17* Planning

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

AUTHOR PoV

Klep! Kala menutup pintu Kamar Kesehatan. Tidak ada ekspresi apa pun tercetak di parasnya selain datar seperti papan cucian.

"Baiklah, sekarang—" Sesuatu dari dahinya bercahaya, warna aqua, padam-menyala membuatnya harus menopang badan di dinding. Konsentrasi menahan luapan sakit.

Sinyi muncul di sampingnya, menatapnya prihatin. "Tanda lahirmu kambuh lagi? Kenapa harus ada di tempat terbuka sih. Kenapa tidak di lengan saja, kaki, perut, atau di mana lah."

Lelaki itu tak menjawab, berusaha mematikan nyala aqua di keningnya sebelum ada yang datang. Dilihat dari mana pun, warna rambut dan mata Kala sudah sangat mencolok.

"Mungkin kau harus sering melakukan aktivitas sihir, Kala. Kau terlalu lama tidak menyihir membuat mana-mu bertumpuk. Dan itu memberi dampak pada tanda lahirmu."

"Aku sudah melakukannya, tapi kau malah marah-marah padaku." Kala mendengus masam, teringat insiden di bengkel sihirnya.

"Y-ya itu karena kau ringan tangan memakai material sihir yang sulit dicari. Maklum dong."

"Itu mudah ditemukan untukku," katanya, berhasil menenangkan tanda lahir di dahinya. Benda itu tidak lagi bercahaya. Baguslah.

"Mulai lagi. Dasar Pangeran Angin sombong!"

+

Parnox mengumpulkan semua peri Fairyda di halaman, memimpin rapat penting. "Aku tak ingin berbasa-basi busuk. Besok kita lah yang akan menyerang Blackfuror. Aku sudah amat kenyang dengan tindak-tanduk mereka."

"Apa?!" Peri-peri di halaman ribut. Biasanya sejauh ini selalu Blackfuror pendominan.

"Air Mata Unicorn Bertanduk Emas tidak lagi mempan untuk menyembuhkan Pohon Neraida. Setiap menit pohon itu kehilangan kekuatannya, entah sampai kapan ia bisa bertahan. Jadi selagi kalian masih dapat terbang, kita harus mengalahkan mereka."

"T-tapi, apakah kita bisa menang?"

Master Wodah mengangguk. "Kita punya kesempatan, Fairyda's. Kekuatan kalian telah berkembang tanpa kalian sadari. Yang perlu kalian lakukan hanyalah percaya dengan kemampuan yang kalian miliki. Jangan takut."

Parnox kembali mengambil alih rapat. Jubahnya berkibar. Di saat-saat seperti inilah hawa ketua si angkuh itu tampak kental.

"Hari ini semua kelas dinonaktifkan. Kita akan mempersiapkan diri untuk berperang. Bagi yang telah mendapatkan kekuatan, wajib mengikuti perang dan memilih salah satu dari Empat Unit Laskar: Peri Penyembuh, Peri Pendukung, Peri Pelindung, dan Peri Garis Depan. Silakan mendaftarkan diri sesuai dengan kekuatan masing-masing. Bubar!"

Semua peri tebang berhamburan dengan perasaan bercampur aduk, termasuk aku.

*

Siang hari, aku sibuk terbang mencari keberadaan teman-temanku yang lain. Aku sudah menemukan Sebille, dia aman berada di depan Pohon Neraida. Berikutnya Rissa. Aku baru bisa menemukan sosoknya di ladang sekolah, sedang latihan untuk perang. Ada belasan hewan-hewan milik akademi di dekatnya, membuat barisan yang teratur.

Eh, tunggu dulu. Aku memicing. Rissa tidak sendiri! Dia bersama Houri. Tak ingin mengganggu, aku melompat ke balik bunga.

"Aku minta maaf, Rissa. Waktu itu entah kenapa kekuatanku bocor meluber. Niatku hanya ingin membuatmu sedikit takut."

"Tidak masalah, Kak Houri. Sudah lewat juga. Aku menghargaimu bela-belain minta maaf di situasi krisis begini." Kulihat raut wajah Rissa sudah membaik. Biasanya tiap menyebut Houri, dahinya langsung terlipat.

"Karena itulah aku menyempatkan diri. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok."

Rissa menundukkan kepala. "Jangan pesimis begitu, Kak. Kita pasti bisa menang."

Houri tersenyum kecil. "Kalau begitu aku pergi dulu. Membantu persiapan dengan yang lain. Kau juga, semangat latihannya."

Rissa ikut tersenyum. "Baiklah."

Aku terbang ke tempat Rissa begitu Houri sudah tak tampak lagi. "Kau ikut perang, Rissa? Kau akan baik-baik saja, kan?" Bukannya bermaksud meremehkan bakat Rissa, namun aku khawatir jika dia terluka.

"Iya, Verdandi. Madam Veela bilang kemampuanku berguna di Kelompok Pendukung. Aku bergabung dengan tim itu. Peri Suporter diinstruksikan menyerang dari bawah. Jadi aku akan baik-baik saja."

Begitu, ya... Aku juga harus mendaftar ke Peri Perang setelah ini. Aku tidak mau diam saja sementara yang lain bertempur.

"Oh iya, Verdandi, Madam Tetyhs menitip pesan untukmu." Eh, guru berwatak keras yang tak jadi kutemui itu? Aku menyimak. "Katanya, ada kemungkinan Hayno akan menghipnotismu dan memaksamu untuk menumbuhkan Pohon Neraida. Kusarankan kamu berada di divisi Peri Pelindung saja."

"Apakah seberbahaya itu menumbuhkan Pohon Neraida sebelum perang berakhir?" Aku sudah diberitahu berkali-kali sih alasannya, namun aku tetap tak mengerti.

"Kau tahu kan kalau mereka—"

"—Tak bisa terbang bebas seperti kita. Aku tahu, Rissa. Puluhan kali aku mendengarnya."

"Begini, Dandi. Kau tahu? Meskipun Subklan Fairyda hanyalah peri terpencil dari ibukota, begitu-begitu kita masih tercatat di Asfalis dan diakui sebagai anak region oleh Sabaism.

"Sementara Blackfuror tidak, mereka tidak terdaftar. Itulah rencana Pemimpin Blackfuror. Dia hendak mengacau ke ibukota setelah merampas Blessing Statue. Kau tahu apa yang akan terjadi pada wilayah kita?"

Aku menelan ludah, tahu jawabannya. "Kita kena getahnya karena ibukota akan mengira Blackfuror adalah bagian dari Fairyda... Tapi kan kita bisa menjelaskan pada mereka!"

"Ibukota Klan Peri jauh lebih ekstrem dibanding yang kau bayangkan, Verdandi. Jika Klan Penyihir terkenal dengan kesombongan mereka, maka Klan Peri terkenal dengan sifat diam-diam menghanyutkan. Kalau misi Blackfuror berhasil, maka kedutaan ibukota akan melenyapkan wilayah kekuasaan kita."

*

Keadaan Linda berangsur membaik berkat Rinvi—dia sendiri tenaganya sudah pulih usai disihir Kala dan tidur seharian. Tadinya Rinvi sudah mencegah menyuruh rehat saja, namun Linda yang garang itu tersenyum pada Rinvi. Dia akan mendaftar ke Peri Garis Depan.

"Jangan memaksakan diri, Linda."

"Aku akan baik-baik saja, Rinvi. Terima kasih sudah menyembuhkanku sampai... ambruk..." Linda menatap Rinvi penuh penghargaan.

Perempuan yang sedang jatuh cinta memangnya akan selalu feminim begini, ya?

"Cuih, cari muka." Alia (lawan Linda saat di Gladi Perang) meledek. "Kau melemah, Lin. Ckckck, bisa-bisanya kau kalah dari Flamex."

"Itu aku lengah tahu! Berikutnya akan aku potong dan mutilasi tuh cowok!" Perkataan Linda membuatku, Rinvi, dan Sina meringis.

"Permisi! Mau lewat!" Suara cempreng Iris menghentikan obrolan Linda dan Alia. Dia masuk sembari menenteng tumpukan kotak. "Suplai medis telah dikumpulkan. Ceklis!"

Dia bawa enam kotak, sementara Mamoru membawa tujuh. "Apakah ini diperlukan? Bukankah kita punya Peri Penyembuh?"

"Tentu saja perlu, Verdandi!" Sina yang menjawab. "Para peri di unit penyembuh juga memiliki batas mengeluarkan kekuatan. Kita tak bisa hanya mengandalkan mereka."

Aku ingat semalam tangan Rinvi seolah dimakan urat-urat mengerikan. Apakah itu tanda dia memakai kekuatannya terlalu berlebihan? Untung Kala bisa mengatasinya.

Satu kotak Mamoru jatuh karena bawaannya terlalu banyak. Alia sigap mengaktifkan kekuatan kinetiknya. Hanya lewat jari, kotak itu mengambang, kembali ke pegangannya.

"Terima kasih." Mamoru menyengir.

"T-tak masalah," balas Alia kikuk.

Huh? Apa-apaan itu barusan? Linda menyikut pinggang Alia yang melongo memperhatikan Mamoru. "Ada apa denganmu, heh?"

"Dia tampan sekali... Eh, bukan. Maksudku..."

"Apakah setiap peri divisi kesehatan memiliki pesona kuat? Dia Tim Penyembuh, kan?" ucap Linda menyindir Alia (juga diri sendiri).

"Tutup mulutmu." Alia melotot, malu sendiri.

"Ngomong-ngomong Dandi," aku menoleh ke Rinvi, "kau mendaftar ke kelompok apa? Kami sarankan kau di Peri Pelindung saja."

"Itu benar. Mereka masih menginginkan kekuatanmu." Yang lain mengangguk setuju.

Astaga! Aku menepuk tangan. Itu yang mau aku lakukan! Tapi aku malah belok ke sini untuk memeriksa kondisi Linda. Sayapku yang mengatup pun terbuka. "Aku pergi dulu, teman-teman. Sampai jumpa besok!"

*

Dari mana ini bermula? Aku memasuki portal aneh saat membuang sampah. Lalu aku pun alih profesi dari manusia menjadi peri.

Sekarang akademi tempat aku bersekolah tengah sibuk menyiapkan semua hal untuk perang besar melawan Blackfuror, musuh kami. Alasan perang ini dipercepat apalagi kalau bukan makin lemahnya Pohon Neraida.
Kami harus mengakhiri perang sebelum peri Subklan Fairyda tidak bisa terbang lagi.

Aku duduk sendirian di Aula Putih, menatap lesu ke Patung Kekuatan. Ukiran bulan sabit di tangan patung sudah tak bersinar lagi seperti awal aku datang ke auditorium ini.

Entah kenapa lagi-lagi aku menukar tujuan. Seharusnya aku pergi mendaftar perang, bukan terlena di tempat yang nyaman ini.

"Apa? Di bagian mana yang salah? Kenapa engkau tak bercahaya lagi, patung?"

Aku duduk di lantai yang bersih, menautkan kedua jemari. "Sang Dewa, tolonglah kami memenangkan pertarungan ini. Tunjukkanlah kekuasaan anda sebagai tuhan Asfalis. Aku memohon padamu, Yang Mulia Luca."

Mendadak aku mendengar suara detakan. Aku berhenti berdoa, menatap kaget Patung Kekuatan. Lihatlah! Bulan sabitnya bersinar! Aku menutup mata dengan lengan karena silau. Dua titik cahaya berpendar-pendar keluar dari ukiran bulan sabit, melesat melewatiku.

"Tunggu!" Aku berusaha mengejar titik-titik cahaya itu, namun kalah cepat. Mereka lebih dulu pergi meninggalkan akademi.

Y-yang barusan itu apa? Cahaya apa itu? Kenapa firasatku tiba-tiba jelek begini? Apa aku telah melakukan kesalahan tak disengaja?

+

AUTHOR PoV

Di sisi lain, di Markas Blackfuror.

"Dengarkan prajuritku! Para peri Fairyda yang dungu itu menyangka kita tidak tahu rencana penyergapan yang akan mereka lakukan. Benar-benar kumpulan peri yang naif!

"Ketika mereka sedang bersiap-siap akan menyerbu kastel kita, saat itulah kita berbalik menjajah Fairyda! Mari kita rebut Blessing Statue dan mencuri kekuatan Swift Growers, lantas menumbuhkan Pohon Neraida baru! Persiapkan diri kalian, peri kebanggaanku!"

"Siap, Ketua Komandan Adair!"

"Fairyda's, apa kalian pikir kami lemah? Bodoh? Kami punya dua siasat untuk menghancurkan umat kecil kalian yang tidak berharga. Hayno, bawa dia kemari!"

Pemilik nama menarik seorang gadis berpakaian lain dan berbeda dari mereka. Ada rantai dingin di leher gadis itu, terjulur ke genggaman Hayno. Matanya hitam kosong, di bawah pengaruh kekuatan hipnotis Hayno.

Si gadis mengenakan pakaian berupa terusan jubah hitam sampai ke kaki, kemudian topi kerucut besar yang melengkung. Astaga...

"Kita takkan kalah karena kita punya sekutu yang hebat. Kahina-Na, penyihir alkimia."







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro