3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku hendak ke Kota Serene." Watson berkata pendek, sudah selesai beres-beres.

"Kasus baru lagi? Tak ada habis-habisnya." Beaufort menutup koran bacaan. "Pergilah, asal kamu membawa ini." Beliau memberikan sebuah benda mini yang berkedip-kedip.

"Apaan nih?" Watson seenak jidat mengotak-atik. Biasa, suka penasaran.

"GPS. Kamu pencet tombolnya, maka akan tersambung ke hapeku."

Watson menolak. "Tak butuh."

"Kalau begitu kemarikan ponselmu." Beaufort mencari cara lain. Watson yang patuh menyerahkan handphonenya. "Nah, sekarang posisimu terlacak."

Watson melotot kesal. "Paman, aku tak suka diawasi."

"Apa kamu mau dimasukkan ke koper dan dibuang ke laut lagi, huh? Pedulilah sedikit dengan keselamatanmu, Watson. Atau kamu mau aku melapor pada Noelle agar dia memarahimu?"

"Ya sudahlah." Watson mendengus, memasukkan ponsel ke tas (tak mau berurusan dengan tante yang protektif). Kini tangannya menampung.

"Mana jajanku?"

-

Ternyata Watson terlalu cepat datang. Tidak ada batang hidung Aiden, Hellen, dan Jeremy di ruang klub. Watson mengangkat bahu, duduk santai di kursi. Hehehe, tidak ada salahnya mulai membaca novel kemarin.

Begitu Watson mulai membuka segel novel, pintu diketuk. Ck, sial! Paling tidak biarkan dia menghirup sampul novel sakti dulu dong!

"Siapa kamu?" tanya Watson. Pasalnya yang mengetuk adalah seorang perempuan berambut hijau pekat. Bahkan warna maniknya senada. Watson belum pernah melihat gadis ini, seragam sekolahnya juga asing.

"Namaku Terra. Aku ingin minta bantuanmu."

Hah, apa? Alis Watson terangkat. Terra? Apa itu sebuah nama? Terdengar aneh.

"Maafkan aku, tapi kami sudah menerima permohonan klien dan sekarang ingin pergi ke TKP." Watson menolak sehalus mungkin.

"Ah, begitu ya... Maaf mengganggu. Aku permisi dulu," katanya sopan. Lalu dia bermonolog. "Seharusnya aku mendengarkan Kenanga. Untuk apa membawa-bawa detektif ke masalah gaib ini? Aku benar-benar bodoh. Mending mampir ke rumah Neith."

Watson yakin dahinya terlipat saat ini. Kenanga? Neith? Kenapa gadis itu menyebutkan nama bunga dan kosakata Mesir? Aneh-aneh saja.

Skip time.

Yang akan menyetir sekaligus mengawal Klub Detektif Madoka ke Serene adalah Dolok, kepala pelayan keluarga Eldwers. Awalnya Watson khawatir (mengapa kakek-kakek menjadi pengawal) namun keraguannya lenyap merasakan sesuatu tertanam di jiwa Dolok. Dia bukan kakek biasa.

"Tasmu besar sekali, Aiden. Kamu bawa apa saja sih?" Jeremy bertanya. Tidak ada salahnya mengisi waktu dengan bercakap-cakap.

"Tentu saja alat perkakas rambutku. Selalu tampil beda setiap hari, kamu lupa motoku?" Aiden menjawabnya dengan percaya diri. Ngomong-ngomong, jenis rambutnya hari ini adalah half up half down dan memakai scrunchie renda berwarna merah.

Watson memperhatikan Hellen yang sibuk celingak-celinguk mengawasi lingkungan sekitar lewat celah buku novel. "Stern," Watson menghentikan aktivitas membacanya. "Apa ini tentang penguntit yang mengganggumu?"

Hellen cengengesan. "Kamu tahu hari ini hari selasa, Watson. Aku harus menyamar."

"Aku penasaran, sejak kapan penguntit itu membuntutimu? Maksudku, kenapa kamu takut melapor?" tanya Watson lagi.

"Karena tidak ada yang percaya." Jeremy yang menjawab. Wajahnya serius bercampur masam. "Para polisi tidak percaya ada yang mau mengikuti seseorang sejak kecil. Terlebih, Penguntit Monokrom hanya muncul di depan Hellen, kemudian menghilang tanpa jejak. Bagaimana mereka mau membantu?"

"Sejak kecil?" Aiden mengernyit. "Kenapa kamu tahu sedetail itu, Jer?"

"Well," Jeremy malu-malu kucing. Menggaruk pipi. "Aku dan Hellen kan sudah kenalan 12 tahun lalu. Kami teman masa kecil. Begitulah."

"Wah, aku tak menduganya..." Watson terkejut. Tapi tolonglah, mukanya tidak terlihat seperti orang yang kaget. Jeremy ingin menghajar Watson sekali lagi andai tidak ada Aiden di sebelahnya.

Akhirnya mobil tumpangan datang juga. Dolok bergegas turun. "Maaf terlambat, Nona Muda. Terjebak macet. Barang-barang sudah ada di bagasi. Kita bisa langsung berangkat."

Aiden mengangguk. "Ayo masuk, teman-teman! Tujuan kita Kota Serene!"

-

"Bagaimana menurutmu, Dan?"

Watson menghentikan gerakannya yang ingin membalikkan halaman ke-100. "Apanya?"

"Soal Romeo Grandham. Bagaimana bisa keluarganya melupakan dirinya? Bagaimana bisa tentangnya terlupakan? Apa ini jangan-jangan teknik hipnotis..."

"Aku keberatan kalau kamu menyebutnya hipnotis," ucap Watson meletakkan kertas pembatas. Memasang kembali segelnya dengan hati-hati.

Jeremy yang melihat Watson super berlebihan, terbesit ide iseng di otaknya. Dia nekat melipat lembar halaman novel.

Bugh! Pukulan maut menghantam pipi Jeremy.

Dolok berkeringat menonton pertengkaran lewat kaca spion, memilih fokus menyetir. Pura-pura tidak lihat saja lah!

Yang melepas bogeman bukanlah Aiden, tetapi Watson sendiri. Jeremy menyentuh pipinya. "Kamu bilang kamu tak bisa berkelahi, tetapi apa-apaan pukulanmu?"

"Aku tak pernah bermain-main jika ada yang merusak barang pusakaku. Ingatlah itu."

Jeremy merengek lebay, tidur di pangkuan Hellen. "Huwa! Huwa! Abang Watson jahat! Dia pukul aku! Hellen, mantranya dong..."

Hellen sukarela puk-puk-puk kepala Jeremy. "Yosh, yosh. Tidak apa. Sakit-sakit pergilah."

Apa-apaan mereka berdua? Bulu romaku berdiri semua hiy! Watson memasukkan novel kesayangan ke dalam tas. Tak ada yang boleh menyentuhnya!

Kembali ke topik.

"Jadi, Watson, apa pendapatmu tentang korban? Tidak mungkin keluarganya melupakannya begitu saja." Hellen bertanya.

"Yah, tidak ada salahnya menebak-nebak. Kurasa ini Taktik Sugesti. Tapi aku tidak sepenuhnya yakin, bisa saja keliru."

[Note : Taktik Sugesti, menggunakan kegelisahan yang bersangkutan untuk mematikan kemampuannya dalam berpikir jernih.]

"Kenapa kamu berpikir demikian?"

"Mereka bertiga dari keluarga miskin, kan? Coba kita anggap dia diculik, lalu penculik meminta uang tebusan namun keluarga korban tidak bisa memberikan apa-apa. Bisa saja mereka lepas tangan terhadap Romeo..."  Menyebut nama itu membuatnya geli. Dia tidak suka kisah Romeo-Juliet.

Tunggu dulu! Romeo dan Juliet?

Watson menoleh cepat ke Hellen. "Kamu bawa surat permohonan kemarin kan, Stern?"

"I-iya. Aku membawanya untuk jaga-jaga. Surat tentang insiden misterius di sebuah opera terkenal dan pemburuan harta karun."

Watson tidak langsung membuka isi amplop, namun membaca alamat surat. "Sudah kuduga, kedua permohonan kasus ini berasal dari Serene. Bahkan tanggalnya beda tipis."

"A-apa artinya ini, Dan?"

"Artinya ada peristiwa besar sedang terjadi di kota itu sampai-sampai membutuhkan tenaga detektif. Firasatku tidak enak." Air muka Watson berubah lesu.

"Tidak enak kenapa?"

"Aku yakin ada bejibun detektif di sana. Pertunjukan analisis besar-besaran. Ah, sial. Tahu 'gini aku tidak usah terima permintaan Lora. Mending berdiam di Moufrobi." Watson menyurukkan kepalanya di tudung jaket, mengumpat dalam hati.

"Lho, kalau begitu kesempatan kita buat besarin nama klub detektif Madoka dong!" Aiden tak berotak malah memekik senang.

"Kamu ngomongnya enak, Aiden."

Hellen hanya terkekeh. Ketika mobil yang mereka naiki melewati persimpangan jalan raya, dia tersentak, refleks menoleh. Rasanya ada seseorang berjaket kuning berdiri sendirian di zebra cross.

"Ada apa, Hellen?" Jeremy bertanya.

"A-ah, tidak. Kurasa aku salah lihat." Hellen mengusap leher. Mungkin hanya perasaannya saja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro