38* Important Meeting

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku sudah selesai dengan urusanku, Liev. Pergilah ke timmu. Kau Unit Keamanan, kan? Barakmu paling sibuk ketiga usai Unit Kesehatan." Begitu kata Sina setelah Ondina mendarat ke halaman. Tidak enak diawasi oleh Liev. Lagian Sina itu kan sudah dewasa.

Lelaki itu melompat turun, menatap Sina yang bersungut-sungut. Gadis itu memang tidak suka berdekatan dengan lawan jenis kecuali yang sudah sangat dekat dengannya (seperti Kala, Rusalka, Rinvi, Parnox, dan Mamoru).

Bentar. Sejak kapan kau dekat sama Parnox?

Sementara Liev? Mereka baru bertemu di beberapa waktu lalu di kelas Supreme. Itu pun first impression mereka sangat buruk. Liev mengetahui kebohongan Sina yang bilang 'tidak apa' ketika disuruh oleh Madam Veela padahal sebenarnya mengeluh di hati.

Sejak hari itulah Sina menaruh dendam pada Liev. Cowok rese itu dengan santainya mengutarakan isi hati Sina yang kelelahan habis menolong Master Wodah pada Madam Veela membuat Sina malu setengah mati.

Liev tersenyum kecil. "Kau perempuan paling gemar berbohong di Fairyda, Lusina." (Dia memang memanggil Sina seperti itu).

"Apa?" Sina melotot. "Aku tak berbohong!"

"Baiklah, baiklah. Aku akan pergi." Liev menyerah, tidak mau mengganggu lagi. Sina terlihat gemas mau mengurungnya dengan gelembung miliknya. "Semangat latihannya."

Puh! Sina berbalik dengan dengusan masam. Dia nyaris mengumpat melihatku berdiri di depannya bersama Linda, menonton dari tadi.

Benar kata-kata remaja perempuan di Bumi. Seseorang mampu mengubah seseorang. Tak peduli sekecil apa pun itu. Bisa berupa watak, pandangan, kepribadian, dan lain-lain. Aku menyaksikan buktinya secara langsung.

"Kau sepertinya geram banget sama Liev, Sina. Padahal dia lumayan oke lho." Linda memulai aksinya, terkekeh usil. "Kau tak suka ya karena dia selalu tahu kebohonganmu?"

"Linda, jangan mulai deh. Kita tidak lagi senggang. Lusa adalah perang besar."

Cih, tidak asyik. Linda mengerucutkan bibir. "Baik, baik. Aku tahu. Aku akan kembali ke barisanku. Dandi, duluan ya. Kau juga, Sina."

"Dadah." Kami melambaikan tangan.

Aku menghela napas panjang. Kalau saja Kala tidak menginterupsi percakapanku dengan si tampan Hal, mungkin saja aku mendapat titik terang dari siapa Hal sebenarnya. Nyebelin banget tuh cowok satu. Kala meresahkan.

"Kenapa, Dandi? Dahimu terlipat begitu."

"Eh, Sina, apakah Sabaism memiliki utusan? Maksudku... Seseorang yang diberkahi Dewa... " Aduh, aku ini mau bicara apa sih? Aku jadi kagok sendiri dengan omonganku.

"Tidak ada yang namanya Utusan di sini, Verdandi. Yang ada cuma 11 Ksatria Asfalis. Orang-orang berpengaruh yang bertugas melindungi daratan ini. Sosok yang bisa bertemu Sang Dewa hanyalah para pemimpin region atau mereka yang beruntung dihampiri beliau." Sina berusaha menjelaskan walau bingung dengan pertanyaanku yang aneh.

Sepertinya aku terlalu cepat menyimpulkan. Hal juga menegaskan dia hanya petualang reguler. Mungkin memang dia tak punya hubungan dengan Sang Dewa atau Sabaism.

Tapi kenapa firasatku terus mengatakan kalau Hal menyimpan suatu rahasia? Lelah hayati.

*

Nihil. Aku baru saja keluar dari Aula Putih, bertanya soal '11 Ksatria Asfalis' pada Mini. Dia bilang dia tidak tahu karena hanya pecahan Sabaism yang sangat kecil. Di mana lagi aku mengais informasi? Perpustakaan?

Baiklah. Aku melangkahkan kaki ke sana—

Bruk! Karena pikiranku kalang kabut, aku menabrak seseorang yang sedang ngebut di lorong. Aku mau melotot, namun kuurung.

"Kau tidak apa-apa?"

"Eh, Kala toh. Ngapain terburu-buru?"

"Master Wodah memanggilku." Aih, tak kusangka Kala tipe murid disiplin. Langsung bergegas pergi ketika guru mengimbau.

"Eh, tunggu Kala! Aku mau tanya—"

"Nanti saja. Atau... Sinyi." Sapu terbangnya berubah. "Tanya lah padanya. Aku pergi," lanjut Kala segera melengos berlalu.

Nice! Hehehe. Aku menatap Sinyi penuh nafsu yang sedang berdecak malas pada Kala. "Nah, ada yang ingin kutanyakan. Ini tentang 11 Ksatria Asfalis. Bisa tolong jelaskan?"

"Lah? Aduh, itu pun kau tak tahu. Seperti namanya, mereka 11 ksatria yang dipilih oleh Sang Dewa untuk melindungi dan menjaga Asfalis. Tapi akhir-akhir ini kudengar mereka tak mengerjakan tugas mereka dengan benar. Setelah <Penghancuran>, Enam Pemimpin Region berencana menangkap Yang Mulia Luca. 11 Ksatria Asfalis berpihak pada mereka. Tidak tahu diuntung banget, ckckck."

"Apa ini ada hubungannya dengan Yang Mulia Luca dijadikan buronan?" Aku teringat perkataan Kala entah kapan itu—kalau aku tak salah ingat, pas awal-awal aku ke sini.

Sinyi mengangguk. "Usai <Penghancuran>, Enam Pemimpin Region berencana dendam pada Sang Dewa. Itu konyol sih. Lagi pula <Penghancuran> terjadi karena ulah mereka."

"Dendam pada Sang Dewa... Apa itu artinya mereka berniat menantang Tuhan Asfalis? Apakah mereka sanggup menghadapi Dewa?"

"Tentu saja tidak, Dandi. Kau pikir siapa yang memberikan mereka kekuatan dan tanah kekuasaan? Tak lain tak bukan Dewa sendiri."

*

Sekitar jam dua siang, Master Wodah
menyuruh kaum Fairyda berkumpul di lapangan. Katanya ada pengumuman penting. Tapi aku bisa menebak topik pertemuan ini. Pasti tentang perang besar lusa depan.

Aku jauh-jauh dari Akun yang berada di dekat Gee, Rinvi, dan Linda. Aku harus mewaspadai kekuatan anak itu jika tidak mau melanggar janji dengan Mini. Tak ada yang boleh tahu aku Double Power, termasuk Kala sekali pun.

Double Power ada jika dua peri memiliki ikatan dan salah satunya meninggal. Lah aku? Melanggar aturan patung. Aduh! Pokoknya aku tak mau menebak apa yang terjadi jika rahasia ini terbongkar. Aku harus hati-hati.

Ng? Bahkan ada Wakil Siofra yang dikatakan jarang keluar dari kantornya? Duh... Aku mengatupkan rahang. Sudah kuduga, ini pasti rapat soal perang. Atau jangan-jangan hal lain? Entah kenapa aku tiba-tiba cemas.

Cleon melangkah ke tempat Master Wodah. "Aku sudah memeriksa kondisi tanah radius 400 meter dan tidak ada tanda kehadiran Blackfuror. Kala juga sudah memastikan."

Kala di sebelahnya mengangguk. Jadi dia tergesa-gesa karena harus memasang sihir penghalang supaya tidak ada anggota Blackfuror mencuri dengar isi rapat kami.

"Bagus. Mengingat ada Raibi dan si telepati di sana, informasi bisa bocor. Keberadaan Tuan Alkaran sampai saat ini masih rahasia."

Mereka berdua sama-sama mengangguk. Satu pertanyaan! Sejak kapan duo rival itu bahu-membahu? Ingatanku masih segar mereka saling mengintimidasi di Gladi Perang.

Tidak, tidak. Bukan itu inti sarinya. Apa barusan Master Wodah bilang? 'Alkaran'? Bukannya itu nama Pemimpin Fairyda, ya?

Poff!! Parnox muncul tanpa peringatan. Aku mengerjap. Lho, bukannya dia bilang butuh dua hari untuk kembali ke akademi? Kenapa dia sudah pulang saja? Dia berubah pikiran? Kepalaku dipenuhi rentetan pertanyaan.

"Kalian tahu kan kalau aku payah basa-basi?" Parnox membuka suara membuat sekitar hening karena aura kepimpinannya yang berat. "Tuan Alkaran memutuskan datang hari ini," lanjutnya enteng. Seketika peri-peri pemula membulatkan mata, termasuk aku.

Tuan Alkaran, pemimpin Fairyda yang tinggal jauh entah di mana, datang hari ini? Saat ini juga?! Ya ampun! Kejutan macam apa—

Belum habis rasa kaget kami, POFF! Parnox menjentikkan jari, menggunakan kekuatan teleportasinya untuk memindahkan Tuan Alkaran ke halaman akademi lewat kedipan mata. BRUK! Tanah berayun pelan. Asap mengepul ke udara. Kami terbatuk-batuk.

Aku melotot melihat sebuah sangkar perak berdiri di tengah-tengah halaman. Besinya berkilau oleh matahari. Di dalamnya berdiri seorang pria berumur, entahlah, sekitar 25 tahunan mungkin. Berparas amat elok, rambut kuning, dan kedua bola mata albino.

"Wahai kaumku, Fairyda's, aku minta maaf atas keterlambatanku. Aku meninggalkan posisiku di sela-sela masalah berat. Aku tidak menyangka perkara ini semakin pelik saja."

Eh? Kenapa Tuan Alkaran dalam kurungan? 





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro