7* Swift Growers

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Madam Allura bilang akan mengutus seorang Adept untuk membereskan kekacauan yang (tak sengaja) kubuat di Lembah Koilos. Beliau menyuruhku supaya mengkhawatirkan diri sendiri mulai sekarang. Masa depan yang gelap telah membentangkan karpet merah.

Entah ini keberuntungan atau kesialan, aku tidak mau tahu lagi. "Terkutuklah siapa pun itu!" pekikku, berteriak meredakan stres.

Karena tidak ada lagi yang bisa kulakukan-kelas dihentikan pasca perang singkat melawan Blackfuror-aku pun pergi ke padang alang-alang dimana aku jatuh terdampar. Aku menjadikan tempat ini sebagai lokasi favoritku. Soalnya pemandangannya indah...

Aku bertemu lagi dengan Kala. Dia lebih dulu berada di sana, tertidur pulas. Aigoo! Mana kusangka ada Kala. Apa padang wangi ini juga tempat favoritnya? Wahai, semoga saja tidak. Aku tidak mau terlalu sering bertemu dia.

Demi kebaikan sepihak sebenarnya. Aku tidak ingin didamprat oleh kumpulan fansnya.

Terus terang, aku ingin kembali ke gedung sekolah. Tetapi kuurung sebab melihat apalah itu, bersinar dari tempat Kala tidur, mengait rasa ingin tahuku. Huh? Cahaya itu berwarna aqua, sama seperti warna rambut Kala.

Aku menelan ludah gugup, terbang perlahan mendekati Kala, hati-hati supaya tidak membuatnya terbangun. Cahaya tersebut berasal dari dahinya yang tertutup oleh poni. Rasa penasaranku semakin tinggi melihat sinar itu berpendar-pendar. Ini apa sih-

"Apa yang mau kau lakukan?" cetus Kala membuka mata, menahan tanganku yang mau menyibak poninya. "Kau mesum rupanya."

"Apa?!" Aku melotot. Aku yakin wajahku sudah berubah merah saat ini. "B-bukan! Ini tak seperti yang kau pikirkan! K-kau tahu aku tukang kepo, kan? Ada sesuatu di dahimu! A-aku tertarik melihatnya! Hanya itu saja!"

Tapi Kala ada benarnya. Mau apa kau sama laki-laki yang sedang terlelap, Dandi?

Kala cuma berdeham pendek, mengusap pelan keningnya. Cahaya itu pun menghilang. Dia tidak tertarik dengan kejadian barusan.

Ck, dingin amat nih orang. Aku memutar bola mata malas, duduk dengan jarak yang jauh dari Kala. Aku tak mau cari masalah dengan laki-laki dingin triplek itu! Dia super menyebalkan.

"Aku tidak bau. Kenapa kau duduk sejauh itu?" Kala pertama yang memecah hening.

"Ya, begitulah." Aku meniru gaya bicaranya. Hehehe, tahu rasa. Dipikir tidak jengkel apa berbicara dengan es batu berjalan sepertinya? Dia menyia-nyiakan wajah tampannya... Eh.

"Kau marah?" Kala bertanya polos.

"Untuk apa aku marah padamu? Karena kau tidak mau memberitahu kekuatanmu? Marah sekali pun kau tetap akan diam, kan? Buru-buru kekuatan, kau bahkan tak mau menunjukkan sayapmu. Dasar pria pelit."

Kala terdiam sejenak, entah memikirkan apa. Dia menyentuh pin pada jubahnya. "Baiklah. Kalau sayap sepertinya tidak masalah."

Aku yang selonjoran santai langsung duduk semangat mendengarnya. Apa, apa? Kala berubah pikiran dan mau memperlihatkan sayapnya? Tumben dia menurut kali ini. Dan, lho kok, aku begitu senang mendengarnya?!

Pin di jubahnya mengeluarkan suara jetrek. Kala perlahan menegakkan sayapnya yang layu. Aku berbinar-binar. Indah sekali! Seperti sayap Blue Morpho versi tipis! I-ini kalau dikasih cat warna biru pasti makin cantik.

Ohom! Aku merapikan posisi duduk. "J-jadi sayapmu baik-baik saja. Lalu kenapa kau tidak mau terbang? Masa sih karena malas."

"Bukan urusanmu." Kambuh lagi dinginnya.

Aku ingin memukulnya..., ah sudahlah. Yang penting Kala mau menuruti permintaanku, sekali.

Kami kembali dilanda monster senyap. Kala memandangi langit dan aku yang curi-curi pandang ke sayapnya. Aduh, aku gregetan ingin menyentuhnya (penyuka kupu-kupu).

Tapi ada yang aneh. Sayapnya tak bergerak...

Oh, iya. Aku membuka mulut, "Eh Kala, apa kau tahu apa itu Swift Growers?"

Dia menatapku datar. "Kekuatanmu bangkit?"

Aku juga belum sepenuhnya percaya. Master Olavo berpesan agar aku hati-hati. Beliau melarangku memberitahu siapa pun, kecuali orang yang menemukanku. Maka dari itu aku memutuskan berbicara pada laki-laki ini.

"Benar?" tanya Kala lagi.

"K-kelihatannya iya." Bahkan orang bodoh sepertiku saja mengerti apa yang sedang terjadi. Tak mungkin dua guru panik tanpa alasan saat membaca dua kata dari daun yang dijatuhkan Pohon Neraida; Swift Growers.

Kekuatanku bangkit di luar sepengetahuanku.

"Wah, wah, ini kabar yang menyenangkan." Suara seseorang menginterupsi. Aku celingak-celinguk, tidak seperti Kala yang seolah tahu siapa pemilik suara itu.

Adalah Parnox. Sang Ketua Akademi. Di sekolah bumi, jabatan ini disebut ketua osis.

"Aku sebenarnya sedikit kecewa kau menolak tawaran muliaku, Kala, tapi mari kita lupakan itu. Kau tidak menarik lagi." Parnox tersenyum jemawa, menatapku congkak. "Swift Growers. Sebuah kekuatan legenda yang mampu menumbuhkan apa pun dengan cepat. Kau sadar kan apa artinya itu, Nona Verdandi-"

"APA KATAMU?!" potongku meninggikan volume suara seoktaf. Parnox terlonjak kaget. Kala menutup kuping dengan ekspresi datar.

"Itu kekuatan menumbuhkan?! Pantas saja rumahku kayak kerasukan setan! Aku tidak percaya ini. Aku sebenarnya tidak terlalu gemar berkebun, tapi aku lumayan menyukai bunga. Lalu kemampuanku berhubungan dengan pertumbuhan?! Ini sangat keren!"

Parnox menoleh. "Dia selalu seperti itu?"

Kala mengedikkan bahu. Iya.

Menghela napas pendek, Parnox menepuk bahuku. Aku berhenti kegirangan. "Maaf mengganggu keasikanmu, apa pun itu aku tak peduli, tapi posisimu tidak aman sekarang."

"Apa? Kenapa?" Aku mengerjap.

"Kau masih bertanya?" Parnox menggeram. Dia tampak ingin menerkamku bulat-bulat. "Kala, beritahu dia untuk ha-" Pemilik nama seperkian detik sudah lenyap dari radar. "Aish! Si kunyuk itu ngilang lagi. Sialan kau, Kala."

"Hei, kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau bilang aku tidak aman?"

Parnox mengeluarkan satu buku tebal, menyerahkan buku mirip kamus itu kepadaku dengan kasar. Tidak ada lembutnya nih cowok sama lawan jenis. "Baca halaman terakhir buku itu gih. Jangan beritahu siapa pun tentang kekuatanmu sebelum Master Olavo memberimu arahan. Aku harus pergi untuk melaporkan ini pada Pemimpin Fairyda."

"T-tunggu...!" Parnox sudah menghilang. Tidak dia tidak Kala, apakah semua laki-laki di Fairyda cenderung suka membuat perempuan penasaran? Aku. Sangat. Kesal.

Kutatap malas buku bertajuk List of All Potencia yang diberikan Parnox, langsung lompat ke halaman terakhir. Terdapat judul 'Kekuatan yang Baru Ditemukan' di atasnya.

Aku menutup mata. Halaman buku tiba-tiba bersinar. Sepuluh detik, buku itu selesai memperbaharui; Swift Growers. Praktis, heh.

"Huruf apaan nih?" Keningku menukik turun. Aku tidak bisa membaca keterangan di bawahnya karena ditulis pakai alfabet aneh.

"Verdandi!" seru Rissa dari kejauhan. "Kau dipanggil Madam Allura di kelas."

*

Kelas Newbie sepi. Hanya ada Madam Allura dan Sebille di dalamnya, menunggu kami. Suasana ini membuatku tidak tenang.

"Aku sudah membawa Verdandi, Madam."

"Terima kasih, Rissa." Beliau tersenyum lembut. "Kalian bisa pergi sekarang."

Mereka melambaikan tangan padaku. "Kami takkan kalah, Verdandi. Kami akan segera mengejarmu!" kata mereka lalu terbang ke luar dari kelas. Apa Rissa dan Sebille tahu? Yah, tidak masalah kalau Madam Allura yang memberitahu. Lagi pula mereka temanku.

Madam Allura terkekeh. "Persaingan antar peri, ya? Kalau saja situasinya baik, itu hal positif membuat para peri produktif. Tapi sayangnya kita punya kendala, Dandi."

"Sebenarnya ada apa, Madam? Apa karena kekuatan saya bangkit saat Blessing Statue tidak menyala? Apa itu menentang hukum?"

"Verdandi, kau belum tahu sedikit pun tentang musuh kita, Blackfuror, kan?"

Aku menggeleng. Tak sempat bertanya.

"Mereka adalah kumpulan peri migrasi yang meninggalkan ibukota karena bagi Blackfuror, ibukota Feehada membosankan."

"Kenapa begitu?" Aku tidak mengerti. Bukankah kalau di Feehada, semua peri bisa terbang bebas ke mana pun? Mereka tak dibatasi jumlah energi Pohon Neraida lagi.

"Karena sejatinya umat peri tidak dikaruniai memiliki kekuatan, Verdandi. Bangsa kita hanya ditugaskan untuk merajut sayap."

"Apa? Lalu bagaimana dengan..." Aku menunjuk sekeliling, maksudku akademi ini.

Madam Allura melaju pelan ke arah jendela. Aku mengikutinya. "Itu semua berkat Blessing Statue yang mengubah seluruh peri di Subklan Fairyda. Blackfuror iri dengan kita dan mulai menculik peri-peri lalu menyedot kekuatan mereka. Sejauh ini sudah 54 peri yang kehilangan sayap beserta kekuatannya."

54? Itu jumlah yang banyak.

"Mereka takkan berhenti sampai ambisi memiliki Blessing Statue terpenuhi. Maka dari itu Pemimpin Fairyda pun membentuk kelompok perang. Bagi peri-peri yang kekuatannya berguna untuk melawan Blackfuror, bisa memasuki kelompok ini."

"Lalu apa hubungannya dengan kekuatanku, Madam? Aku hanya penumbuh cepat."

Beliau tersenyum hangat membuatku lupa bahwa Madam Allura guru killer. Beliau menyentuh buku di tanganku. "Halaman terakhir. Kurasa kau harus tahu sendiri."

Masalahnya aku tak bisa membacanya.

Madam Allura memberiku surat kelulusan. "Selamat, Verdandi. Kau telah menyelesaikan semua pelajaran di Kelas Newbie. Kau sudah bisa terbang dan mendarat dengan mulus. Sudah saatnya kau pergi ke kelas baru."

Aku tersenyum. "Terima kasih, Madam."

Sebelum aku terbang meninggalkan kelas, aku menoleh kepada Madam Shayla. "Umm, Madam? Bolehkah saya bertanya sesuatu?"

"Tanyakan saja, asal jangan banyak. Soalnya kau peri paling cerewet di Fairyda," ledek beliau membuatku meringis malu.

"Apa anda tahu alasan kenapa Kala tidak mau terbang?" Aku penasaran. Sepertinya Madam Allura cukup dekat dengan Kala. Mungkin.

"Kau menanyakan sesuatu yang ambigu, Verdandi. Yah, aku paham. Bukan hanya kau saja yang penasaran tentang itu." Beliau mengelus dagu, pose mengingat-ingat. "Saat Kala berada di kelas Newbie, dia hanya terbang sekali ketika uji kelayakan diadakan. Setelahnya dia tidak pernah terbang lagi. Itu pun cara terbangnya tampak ganjil. Aku tidak melihat sayapnya terkepak sekali pun."

Aku diam, menunggu jawaban.

"Kurasa Kala tidak benar-benar bisa terbang."



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro