28* Duel Between Witches

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ck. Jengkel dengan musuhnya yang hilang muncul di arena tempur, Kala mengangkat tangan kanan. "Romovto Effectora."

Mantra telah disebutkan. Tubuh Raibi dan Kahina seketika tak lagi kasat mata. Merasa mereka akan berduel 1V1, Kahina mendorong Raibi ke sapu lidinya, membawa partnernya tersebut terbang menjauh dari sana.

Sekarang hanya tersisa Kala dan Kahina.

"Apa kau serius ingin melawanku, Kahina? Jika kau masih di bawah pengaruh Hayno—"

"Aku tidak takut padamu," potong Kahina berani, menggenggam erat-erat tongkatnya. "Serahkan Swift Growers pada kami dan kami takkan pernah menyerang kalian lagi."

Kala tak membalas. Jawabannya pasti tidak.

Kedua tongkat teracung. Bersinar.

Aku ingin membantu Kala, tapi aku juga sibuk di sini. Mini tidak bilang padaku kalau memakai dua kekuatan sekaligus cukup menguras stamina. Kukira karena pasif takkan memakan banyak energi.

"Alminta Frondesius!" Empat sulur liar keluar dari kepala tongkat Kahina, melesat ke Kala.

Kala berbisik, "Enkainia. Penguncian Waktu: Jangka Panjang." Tongkatnya mengeluarkan dua gelombang cahaya nan tipis. Kala melempar tongkatnya ke serangan Kahina.

Kahina membulatkan mata, tongkat Kala menerobos sulur-sulur buatannya, melenting kilat ke arahnya. "Protecura!" Tubuhnya dibalut bola pelindung berwarna kuning. Krak! Langsung pecah begitu tongkat Kala menabraknya. Dia terbanting dua meter.

"Bodoh! Kau membuang tongkatmu?"

Siapa bilang? Kala menarik tongkatnya yang berada di belakang Kahina lewat gerakan tangan. Cepat sekali gerakan itu, Kahina tak sempat merapal mantra pelindung. Duk! Ujung tongkat telak memukul punggungnya.

Anehnya, Kahina justru menyeringai.

Crat! Kala menginjak kubangan air. Lho, memangnya sejak kapan ada genangan air? Seketika Kala tidak dapat bergerak.

Ternyata Raibi tidak pergi. Dia membuat Aquara dan Laila menghilang. Serangan kombo mereka plus pengalihan dari Kahina mampu membuat Kala berdiri di titik buta.

"Kena kau sekarang, Kala-La!" Kahina mengangkat tinggi tongkatnya. "Sanctuary Orogoldy! Penguncian Tipe: Pengurungan!"

Sebuah sangkar raksasa berwarna emas muncul dari langit, meluncur jatuh tepat di atas Kala yang dikakukan Laila. Tiba-tiba...

"Hei, mainnya kok keroyokan?" Cleon menyeringai. Tangan batu tercipta lantas memukul sangkar yang masih berada di udara. Benda itu terpental lima meter. "4 V 1? Curang banget. Segitu takutnya ya sama dia?"

Boff!! Parnox mengaktifkan kekuatannya, memindahkan Kala dari titik buta yang dibuat Aquara dan Kahina. "Kau baik-baik saja?"

"Tidak masalah," gumam Kala datar, memegang lengannya yang tremor. Tadi sesaat dia memaksa melawan kekuatan Laila.

Panjang umur. Laila muncul di samping Cleon yang masih fokus dengan Kahina. "Tenanglah sebentar—?!" Naas! Tidak hanya dia yang bisa muncul tanpa disadari. Tanny! Gadis itu mengusap-usap kepala musuhnya. Heh? Laila sontak menurut, membatalkan serangan.

Tanny tersenyum. "Jadilah anak baik, ya?"

Sialan! Tubuhku? Laila berdecak jengkel.

"Terima kasih, Tanny. Timing yang pas." Cleon dan Tanny tos melihat Laila bergeming.

Sekitar mendadak temaram. Celaka! Mereka menoleh serempak, lupa soal Aquara yang lolos dari jarak pandang. Gadis itu melempar bola air sebesar gendang tower, kemudian menghempaskannya ke medan pertarungan.

Aku berdiri di depan mereka, menumbuhkan bundaran kayu tebal ukuran tiga kali lipat dan memayungi peri Fairyda radius 50 meter. Aku sudah menunggu momentumnya dari tadi.

"Verdandi? Kapan kau ke sini? Bukannya beberapa detik lalu kau di sana?" Cleon garuk kepala, menatap tempat aku berdiri barusan.

"Aku langsung datang setelah tahu Kala tidak bisa menyihir karena terkena efek dari melawan kekuatan Laila." Aku mengibaskan tangan. Air panggilan Aquara tumpah ruah.

Bagaimana...? Kala dan Parnox bersitatap.

"Kau jadi lebih berani ya, Swift Growers." Aquara tersenyum miring. "Pertunjukan macam apa yang mau kau perlihatkan, huh? Berani menggertak kami? Menarik sekali!"

"Verdandi, mundurlah. Dia bukan lawanmu."

Tongkat sihir Kahina bercahaya. Dia hendak menyerang kami kembali. "Wujud Sihir: Leizeras. Penguncian Target: Tembak Lurus."
Energi blast ditembakkan secara horizontal.

Berkat bantuan Parnox yang memindahkan Mamoru tiba-tiba, Mamoru sudah menghapus efek negatif kemampuan Laila pada tubuh Kala. Lelaki itu mengangkat tongkatnya. Satu lingkaran sihir ukuran sedang berwarna biru muncul, berputar-putar di atas kami. Bersinar.

"Dhorfun Icyfore dan Protecura Maxium."

Aku kira Kala hendak melindungi kami dengan mantra antisihir dari serangan ganas Kahina, namun eh, dia justru melindungi musuhnya sendiri. Alasannya bagus sekali. Kala memakai sihir es, membuat sihir Kahina membeku panjang hampir mengenai si perapal mantra.

Kahina terkulai lemas, berbinar-binar tak percaya. Kalau saja Kala tak memasangkan bola pelindung padanya, pasti dia sudah membeku. Duel antar dua penyihir ini benar-benar membuat atmosfer menjadi tegang.

"A-apa kau meremehkanku?!" Sial! Yang barusan itu mantra tingkat tinggi, kan? Dia bisa melafalkan dua mantra berpredikat tinggi tanpa pengontrolan. Jemari Kahina terkepal.

"Karena kau di bawah pengaruh, aku akan menahan diri," sahut Kala sekenanya saja.

"Mungkin sudah waktunya kau memakai kekuatan keduamu, Ketua," usul Tanny. "Kau tidak menggunakannya selama dua tahun."

Cleon mengangguk. "Setuju." Mereka para Adept tahu kalau Parnox itu Double Power.

"Tidak," tolak Parnox tegas. Ini mungkin pertama kalinya aku melihat Parnox sesensitif itu. "Kita harus bertahan sampai mereka menyerah dengan sendirinya. Mamoru, pergi dan pulihkan peri-peri yang terluka."

"Baiklah, Ketua." Mamoru mengangguk.

Aku bergumam tak jelas. Kira-kira apa kekuatan kedua Parnox sampai dia jadi temperamental? Itu sepertinya privasi. Tak mau tahu ah. Nanti dia kesal samaku lagi.

"Apa? Benarkah?" gumamku kaget.

"Kenapa?" Kala menatapku spontan.

Mereka memandangiku heran padahal tidak ada yang mengajakku berbicara. "T-tidak ada apa-apa! Aku hanya bergumam sendiri. Ehe!"

Aku harus mulai membiasakan diri dengan Double Power-ku. Menyebalkan. Andai aku punya pengetahuan game lebih banyak. Aku tidak tahu apa pun tentang talenta pasif.

"Verdandi..." Tanny menatapku lekat-lekat. "Perasaanku saja atau memang kau sedikit... bercahaya? Tubuhmu mengeluarkan cahaya."

"Eh?" Aku mengerjap. Iyakah?

Kahina terkesiap, menyadari sesuatu. Dia memanggil sapu terbangnya yang tergeletak di tanah berumput, melenting ke udara.

"Dia pergi!" Cleon berseru. Siap siaga.

Kahina tergesa-gesa mengeluarkan botol ramuan dari sesuatu semacam kantong kecil—dia menyebutnya Pouch—menyiram cairan di dalam botol ke tongkatnya. "Camuffare."

Dia melafalkan mantra apa? Karena Kahina berada di ketinggian 100 meter dari tanah, Kala tak dapat mendengar rapalan Kahina.

Aku tidak tahu sihir apa itu, yang jelas sesuatu telah keluar dari tongkat Kahina, melenting ke... arahku?! Dia menyerangku! Tanganku sudah siap akan menumbuhkan bunga.

"Lindungi Swift Growers!"

Tapi tiba-tiba 'sesuatu' itu menghilang, membuat kami kelabakan. Aku sendiri melotot. Ke mana hilangnya mantra itu?!

"VERDANDI! PERGI DARI SANA!"

Sesuatu itu kembali muncul melewati Kala, Parnox, Cleon, dan Tanny, kemudian mengenai dadaku. Masuk ke tubuhku. Seketika medan perang disorot cahaya putih berkilau.

*

Ukh... Kepalaku pusing. Aku terkena mantra Kahina, ya? Sihir apa itu barusan... Hm?

Hal pertama yang kurasakan adalah tubuhku yang entah kenapa melunak—secara harfiah. Apa yang terjadi? Aku berusaha bergerak, anehnya, tubuhku ringan. Sangat ringan seperti dakron. Sebenarnya mantra apa ini—

Baru lah aku mengintip badanku sendiri, refleks mematung. A-aku... jadi boneka?! Tidak, aku merasuki tubuh boneka?! A-apa itu artinya aku sudah mati? "Aku tewas?!"

"Tidaklah, Bodoh." Aku menoleh ke tembok. "Seorang peri dengan kekuatan boneka menggabungkan bakatnya dengan penyihir. Kau tidak lihat bulatan sihir di bawahmu?"

Apa? Langsung saja aku melongok. Benar! Terdapat pola mantra mengelilingiku. Tidak salah lagi. Ini pasti kombinasi Kahina dan Voodoo Doll. Mereka berhasil memindahkan jiwaku ke boneka lemah yang tak terdaya.

"Eh, kau mengerti kata-kataku?"

Aku mengangguk, berusaha berdiri. Ini cukup memalukan. Ukuran boneka ini hanya sebesar telapak tangan. "Iya, Tuan Tembok. Apa kau tahu di mana aku sekarang?" Ruangan ini tidak terlalu sempit. Harap-harap bukan markas Blackfuror. Bisa berabe nasibku nanti.

"Ini menarik, wahai. Kau manusia pertama yang bisa berbicara dengan dinding dingin."

"Aku peri," ralatku, menyapu pandangan ke sekitar. "Ayolah Tuan Tembok, ini di mana?"

"Entahlah. Rumah tinggal? Aku tidak tahu persis, tapi kau bisa percaya padaku, kau aman di sini untuk sementara waktu."

Aman apanya. Jiwaku ditarik keluar dari tubuhku lalu ditransfer ke boneka yang... Oke, kuakui boneka ini lumayan cantik dan bagus.

Kabar baiknya kekuatanku tidak hilang. Aku menumbuhkan sehelai daun kering yang ada di ruangan tersebut, mengintip ke luar jendela. Alamak! Aku berada di tengah hutan!

Aku berpikir cepat. Apakah tempat ini berada di resor? Kahina sialan, apa lagi yang dia rencanakan?! Alih-alih memindahkanku ke markas Blackfuror, kenapa harus di gubuk berlumut di pelosok hutan?! Dasar apes!

"Tuan Tembok, apa tempat ini luas?"

"Hmm, kurasa tidak. Sempit malahan."

"Kalau begitu bisakah kau menuntunku menuju pintu keluar?" Aku melompat turun. Mana bisa kubiarkan diriku disekap begini.

"Aku hanya dinding mati, Nak. Tidak bisa bergerak atau menoleh. Kekuatan spesialmu mungkin bisa membantu. Bukankah karena itu kau bisa bicara denganku sekarang?"

Benar juga. Aku punya kekuatan keduaku. Aku bisa keluar dari gubuk aneh ini. "Terima kasih, Tuan Tembok. Selamat tinggal!" seruku melangkah pergi dari kamar tersebut.

Aku merasa akrab dengan pelataran di gubuk lusuh ini. Benar! Bengkel Kala, tempat dia bereksperimen sihir. Aku teringat pondok itu.

Tunggu. Jangan-jangan ini bengkel Kahina?!





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro