduh..."

Oke, Watson sudah muak.

"Permisi, aku sedang tidak dalam mood baik. Aku tidak tahu siapa kalian, atau apa tujuan kalian. Bisakah kalian membebaskanku?" Watson berkata datar. "Dan kamu yang di belakang, tenagamu menyakiti tanganku."

"Kami tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja. Mana tahu kamu ada hubungan dengan Woodzn." Pria kantor di depan Watson melarang rekannya melepaskan tangan Watson. "Kapten, apa perintahmu—"

Plak! Plak! Anak itu melompat, memukul kepala si pria kantor dan orang yang memegang Watson menggunakan koran.

"Aku sudah bilang salah paham! Berhenti membuatku malu di kota orang dong!" bentak anak itu bersungut-sungut. "Castle, apakah tujuan kita masih jauh?"

"Sekitar setengah jam perjalanan lagi, Kapten. Kita hampir sampai."

"Baiklah, mari kita lanjutkan. Aku ingin secepatnya menganti komputerku, pulang, dan mulai ngegame!"

Lalu mereka berdelapan pun beranjak meninggalkan Watson tanpa meminta maaf.

"Kenapa hari ini sangat menyebalkan?"

"Watson tunggu!" Jeremy menyusul langkah pemilik nama. "Ada yang belum kukatakan."

"Apaan?"

"Ini tentang Karala Karoztya. Tadi saat kamu tidur, Lora menelepon. Dia bilang... Kara juga melupakan tentang temannya Romeo Grandham. Sama seperti yang terjadi pada keluarga korban."

Alis Watson bertaut. Kasus ini semakin melebar ke arah tak menentu.

"Sudah kuduga memang kamu Watson."

"Hmm?" Watson menoleh.

Jeremy mematung tegang di tempat, cegukan. Idolanya, Clemmie Watson, berdiri tepat di depannya. Oh astaga! Ini sebuah keberuntungan besar.

"Lama tak berjumpa, Watson Dan."

Watson menatap datar. Berbanding terbalik dengan Jeremy di sebelahnya, berseru tertahan.

"Siapa kamu ini?"

Clemmie memejamkan mata. "Aku maklum kamu tidak mengingatku. Kejadiannya sudah lama." Dia mendekat ke Watson, berbisik, "Beasiswa Akademi Alteia."

Watson tersentak. "Mungkinkah kamu...?"

"Eh, sepertinya terjadi keributan." Hellen menceletuk—sebenarnya membantu Aiden supaya Clemmie jauh-jauh dari Watson.

Benar. Di balik panggung pentas, seorang pria berjas hitam menyerbu para antek-antek drama pertunjukan, berseru-seru marah. Tampaknya beliau adalah penanggung jawab drama 'Romeo & Juliet' yang ditampilkan.

"Ada apa di sana? Ayo kita cek."

Seruan itu kian menjadi-jadi kala Klub Detektif Madoka mendatangi area untuk para staf pentas. Pria itu berteriak marah pada para penata panggung.

"Bisa-bisanya kalian mencuri ide teman kalian sendiri dan melupakannya?! Aku tidak bisa menerima penghinaan ini!"

"Kami sudah bilang, kami tidak kenal siapa yang kamu maksud Jeras! Jangan merusak acara besar ini!"

"Apa? Lalu kalian pikir aku gila? Kalian adalah kumpulan teman brengsek. Aku tak bisa membiarkan ini. Aku akan melapor—"

"Jeras, pikirkanlah baik-baik siapa posisi tersudut di antara kita. Berhenti memperkeruh keadaan."

"Apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?! Kepala kalian terbentur? Kenapa tega melakukan ini padaku dan... Ng?" Jeras menangkap pergerakan aneh di kotak-kotak Beamlight.

Watson, Aiden, Hellen, dan Jeremy saling dorong-dorongan. Saling menginjak, saling sikut, saling melotot.

"Aiden, kamu menekan bahuku terlalu kuat."

"Bahumu kaku, Dan. Sini aku pijat."

Watson malah kesenangan. "Ya, benar. Di sana Aiden. Ukh, itu enak." (Sudah lama tidak dipijat).

"Pindahkan kakimu, Hellen. Kamu menyentuh Excalibur-ku..."

Plak! Sebuah tamparan melayang ke pipi Jeremy. Hellen bersemu merah. "S-sembarangan! Leluconmu tidak lucu!"

Jeras tiba di sana lantas mengintip tempat persembunyian mereka. Klub detektif Madoka sontak menoleh.

Ah, mereka ketahuan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro