7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ini peringatan.

Hellen tahu penyerangan ini adalah peringatan untuknya agar tidak berurusan dengan Romeo Grandham. Atau tidak dia akan melukai Jeremy.

Oleh karena itu, Klub Detektif Madoka tidak boleh terlibat. Hellen sendiri lah yang akan menangkap pembunuh Rokko dan melemparnya ke penjara.

Jeremy bisa dikelabui dengan mudah. Aiden lebih-lebih, tinggal disuap asupan.

Masalah terbesarnya adalah Watson. Dia yang paling berbahaya. Hellen tak yakin bisa mengakali cowok itu. Watson tidak punya celah lalai sedikit pun, selalu memperhatikan sekeliling. Hellen perlu situasi dimana hanya ada dia dan Watson.

Mendapatkan momentum yang pas, Hellen berhasil mencuri obat tidur di dalam tas Watson, berpura-pura masih pingsan sementara tangannya menyiapkan jarum.

Kelemahan Watson adalah memikatnya dengan kasus. Hellen tidak sembarang menceritakan kematian Rokko, dia mengatakan yang sebenarnya. Selagi perhatian Watson teralihkan, itulah saatnya membuatnya tidur.

"Ouch." Watson merasakan pedih menjalar di punggung tangan, menatap Hellen tak percaya. "Seriously?"

"Aku minta maaf, Watson, namun aku harus menyelesaikannya sendiri. Aku tidak mau kalian terluka, terutama Jeremy. Aku berhutang banyak padanya."

"Kamu tidak bisa menanganinya seorang diri, Stern. Lawanmu pembunuh, dan kutebak dia seorang maniak."

"Aku tidak mau kamu ikut campur, Wat!" Hellen mengeram. "Kamu menginginkan musim gugur yang damai, kan? Akan kuberikan itu padamu. Lagian kamu bukan tipe yang pedulian. Jadi berhenti mempertahankan pencitraan karaktermu."

"Stern." Watson jelas tersinggung. "Kamu tidak salah karena kamu menilai baik kepribadianku. Tetapi, kamu temanku. Aku tidak bisa berpangku tangan terhadap kasus yang seserius ini. Aku akan menolongmu."

"Aku tak butuh bantuanmu, Watson. Ini masalahku. Harus aku yang mengakhirinya."

"Aku tidak mau menyombong, namun aku berpengalaman sekarat berkali-kali. Kamu hanya perlu mengkhawatirkan Bari dan Aiden. Aku sudah terlanjur mengambil kasus Romeo Grandham. Kamu tidak bisa menghentikannya. Bekerja sama lah."

"Kenapa kamu tidak mengerti juga, Watson?! Aku tidak mau kalian terkena imbasnya."

"Aku tidak tahu apa masalahnya... Yang jelas sekarang aku mengantuk... Anggap ini hutang telah membuatmu pingsan..."

Dan Watson pun terlengar.

Hellen menendang bangku depan, menggigit bibir. Dia tidak bisa melarikan diri. Watson mencegahnya mengurus kasus Rokko sendirian.

-

"Ada apa dengan Dan? Dia belum mulai beranalisis lho, kenapa sudah tidur? Aku curiga narkolepsi-nya memburuk."

Hellen membuka mulut, mendesah, mengangkat bahu dan menggelengkan kepala. Tidak bijak menceritakan perselisihan tadi. Biarkan jadi rahasia mereka berdua.

"Apa yang kalian dapatkan?"

"Mereka tidak ingat. Benar-benar tidak mengingat punya putra. Romeo Grandham terhapus dari memori keluarganya secara ajaib. Ah, aku tidak percaya sihir."

Aiden menoleh. "Aku percaya sihir."

"Tidak ada yang namanya sihir, Aiden. Yang ada cuma teknologi, ilmuwan, dan eksperimen biologi. Dunia terlalu canggih untuk mempercayai takhayul."

"Kamu lama-kelamaan mirip Dan deh. Menyangkal hal-hal berbau mistis. Siapa tahu dunia paralel itu betulan ada."

Jeremy mengernyit. "Kamu terpengaruh karena menonton Spider-Man yang tayang minggu lalu? Astaga, Aiden! Polos ada batasnya. Itu hanya film. Settingan dan efek dari kamera. Mereka berakting."

"Heh, suka-suka aku dong percaya atau tidak. Bagaimana kalau sihir itu nyata?" Aiden berkacak pinggang, sebal Jeremy mengejeknya.

"Jika nyata, profesimu tinggal kenangan. Tidak ada lagi detektif. Hanya ada penyihir terbang memakai sapu lidi dan mantra. Ilmuwan, para mahasiswa berprestasi, semuanya tidak berguna lagi. Lalu pangeranmu jadi pengangguran seumur hidup." Jeremy menjawab ketus, menunjuk Watson yang tidur.

"Oke, aku tak percaya sihir."

Hellen dan Jeremy bersitatap. Semudah itu? Ya begitulah kalau taruhannya Watson. Dasar.

"Cukup! Kita membahas Romeo Grandham, bukan khayalan fantasi. Tidak mungkin mereka sekeluarga lupa begitu saja tentang Grandham. Aku yakin ini hipnotis yang kuat dibanding Mupsi."

"Tidak, Aiden. Watson sudah bilang bahwa yang menimpa mereka bukan hipnotis melainkan sesuatu yang lain. Aku percaya perhitungannya."

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Menunggu Dan bangun?"

"Tidak ada rencana yang lebih baik. Kita tunggu Watson supaya dia memberi arahan lanjutan."

"Mari kita ringankan pekerjaan Watson." Aiden dan Jeremy menoleh ke Hellen. "Kita pergi ke Teater Kadakala. Aku yakin tempat itu tujuan Watson berikutnya."

-

Klub Detektif Madoka memerlukan waktu lima jam untuk sampai ke Teater Kadakala, sebegitu jauhnya dari kediaman baru Grandham. Sesampainya di sana, puluhan mobil dan wartawan berjiran di halaman bangunan teater.

Firasat Watson terkadang membuat Aiden, Hellen, dan Jeremy merinding. Dia menebaknya dengan sangat akurat mengenai detektif terkenal akan mendatangi Kota Serene.

"Oh, Tuhanku." Jeremy menutup mulut. Matanya berbinar-binar. "Bukankah itu Clemmie Watson Laviene? Terberkatilah aku. Dia berada di tanah yang sama denganku!"

"Siapa itu? Orang yang kamu kenal?"

"Kamu tidak kenal dia?!" Bahkan Hellen pun sama kagumnya dengan Jeremy. "Dia detektif ternama dari Kota Togloga, Aiden. Kota terbesar ketiga di negara ini. Kami ngefans sama dia!"

Aiden mendengus. "Aku tidak peduli! Kenapa namanya sama dengan Dan?" tanyanya masam. Tersirat nada tidak terima.

"Ayolah, Aiden, bukan Watson sendiri yang mempunyai nama Watson. Ada banyak Watson lain di dunia. Jangan cemburu. Lagian Watson yang di sana perempuan. Kamu mau belok?"

Aiden membuang muka, menatap kecamuk kerumunan di teater. "Tapi yah, di sana ramai sekali. Apa kita akan turun? Aku terbiasa di depan kamera sih, namun kalau seramai ini, aku tidak pede. Dan juga belum bangun."

Hening sejenak di mobil.

"Dengar," Aiden mengembuskan napas. "Kita tidak bisa mempublikasikan Dan di depan massa. Kita harus menyembunyikannya. Dia tidak boleh sampai terlihat oleh kamera. Dan adalah kartu AS kita. Aku tidak ingin membayangkan apa yang terjadi kalau mereka semua tahu ada detektif New York di sini."

"Aiden, coba lihat sekelilingmu. Terlalu banyak wartawan! Ini seperti berada di kepungan buaya." Oh, tidak. Jeremy dilanda serangan panik.

"Jeri, Jeri, hei Jeri." Hellen mengusap-usap bahu Jeremy. "Rileks. Tarik napas, buang perlahan."

Jeremy mengikuti instruksi Hellen. Sedetik kemudian melotot. "Hei! Jangan panggil aku dengan nama itu! Kita sudah sepakat."

Hellen cengengesan. "Habisnya... Eh, aku punya usul. Bagaimana kalau kita lewat belakang saja? Kita tidak perlu duduk di bagian depan kan. Toh, tujuan kita bukan menonton drama musikal."

"Boleh juga idemu, Hellen. Pak Dolok, segera putar mobil ke belakang gedung."

Drrt! Drrt!

"Ng?" Jeremy melihat ponsel Watson berbunyi. Panggilan dari klien mereka, Lora. Tanpa basa-basi dia menekan tombol hijau. "Ya, halo?"

"Kalian ada di mana?!"

Jeremy saling tatap dengan Aiden dan Hellen, berkeringat dingin. Suara Lora kedengaran kacau. "Kami di Teater Kadakala. Apa ada masalah?"

"Ada yang ganjil dengan Kara!"

Hellen tiba-tiba tersentak, memperhatikan sekeliling. Setengah kelompok wartawan yang sibuk memotret Clemmie menghilang.

"Memangnya apa yang salah dengan Kara?" Aiden bertanya serius, menatap Watson yang tidur nyenyak.

"Err, teman-teman..." Hellen pucat.

"Dia juga tidak ingat Romeo Grandham!"

Jeremy terlonjak demi memandangi mobil yang mereka naiki kini dikerumuni wartawan. Keberadaan mereka berempat diketahui.

"BUKANKAH KALIAN KLUB DETEKTIF MADOKA?! APA YANG KALIAN LAKUKAN DI SERENE?!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro