15* SABAISM Weakened

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Muak dengan kegagalan konstan membuat portal, Kala memutuskan kembali ke akademi bersamaku. Kami larut dalam keheningan panjang karena aku masih malu dengan yang tadi. Aku yakin Kala pun merasakan hal sama.

Kala sukarela memberiku tumpangan, paling tidak sampai ke <Zona yang Telah Ditentukan>, dan aku tidak henti-hentinya menjerit sambil memegang jubah Kala. Gamang, takut jatuh dan nyawaku berakhir di bawah sana.

Ini memalukan. Bisa-bisanya seorang peri takut pada ketinggian. Tapi, bayangkan saja kalian duduk di ojek atau mobil terbang. Atau permainan rollercoaster dan kora-kora. Begitulah sensasinya kira-kira. Aku bertahan bergeming karena dimakan perasaan malu.

Seharusnya tidak usah kuajari dia berdansa!

"Kau dari mana saja 20 hari ini, Kala? Kami pikir kau sudah ditangkap dan dibunuh Blackfuror." Master Wodah mengomel, jelas. Kala menghilang tanpa kabar apa pun.

"Aku tertidur lama di Lembah Koilos setelah mencium sebuah bunga, Master. Maaf."

Wah, pandai betul pria ini mengarang alasan. Di bumi kelak dia bisa menjadi seorang pembuat cerita atau berakting sebagai aktor.

Aku tidak mau ikutan kena khotbah. Biarkan saja Kala menanggung semua omelan Master Wodah. Salah sendiri, pergi tidak izin dulu. Kan bikin orang-orang khawatir. Sayapku terkepak membawaku pergi dari Supreme.

Sebenarnya aku mau pergi ke kamar untuk membersihkan diri, namun keramaian di pintu aula utama, merebut perhatianku. Aku turun ke koridor. "Iris, ada apa?" tanyaku kebetulan ada Iris dan Mamoru berdiri di sana.

"Ada yang aneh pada Blessing Statue. Sudah seminggu ia tidak aktif. Para peri di kelas Newbie semakin menumpuk karena tidak bisa naik kelas tanpa bangkitnya kekuatan."

Kami tak diizinkan masuk ke Aula Putih. Aku bisa melihat para guru berkumpul di dalam, kecuali Master Wodah yang mungkin masih menceramahi Kala. Ada Madam Shayla, Madam Allura, Wakil Siofra, Madam Veela, dan guru-guru yang tidak kukenali.

"Bagaimana, Tethys? Apa yang kau rasakan?"

Tunggu dulu, itu kan nama guru yang sempat disinggung Sina saat aku awal-awal aku ke sini? Katanya beliau guru yang keras, aku jadi lupa beberapa waktu tentangnya. Aku terus menguping, sama seperti peri-peri lain.

"Ini tidak baik, Siofra. Entah kenapa energi Sabaism tiba-tiba melemah, samar hendak menghilang. Sepertinya telah terjadi sesuatu pada istana kediaman Sang Dewa."

Hmm, aku mengelus dagu. "Apa rusaknya Sabaism adalah petaka bagi kita?" gumamku.

"Tentu saja, Verdandi!" Iris terlanjur mendengar gumamanku yang pelan itu. Indra pendengarannya tajam juga, heh. "Jika ada masalah pada Sabaism, maka Pohon Neraida takkan bertahan. Pohon buatan itu masih berfungsi sampai sekarang sebab mengambil sejumlah energi dari Sabaism. Bayangkan kalau terjadi sesuatu, kita tak bisa terbang!"

Oke, itu terdengar menakutkan. Kami bangsa peri, bersayap, namun tak dapat terbang.

Aku sedikit kesulitan namun berhasil keluar dari banjir kerumunan, mendongak. Tidak ada Sabaism di langit. Mengatupkan rahang, aku pun terbang 400 meter melewati tinggi akademi. Tenang, masih dalam batas normal.

Aku menyapu pandangan ke seantero langit. Tidak ada apa pun. Hanya buntalan kapas putih yaitu awan. Sabaism, ke manakah engkau?

Tidak mendapat hasil apa pun, aku kembali turun, mengembuskan napas panjang. Sebenarnya apa yang terjadi pada Sabaism?

"Apakah kita harus meminta Swift Growers menumbuhkan Pohon Neraida yang baru?"

Semua orang yang menguping obrolan, serempak menolehku yang cegukan. Mereka ganti topik dan beralih membicarakanku.

"Tidak bisa. Jangan lupakan Blackfuror."

Semakin lama obrolan mereka semakin berat. Aku tidak bisa lanjut mendengarkannya karena risih ditatap oleh lautan peri. Sayapku terkepak, segera pergi dari lorong itu.

*

Tanpa sadar sayapku membawaku ke arah perpustakaan. Aduh, aku masih canggung dengan Rinvi yang mempermasalahkan Klan Penyihir. Bagaimana kalau dia masih menaruh rasa tak nyaman bertatap muka denganku?

Pintu pustaka terbuka. Deg! Itu kan Parnox dan Cleon? Secepat mungkin aku terbang bersembunyi di balik patahan koridor.

"Ini aneh. Aku yakin Rinvi dan Kala cukup dekat," kata Cleon sambil mengelus dagu. "Aku sering melihat Kala mampir kemari."

"Jika kau punya dendam dengan Kala karena dikalahkan di Gladi Perang, maka jangan melibatkanku, Cleon. Kau lupa aku sibuk?"

"Kau harus mencari tahu siapa Kala sebenarnya, Parnox. Apa tak pernah setitik pun rasa curiga di benakmu terhadap Kala? Dia itu peri, namun tidak mau terbang. Apa kau pernah melihatnya terbang? Tidak kan."

Aku menelan ludah. Jangan-jangan poin yang Cleon curigai itu adalah 'identitas' Kala? Bisa gawat kalau mereka tahu jati diri Kala...

"Kita harus mencari Verdandi. Gadis itu peri yang ditemukan Kala. Siapa tahu mereka pernah saling berbagi cerita," kata Cleon membuatku refleks menumbuhkan jamur di dinding, bersembunyi. Syukurlah mereka tak sadar. Mereka melewatiku begitu saja.

Sial. Belum habis masalah Patung Kekuatan yang diduga kehabisan energi, kini muncul masalah identitas Kala yang bisa ketahuan.

Entah apa alasannya, Klan Peri sangat benci pada Klan Penyihir. Aku tidak berani membayangkan apa yang terjadi jika mereka tahu kalau Kala sebenarnya seorang penyihir.

Aku pun masuk ke perpustakaan. Hanya ada Gee di sana, sedang bersih-bersih. "Lho? Di mana Rinvi?" tanyaku sembari tolah-toleh.

"Katanya mencari Kak Linda."

Hah? Barusan aku tidak melihat dia keluar dari tempat ini. Apa ada pintu keluar lain di perpustakaan dan hanya dia yang boleh menggunakannya? Wahai! Bukan waktunya memikirkan hal itu. Aku harus mencarinya.

*

Untuk menemukan Linda, aku hanya perlu mencari Sina. Mereka partner, kan? Pasti selalu bersama ke mana-mana. Dan benar saja tebakanku. Aku berpapasan dengan mereka di taman. Sina membantu mengipasi wajah Linda yang memerah seperti tomat.

"Linda, kau baik-baik saja?" Aku bersimpati.

"Dia oke kok, Verdandi. Tapi hatinya yang kena mental. Barusan Rinvi datang, berbicara padanya. Yah, walau cuma buat menanyakan keberadaan Kala, tetap saja itu suatu kemajuan bagi Linda." Sina menjelaskan.

"R-Rinvi bicara denganku, Sina...! A-aku tidak mimpi, kan? Barusan itu kenyataan, kan?!"

"Iya, Linda. Kau tidak sedang bermimpi."

Aku menoleh ke sekeliling. "Lalu, di mana Kala? Rinvi pergi menemuinya kah?"

"Itu, di Lembah Koilos." Aku mengangguk, hendak terbang namun Sina memanggilku. "Apa yang terjadi, Verdandi? Kulihat Rinvi tampak gusar. Dia bilang Cleon mencurigai Kala adalah penyusup dan mata-mata Blackfuror."

Kurang tepat kalau dikatakan penyusup... Sampai sekarang aku belum tahu alasan mengapa Kala yang seorang penyihir tinggal di lingkungan peri. Secara harfiahnya dia itu hanya penumpang gelap..., Aduh! Susah bagaimana cara aku menjelaskan situasi ini.

Sebentar. Aku ingat Sinyi, sapu Kala, mengatakan sesuatu tentang Kala bukan lah penyihir legal lagi. Apa maksudnya itu?

"Itu tak mungkin!" Linda menyela. "Teman Rinvi teman kita juga. Kala dan Rinvi sudah lama di akademi ketimbang Cleon. Tidak mungkin mereka berpihak pada Blackfuror."

Aku berdecak kagum. "Benarkah?" Eh, aku membuang waktu. "Sina, Linda, kalau Cleon dan Ketua Parnox menanyai di mana aku, jawab kalian tidak tahu ya. Aku pergi dulu!"

Mereka bersitatap. Ada apa dengan hari ini?

*

"Kala!" Aku berseru letih.

Pemilik nama menoleh, kebetulan sudah selesai berbicara dengan Rinvi. "Dandi?"

Aku turun dengan napas tersengal. Sial, terbang cepat dari perpustakaan ke tempat Linda, dari sana meluncur ke Lembah Koilos, sangat menguras tenaga. Sayapku pegal.

"Kalau begitu aku pamit dulu, Kala." Rinvi izin pamit, menegakkan sayapnya. "Hati-hati."

Kala hanya mengangguk. Rinvi pun pergi.

Setelah memastikan punggung Rinvi sudah tak tampak, Kala menatapku. "Mencariku?"

"Kau... Kau dekat... dengan Rinvi?" tanyaku macet-macet karena lelah. Ini bagai berlari sekuat tenaga mengerahkan seluruh energi.

Kala berdecak pelan, mengawasi sekitar. Dia menjentikkan jari. Sebuah botol berisi cairan hijau muncul tiba-tiba. Aku melotot. Astaga! Apa dia baru saja memakai sihir? Di sini?!

"Kau gila, Kala?! Kita sedang di wilayah peri. Kau mulai dicurigai oleh Parnox tahu!"

"Minum dulu." Kala menyodorkan botol itu.

Aku masih mau lanjut marah-marah, namun kutunda. Kuteguk setengah isi botol, tersentak. "Wow, ini enak juga. Apaan nih?"

"Recovery Potion," jawabnya.

Sesaat setelah dia mengatakan itu, tubuhku seketika segar. Tidak capek sedikit pun. Lihat, sayapku bahkan berdiri tegak. Wah! Padahal beberapa detik lalu rasanya aku ingin pingsan karena kelelahan, tahu-tahunya bugar.

Perlahan namun pasti, aku tak melihat sisi peri lagi pada Kala. Aura penyihirnya kental. Penyihir tukang mengaduk ramuan ajaib.

"Jadi, kenapa?" Kala menatapku datar.

"Oh, benar... Rinvi! Kau kenal dia?"

"Siapa yang tak kenal dia? Peri penyembuh." Kala menutup botol tersebut, menyimpannya di kain seperti kantong apalah itu.

"Duh, maksudku bukan begitu. Rinvi sangat membenci Klan Penyihir. Jika kalian terlalu dekat, bagaimana kalau dia juga tahu? Ini saja Parnox sedang mencarimu sama Cleon."

"Kalau Rinvi, sepertinya tidak apa."

"Huh?" Aku mengernyit bingung.

"Dia juga tahu aku penyihir, Dandi."



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro