12* War Rehearsal (I)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku menepuk-nepuk sampul buku itu. Rinvi tidak berniat membersihkannya sama sekali. Senyumku kembang. Aku selesai meniup debu-debu yang menempel. Buku itu terlihat lebih bagus ketimbang beberapa menit lalu. Dicetak menggunakan metode emboss yang mana huruf-hurufnya keluar alias timbul.

Semua Hal yang Harus Kau Tahu Tentang Klan Penyihir. Aku mengangguk, beralih membuka halaman pertama. Kertasnya sudah dimakan jamur. Tapi tidak apa, masih bisa dibaca.

Klan Penyihir terbang menggunakan sapu lidi dan identik sama mantra serta ramuan. Siapa yang tidak tahu itu? Separuh manusia Bumi pasti menonton Harry Potter. Aku bahkan rewatch berkali-kali namun tak pernah bosan.

... Beberapa penyihir mampu menggunakan sihir tanpa membutuhkan tongkat. Mereka tergolong penyihir istimewa dengan Mana yang sangat berkualitas. Hanya seratusan penyihir yang bisa menyihir tanpa tongkat ...

Aku terus membaca sambil rebahan. Entah kenapa buku tentang kisah penyihir lebih menyenangkan untuk dibaca daripada buku materi pelajaran sekolah. Membosankan sih.

... Terdapat 5 tipe penyihir: Penyihir Air, Penyihir Api, Penyihir Tanah, Penyihir Angin, dan Penyihir Elektro. Baru-baru ini telah ditambahkan Penyihir Es dan Penyihir Pelangi.

... Para penyihir elemen tidak butuh mengonsumsi Mana dalam melakukan sihir spesialis mereka karena itu sudah menjadi jurus andalan penyihir yang bersangkutan ...

Aku menukar posisi rebahanku menjadi tengkurap. Buku List of All Potencia menulis kalau kekuatan Kala adalah angin. Apa dia penyihir tipe angin? Kukira dia penyihir es. Kepribadiannya mencerminkan kutub utara.

Buku ini menarik sekali. Siapa sih yang buat? Apa seorang akademisi di Klan Penyihir? Aku jadi ingin ke sana... Tapi tidak ah. Aku lebih menyukai jati diriku sebagai seorang peri. Sayap lebih bagus daripada sapu terbang.

"Verdandi?" Hah?! Suara dingin ini...!

Alamak! Aku menumbuhkan rumpun rumput di depanku, menaruh dengan cepat buku itu sebelum Kala benar-benar mendekatiku, merapikan rambut yang tidak kusut. "Hai, Kala. Sering banget kita ketemu di sini." Aku tidak ingin terciduk penasaran tentangnya.

"Kau suka sekali bermain sendiri."

"Kan ada penyihir penanggung jawabku." Aku menyengir, watados. Tahu-tahu deretan kalimat ini menjadi slogan favoritku. Toh, aku benar kan? Kala selalu di sini. Kalau aku dalam bahaya, pasti dia menolongku... Kan? Aku harus sedikit percaya dengan pria apatis ini.

"Aku juga punya kesibukan."

"Kalau kau sibuk, ngapain kemari?"

Kala terdiam. Aku terkekeh puas melihat dia tidak bisa membantah. Itu berarti benar dong dia kemari untuk... mengawasi... aku? BLUSH! Sadar aku tertampar oleh kalimatku sendiri, mukaku merona. Hah?! Dia kemari karena—

"Ada apa? Kau demam?"

"T-tidak kok," elakku kagok. Sial. Kenapa aku jadi salah tingkah dengan kalimatku sendiri sih? Aku menggelengkan kepala, mengusir rasa malu, lalu menoleh ke sana-sini guna memastikan tidak ada peri selain kami. "Eh, Kala, kau penyihir tipe apa?" tanyaku sangat pelan.

"Kau sudah melihatnya, kan?"

"Tapi waktu itu kau terkejut saat buku List of All Potencia menulis nama kekuatanmu!"

"Aku pikir buku itu akan menulis sesuatu berbau sihir, jadi aku khawatir." Mengatakan khawatir dengan nada datar begitu... Betapa parahnya.

Aku ber-oh singkat. Sulit juga sepertinya merahasiakan jati diri dan menahan kekuatan. "Kau betulan Penyihir Angin?"

"Itu tidak penting." Kambuh lagi dinginnya.

Terompet yang biasa dibunyikan ketika Blackfuror menyerang, kali ini bunyinya terdengar berbeda. Aku beranjak bangun.

"Seluruh murid diharapkan berkumpul di halaman. Ada pengumuman yang hendak disampaikan oleh Wakil Pemimpin Fairyda."

Pengumuman? Ada apa ya kira-kira.

*

Terakhir kali aku melihat sosok Wakil Siofra adalah mengunjungi Aula Putih. Kemampuan beliau masih dicari tahu. Rissa mendengar rumor bahwa guru-guru jarang mengeluarkan kekuatan. Lebih mengandalkan pedang.

Aku menyetujui itu. Sudah hampir sebulan aku tinggal di akademi ini, tak ada satu pun guru yang terekspos kekuatannya. Madam Allura pun hanya sebatas menenangkan Rumah-ku.

"Peri-periku, kita semua, Fairyda dalam perkara yang pelik. Di saat jumlah pasukan Blackfuror bertambah, pertahanan kita justru melemah. Persentase peri yang diculik meningkat. Kita tidak boleh terus diam. Kita harus melindungi tempat tinggal dan teman-teman kita. Kita harus berkembang."

Parnox pun naik ke mimbar. "Maka dari itu atas usulan Master Wodah, acara Gladi Perang resmi dibuka. Aku sudah meminta izin dari Pimpinan dan beliau menyetujuinya. Kalian akan melawan peri kelas Adept yang kekuatannya cukup setara dengan guru. Yang boleh mengikuti acara ini hanyalah Senior dan Supreme. Kami tak bisa mengambil risiko memperbolehkan Medium ikut serta karena kami tidak menginginkan kecelakaan tak perlu. Sekian pengumumannya. Silakan bubar dan tunggu pembagian lawan besok hari."

Ukh... Kami harus melawan Adept? Apa ini akan baik-baik saja? Belum ada apa-apa aku sudah merinding takut membayangkan siapa yang akan aku lawan nantinya. Mereka pro!

"Sepertinya Sebille tidak bisa ikut acara deh. Kekuatannya kan pasif, tidak berwujud. Kan tidak lucu pertarungan diisi oleh tangisan."

Aku mengangguk. Rissa benar.

"Puh! Padahal aku mau pamer supaya Parnox memperhatikanku. Kenapa aku mendapatkan kekuatan yang payah sih? Hiks..."

Aduh! Aku dan Rissa saling tatap, buru-buru menghiburnya. Kami tidak mau menangis di hari yang cerah ini. "Jangan meremehkan kekuatanmu, Sebille. Harusnya kau senang memiliki kemampuan walau tidak seberapa. Kau lihat kan betapa putus asanya Blackfuror karena mereka tidak memiliki kekuatan?"

"Tapi aku ingin berguna juga..."

"Siapa bilang kau tak berguna? Kalau ada peri Blackfuror yang menyerangmu, kau tinggal menangis dan dia takkan jadi menyerangmu. Bukankah itu kedengaran bagus?"

"Benarkah?" Dilihat dari wajah Sebille yang berubah cemerlang, sepertinya dia tidak jadi menangis. Sebille tersenyum. "Terima kasih! Aku senang punya kalian, Dandi, Rissa."

"Kami juga, Sebille. Kita kan teman."

Boff!! Bunyi kayak suara kentut itu mengganggu kesenangan kami. Aku menoleh, menatap kesal. Seketika terdiam. Sebille lebih-lebih, terperanjat kaget. Kami tak pernah menduga Parnox mendatangi kami.

"Mau apa, heh?" Aku memelototinya.

"Aku ingin meminjam temanmu," katanya to the point, menunjuk Sebille yang tersentak.

Aku dan Rissa menghadangnya, menatap waspada. "Tak boleh. Kenapa kami harus membiarkan kau membawa Sebille, hah?"

"Pohon Neraida mulai melemah. Air mata Unicorn Bertanduk Emas di Klan Druid bisa memulihkannya sementara waktu. Tapi hewan itu, sangat susah dibuat menangis. Jadi aku butuh kekuatan temanmu. Ini penting."

"Iyakah?" Aku memicing curiga. Njir, ada unicorn di sini? Isekai memang beda! Lain dengan isi hatiku.

"Kau tak perlu khawatir. Aku laki-laki terhormat. Temanmu takkan kuapa-apakan. Jika terjadi sesuatu pada Pohon Neraida," Parnox berdiri di depanku, menatap nyalang. "Apa kalian mau tanggung jawab, hmm?"

Nyaliku dan Rissa ciut, mendorong Sebille kepada Parnox. "Tentu saja boleh, Ketua! Kami tidak dapat terbang kalau Pohon Neraida berhenti berfungsi, kan? Mana bisa kami biarkan itu terjadi. Ya, kan? Ya, kan?"

"Kalian...!" Sebille sudah memerah malu.

Parnox mengulurkan tangannya. Kalau mau berteleportasi dengan orang lain, dia harus memegang tangan orang itu. "Keberatan?"

Menelan ludah, Sebille sangsi menerimanya. "I-ini semua demi Pohon Neraida. Aku tak keberatan," ucapnya patah-patah.

Boff!! Mereka pun menghilang.

"Dalam hati, Sebille pasti memekik senang. Bisa berduaan dengan doi. Beruntungnya."

Aku tertawa mendengar celetukan Rissa.

*

Senandungan ria melantun. Aku terbang gontai di taman samping sekolah. Kalau aku ke tempat favoritku, pasti ada Kala di sana. Aku canggung bertemu dengannya karena malu tadi. Tak pernah aku salting seperti itu.

Mekarlah. Aku menumbuhkan bunga-bunga hias yang kelopaknya belum terbuka. Aku sudah leluasa menggunakan kekuatanku. Aku takkan membuat kesalahan seperti saat menghancurkan Lembah Koilos. Nasib baik aku tak didenda atau diberi hukuman.

"Verdandi!" Oh, ada Sina bersama Linda di taman ini. "Sudah lama tak berjumpa. Err, kurasa tidak juga. Kemarin atau lusa lalu, ya?"

"Kalian sedang apa?" tanyaku di posisi sama, diam di tanah. Peri tak selalu terbang. Sayap punya batas energi layaknya baterai ponsel.

"Berlatih, tentu saja. Besok acara Simulasi Perang dimulai. Katanya kekuatan-kekuatan peri kelas Adept setara guru. Apa kau tidak berdebar?! Itu pasti akan sangat menantang!"

"Kau terlalu cepat riang, Sina. Ini boleh jadi berbahaya. Kau ini." Linda geleng-geleng kepala. Sina adalah peri berkepribadian unik. Selalu termotivasi dengan hal-hal baru.

"Semangat untuk besok, Verdandi!"

"Ya," jawabku melambaikan tangan. Sina dan Linda hendak melanjutkan latihan mereka.

Haruskah aku juga berlatih? Aku paling jelek perihal keberuntungan. Siapa tahu lawanku berkekuatan mengerikan. Hiy! Aku tak boleh buang-buang waktu. Aku akan latihan!

Malamnya, pintu kamarku diketuk. Aku kedatangan tamu di sela-sela latihan solo-ku.

"Kala? Apa yang...?" Kutatap dia dari atas sampai bawah. Wajah cemong, baju kotor, rambut berantakan. Astaga! Dia terlihat habis disambar petir. "Kau kenapa, hei?"

"Itu tak penting sekarang. Aku minta sampel rambutmu. Sehelai sudah cukup," katanya dengan napas tersengal. Dia kenapa sih?

Aku memetik rambutku, sehelai seperti yang dia minta. Sedikit perih, tapi rasanya menghilang beberapa detik kemudian. "Nih. Kau mau apa memangnya sama rambutku..." Mataku melotot melihat tubuh Kala sudah menghilang. Hah?! Ke mana dia pergi?! Bukankah sedetik lalu masih di depanku?

Lelaki aneh, batinku menutup pintu.

*

Bendera warna-warni ditegakkan. Kupu-kupu berhamburan di udara. Amfiteater dengan penampang yang licin telah selesai didekorasi seindah mungkin, menambah kesan kecantikan. Peri-peri akademi hilir mudik di antara langit, lebih sibuk dari hari-hari biasa.

Aku mondar-mandir. Aku masih di dalam kamar, gugup bukan main. Tak kusangka acaranya semeriah ini. Kami akan adu kekuatan di hadapan lautan peri. Buru-buru memikirkan kemenangan, ditonton oleh peri sebanyak itu, siapa yang takkan tertekan?

"Ahh, aku dilanda gangguan panik."

Bagaimana kalau lawanku hebat? Bagaimana kalau kekuatannya berhubungan dengan pobiaku? Bagaimana kalau—argh!!! Pokoknya aku sangat gugup! Mau pulang ke bumi rasanya.

Tok! Tok! Tok! Jantungku nyaris copot saat seseorang mengetuk pintu kamar. Aish, shibal.

"Verdandi! Kau masih di dalam, kan? Ayo keluar! Kita pergi bareng ke arena!" Itu suara Rissa dan Sina. Mereka menungguku.

Baiklah. Kau pasti bisa, Verdandi. Kau sudah latihan sampai begadang semalam. Ini seperti ulangan harian di bumi. Kau akan baik-baik saja. Buang rasa takutmu dan ... Ukh! Tak bisa! Narasi penyemangat ini tidak berguna!

"Verdandi~ Acaranya mau dimulai lho."

"Iya, iya!" Aku akhirnya membuka pintu. Sekarang pergi ke gelanggang dulu. Aku bisa memikirkan masalah siapa lawanku ketika program simulasi ini betul-betul dimulai.

"Apa kau sudah mempersiapkan mental, Dandi?" Ucapan Sina membuatku tersenyum kecut. "Semalam, aku melukis titik penerima lebih banyak di setiap sudut-sudut akademi dan mencoba beberapa teknik baru. Aku tidak sabar mempraktekkannya nanti!"

"Sebelum bertarung, ada baiknya kau mengikat rambut. Takutnya mengganggu mobilitas." Rissa menghela napas. Tiap hari Sina membiarkan rambut hitam panjangnya tergerai. Apa dia tak suka menguncir rambut?

Sina menggeleng kayak robot, menolak usulan Rissa. Dia nyaman berpenampilan gerah seperti itu. Peri-peri mengenalinya dengan mudah. Fashion sense lah istilahnya.

"Eh, Sebille belum kembali?"

Rissa menggeleng. "Sepertinya dia masih bersama Parnox di... Emm, Klan Druid? Itu kan namanya? Bangsa Penjaga Hutan."

Kami tiba di amfiteater. Pembawa acara adalah Master Wodah, berdiri di tribune. Peri-peri baru di kelas Newbie dan Medium duduk semangat di kursi penonton. Satu dua saling dorong merebut kursi bagian depan.

Satu jam kemudian, semua peri sudah berkumpul di tempat sama. Suasana di sini gegap gempita. Sangat ricuh oleh peri-peri yang mendukung pahlawan jagoan mereka.

"Selamat datang di acara Gladi Perang, peri-peri Subklan Fairyda. Kalian sudah diberitahu visi misi program ini. Tujuan utama kita adalah mengembangkan kekuatan dan mental kalian agar bisa membela diri dari Blackfuror. Tanpa basa-basi lagi, mari kita mulai acaranya."

Telingaku seperti pekak mendengar seruan penonton dari ujung ke ujung. Ada yang bersiul, ada yang bertaruh, dan sebagainya. Aku tersenyum kecil. Acara ini sesuatu sekali. Kegugupanku perlahan mereda.

"Syaratnya sangat sederhana. Peserta hanya perlu membuat lawannya pingsan atau membuatnya mengatakan 'Aku Menyerah'. Kalian tidak perlu takut terluka di dalam pertarungan atau merasakan sakit karena kita punya tiga peri Divisi Kesehatan di sini. Rinvi, Mamoru, dan Magara. Sebelum bertarung, Magara akan memakai kekuatannya untuk menghilangkan 90% efek damage. Jadi kalian hanya perlu merasakan 10% kekuatan serangan lawan kalian. Anggap saja ini latihan fisik sebelum terluka sungguhan di perang."

Aku kenal Rinvi dan Mamoru, tapi gadis bernama Magara itu, aku yakin aku baru melihatnya hari ini. Dia terbang ke sebelah partnernya dengan ekspresi datar. Ada tiga peri berkemampuan pengobatan? Hebatnya.

Lalu, apa kekuatan Mamoru?

"Kalau ada Magara sih, aku jadi percaya diri!" Rissa mengepal tangan. "Kemampuannya Analgesic, penghilang rasa sakit. Kita bisa bertarung habis-habisan di arena nanti."

"Mamoru, Mamoru, kalian tahu kekuatannya apa? Aku baru kenal dengannya dan rasanya tidak sopan menanyakan kekuatan," tanyaku.

"Ah, Mamoru ya?" Sina berpikir keras. "Aku menyerah deh. Apa kau tahu, Linda? Kau kan cukup dekat dengan Rinvi. Pasti dia pernah menceritakan tentang Mamoru."

Linda tahu, namun dia menjawab dengan pipi yang digelembungkan. "Perestorasi Keaslian. Apa pun yang dia sentuh akan pulih ke bentuk semula, alias versi instan dari kekuatan Rinvi. Cih! Aku tidak suka dia. Bagusan kekuatan penyembuh Rinvi, tak punya efek samping. Dia sih selalu muntah setiap pemakaian."

Aku, Sina, dan Rissa saling tatap. Kenapa intonasi suara Linda seperti itu? Gejala bucin nih pasti. Tidak terima ada yang lebih keren dari crush-nya. Fufufu, Linda manis sekali.

"Semua peri kelas Senior dan Supreme, diharapkan berbaris untuk pembagian lawan!"

Adrenalin yang tadinya tidak ada, kembali muncul. Sembari menunggu antrian, aku menautkan kedua tanganku, berdoa.

Oh Dewa, Tuhan Asfalis, Yang Mulia Luca yang saya agungkan. Tolong beri saya lawan dengan kekuatan yang bisa saya imbangi.

"Verdandi." Master Wodah memanggil namaku. Aku meneguk air ludah, terbang ke dekatnya, mengambil kertas dalam tabung yang beliau pegang. Sang Dewa, tolong aku!

Aku menarik tanganku begitu mengambil satu gulungan kertas, segera membukanya.

Fasty. Kekuatan: Speedy Avitation.

Hah? Itu... jenis kekuatan apa woi?!




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro