8* The Leader Shows His Talent

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah seminggu semenjak aku berada di kelas Medium, aku tidak berkembang sama sekali. Bukannya melatih kekuatan, aku hanya memperbanyak teman. Bukankah senang mendapat teman baru di kelas baru?

Sina sudah pergi ke kelas Senior begitu aku masuk ke Medium. Kalau aku ketemu dia nanti, akan kutanyakan apa kekuatannya.

"Hai, Swift Growers!"

"Panggil aku Verdandi saja," ralatku tidak terbiasa anak-anak di kelas ini terus memanggilku dengan nama kekuatanku. Siapa juga yang suka namanya diubah-ubah.

Salahkan Parnox yang terang-terangan mengungkap siapa Swift Growers ke seluruh kaum Fairyda. Katanya itu perintah Pemimpin Fairyda supaya di mana pun aku, orang yang kebetulan berada di dekatku akan melindungiku. Aku kayak hewan langka saja.

Ini tidak boleh nih. Aku terbang menuju perpustakaan. Aku harus cari cara membaca buku yang diberikan Parnox agar tahu kegunaan dari Swift Growers sampai diistimewakan sebegitunya. Aku malu tahu.

Aku tidak mau perlakuan spesial.

Sesampainya, aku segera menyusuri rak demi rak. Apakah tak ada kamus alfabet di sini? Penjaga Perpustakaan tak nampak lagi. Kepada siapa aku bertanya? Apes banget.

"Kau ingin mencari buku apa?"

Aku tersentak mendengarnya, menolehkan kepala. Seorang cowok dengan rambut hijau berdiri lima langkah dariku, tengah menyusun buku-buku, menatapku bingung. Apakah dia pegawai atau penjaga perpustakaan? Bagus!

Buru-buru kuserahkan buku itu padanya, garuk pipi. "Apa kau tahu arti tulisan di kolom keterangan pada halaman terakhir?"

"Ah, ada denganmu rupanya. Buku List of All Potencia. Aku kelimpungan mencarinya." Benar tebakanku. Pria ini penjaga pustaka.

"Parnox yang memberikannya padaku. Dia bilang kalau ingin tahu manfaat kekuatanku, baca halaman terakhir. Tapi aku tak paham." Dia tidak memarahiku, kan? Parnox sialan. Seharusnya dia meminjamnya dulu.

"Halaman terakhir?" Aku mengangguk. Dia membuka buku tersebut. "Ah, kau pasti lah Swift Growers yang lagi hangat dibicarakan."

"Hehehe." Aku cengengesan canggung.

"Kau tahu kemampuan Pohon Neraida, kan?"

Aku mengangguk cepat. Pohon itu sumber kekuatan Fairyda yang membuat semua peri terbang, juga menyimpan data-data peri.

"Aku tidak tahu apa kau sudah mengetahui ini atau belum, aku rasa sudah, Pohon Neraida milik kita adalah buatan. Karena energi pohon yang amat terbatas, kita tidak dapat terbang dengan leluasa. Ke langit saja hanya kuat mencapai 500-600 meter, lebih dari itu kau akan jatuh. Kau bertanya apa kegunaan kekuatanmu, kan? Swift Growers mampu menumbuhkan pohon baru alias Pohon Neraida yang asli. Kekuatanmu bisa membuat kaum Fairyda terbang selamanya. Ke mana saja. Sejauh dan setinggi sayapmu berkepak."

Aku terperangah, tidak menyangka kekuatan ini memiliki tanggung jawab besar. Seketika aku minder. Pantaskah diri ini yang meraih kekuatan ini? Aku, si cerewet kayak burung beo?

"Jika Blackfuror tahu tentang ini, selain menginginkan Blessing Statue, mereka juga akan mengincarmu. Sekali dayung, dua tiga pulau terlewati. Sama seperti kita, mereka juga memiliki batas dalam terbang."

Rasanya kepalaku berat sebelah setelah mendengar hantaman fakta bertalu-talu. Aku kemari karena tidak sengaja. Aku ke sini ingin menikmati hidup baruku sebagai peri, bukan bertarung melawan musuh berambisi.

"Jarimu baik-baik saja?"

"Ah..." Semalam aku membaca banyak buku, membolak-balikkan halaman demi halaman. Sepertinya jariku teriris kertas. "Ini tak apa. Paling diembus angin sembuh sendiri."

Dia memegang tanganku, konsentrasi. "Aku tidak mengerti kenapa banyak sekali orang yang meremehkan luka kecil." Telapak tangannya mengeluarkan seberkas cahaya hijau hangat dan lembut. "Sudah sembuh."

Aku melotot kagum. "Bagaimana bisa?"

"Namaku Rinvi. Aku seorang penyembuh. Salam kenal, Verdandi." Dia tersenyum teduh.

"Terima kasih, Rinvi. Salam kenal juga."

"Tidak masalah. Lain kali, jangan biarkan dirimu terluka sekecil apa pun lukanya. Apa pun jenis luka, itu menyakitkan."

*

Di lorong sekolah, aku menjernihkan pikiran dengan jalan kaki. Sudah kuduga, aku tak bisa membiarkan Blackfuror mencuri kekuatanku. Peri di Fairyda pasti jenuh hanya dapat terbang ke sana ke sini, tak bebas. Aku sendiri mau menikmati pemandangan di atas awan.

Aku harus berlatih jadi kuat—Brukk!!

Aku tidak tahu siapa yang salah, tapi sepertinya jelas itu aku karena aku jalan menunduk. Bawaan orang itu berserakan.

"Maaf! Aku tidak lihat jalan... Eh, Kala?"

"Ck, pasang matamu baik-baik." Kala berkata dingin, mulai mengumpulkan kotak-kotak yang jatuh. Aku pun membantu. "Tak usah."

"Aku yang menabrakmu," ucapku tegas.

Terserahlah. Kala menghela napas.

Aku mengernyit, mengintip isi kotak yang penutupnya terbuka. Ada cairan ungu di dalamnya. "Eh, ini semua apa? Obat?"

"Ya," jawabnya pendek. Ck, dingin amat.

"Untuk siapa? Oh! Apa untuk peri-peri yang dicuri kekuatannya??" tebakku bingo.

"Ya." Kala mengangguk. Anti basa-basi.

Lamat-lamat kulihat punggungnya. Dia mengenakan jubah lagi. Kenapa dia tidak mau memperlihatkan sayapnya sih? Padahal motif sayapnya cantik memanjakan mata.

Setelah semua kotak terkumpul, Kala berniat pergi. Aku mencegatnya. "Sepertinya kau kesulitan. Biarkan aku membantumu—"

"Verdandi!" Rissa memanggilku.

"Aku pergi," kata Kala melanjutkan langkah.

"Tunggu dulu, Kala!" Eh sebentar, aku tak bisa mengabaikan Rissa. Nanti dia ngambek kukacangi. "Ada apa? Ini wilayah Medium."

"Aku sudah mendapat kekuatanku!"

"Oh, ya? Apa itu?" Karena ini sudah tiga hari, Patung Kekuatan telah berdetak kembali.

Rissa menoleh ke Kala yang terpisah tujuh langkah kaki dari kami. Dia tersenyum licik. Rissa meletakkan telunjuknya ke keningku kemudian telunjuk kirinya teracung ke punggung Kala. "Bertukarlah!" serunya.

Aku mengerjap pelan. A-apa ini? Tanganku berat seakan sedang membawa sesuatu. Aneh. Kan aku tidak memegang apa pun?

"Hei, apa yang kalian lakukan?" Lho... Itu kan suaraku? Tapi, aku tidak sedang berbicara.

Aku menatap tumpukan kotak berat yang kuangkut, menelan ludah. Bukannya ini pasokan obat yang dibawa Kala barusan? Kenapa malah aku yang... Mataku membulat sempurna begitu melihat ke bawah. HAH?! Ini bukan bajuku! Seragam perempuan tidak mengenakan celana melainkan rok!

Baru lah aku berbalik, melongo. I-itu aku? Apa yang terjadi? Lalu siapa... Aku jadi Kala?!

Rissa menyengir tanpa dosa, memamerkan deretan gigi putihnya. "Kekuatanku Body Exchange," katanya memberiku peace.

Aku menggerak-gerakkan tangan kiriku. Wow! Tubuh ini terasa ringan sekali. Apa Kala jarang makan? Ckck, tidak sayang badan.

"Batalkan kekuatanmu, Rissa," kata Kala yang terperangkap dalam tubuhku. Kesal.

"Iya, iya. Jangan marah dong, Kala. Aku cuman menguji kekuatanku saja. Kebetulan hanya kau seorang yang ada di lorong." Rissa menjentikkan jarinya. Kami kembali ke tubuh masing-masing. "Maaf mengganggu, Kala."

Kala mendengus dan pergi. Ck, dinginnya (2).

Aku terbang ke sebelah Rissa. "Wow, itu kemampuan yang keren. Bagaimana dengan Sellbie? Apakah dia sudah dapat?"

"Sayangnya masih belum. Dia sangat sedih aku mendapat surat kelulusan. Ahh, Sebille yang tidak beruntung. Semoga berikutnya dia dikaruniai Blessing Statue. Oh Sebille-ku."

Aku mengamini dalam hati.

"Ayo ke kelas bareng. Aku harus mengantar surat tanda lulus ke Master Olavo."

"Tidak masalah. Aku akan menemanimu."

*

Setibanya di kelas, atmosfer di sana tidaklah bagus. Aku dan Rissa saling tatap, terbang mendekati kerumunan di depan kelas.

"Apa yang terjadi?" Aku bertanya.

"Dua Senior disedot kekuatannya tadi pagi. Salah satunya berkekuatan Mind Reader."

"Itu kan cuman kekuatan membaca pikiran. Apa bagusnya?" celetuk salah satu peri.

Master Olavo melipat tangan ke dada. "Itu berita yang buruk. Jangan meremehkan Mind Reader. Jika Blackfuror berhasil menguasai kekuatan itu, maka mereka akan mengetahui lokasi kita menyembunyikan Blessing Statue."

Yang barusan menceletuk seketika tersedak, begitu yang lain. Termasuk aku dan Rissa.

"Kemudian..." Beliau menatapku. "Mereka akan tahu kalau kita memiliki Swift Growers. Wahai, ini benar-benar kabar buruk."

Belum selesai soal Mind Reader yang berhasil diambil, suara aung terompet membuat seisi kelas ricuh. Kami tahu apa artinya: Blackfuror datang menyerang. Buruk sekali timingnya.

"Siapa di antara kalian yang cukup mahir mengendalikan kekuatan?" tanya Master Olavo cepat. Empat, lima..., delapan peri mengangkat tangan. "Bagus. Kalian ikut aku. Yang lain, sembunyi di sini. Ketua kelas bawa Verdandi ke aula putih. Di sana aman."

"Siap, Master Olavo. Ayo Verdandi!"

Langit gelap di luar sana. Ketua Kelas membawaku terbang dengan cepat. Jangan sampai terlihat oleh Blackfuror.

"KALIAN SUNGGUH BERUNTUNG, WAHAI FAIRYDA! TIDAK HANYA MEMILIKI PATUNG KEKUATAN, NAMUN JUGA MEMILIKI SWIFT GROWERS! Ayolah, jangan pelit. Kita ini sama-sama peri buangan ibukota. Mari kita berbagi kekuatan dan energi Pohon Neraida. Itu bukan penawaran yang buruk, kan?"

Ketua Kelas yang mendengarnya, mendecih. Kami masih melesat menuju Aula Putih. "Berbagi apanya? Pemimpin sudah pernah melakukan tawaran itu, namun mereka justru menyerang. Dasar kumpulan peri egois."

Aku ngos-ngosan. "Ketua Kelas... bisakah kita terbang pelan-pelan? Aku tak biasa terbang dengan kecepatan tinggi." Lihat sayapku, setengah layu, kelelahan mengikutinya.

"Kita tak punya waktu beristirahat, Verdandi. Aku harus mengantarmu ke Aula Putih dan menyusul yang lain." Dia menggeleng tegas.

ZZZTTTARRR!!!

Astaga! Bunyi gledek macam apa itu? Keras banget suaranya. Aku melihat langit yang masih gelap. Blackfuror belum mundur. Mereka membawa binatang seperti beruang tapi bersayap, bertarung bersama mereka. Ini membuat peri Fairyda kesusahan bertarung.

Tapi karena petir dahsyat itu, seorang peri Blackfuror lolos. Dia mendarat tak jauh di hadapanku dan Ketua Kelas. Ini celaka.

"Pergilah, Verdandi. Kau belum terlalu bisa mengendalikan kekuatanmu, kan? Biar aku yang melawannya." Dia melaju menghadang musuh. "Namaku Rusalka. Kekuatanku..."

"Aku tidak punya waktu meladenimu," kata peri dari Blackfuror itu. Entah apa yang dia lakukan, dia hanya mengarahkan tangan ke Rusalka, lalu tiba-tiba Rusalka terduduk.

Apa yang dia lakukan pada Rusalka?

"Sial... Kau Stamina Absorber rupanya..."

"Rusalka!" Aku nekat terbang mendekatinya. "Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?"

"Verdandi? Kenapa kau masih di sini... Sudah kubilang, pergi..." Mana bisa kutinggalkan Rusalka yang lemah bahkan untuk berbicara. Kekuatan peri Blackfuror itu penghisap energi.

"Swift Growers." Aku bergidik. Pria dari Blackfuror itu menatapku datar. "Ikut aku baik-baik atau aku bawa secara paksa. Pilih."

"Tidak keduanya!" teriakku galak.

Aku menumbuhkan tanaman hias berupa Lili Paris yang dari tadi kuperhatikan saat atensinya fokus pada Rusalka. Tanaman itu menjalar panjang lantas menghajarnya. Yes! Aku berhasil menggunakan kekuatanku!

"Kau bilang kau belum bisa memakai kekuatanmu, ternyata kau berbohong?"

"Tidak! Tidak kok!" Aku mengibaskan tangan, kikuk. "Karena panik, aku spontan mengeluarkannya. The power of kepepet."

"The power of kepepet? Apa artinya?"

Sial! Tanpa sadar aku memakai kosakata bumi.

Rusalka tertatih bangkit. Sayapnya tidak bertenaga untuk terbang. "P-pokoknya... Aku harus mengantarmu ke tempat aman. Blackfuror semakin banyak berdatangan."

"Jangan memaksakan diri, Rusalka—"

"Ketua Parnox telah datang!"

Aku menoleh ke langit. Walau tidak begitu jelas, aku bisa melihat Parnox berdiri di tengah-tengah kecamuk perang. Jubah tanda Adept melekat di punggungnya, berkelepak ditiup angin. Sebenarnya dari mana saja dia?

"Kalau Ketua Parnox sudah datang, perang ini akan berakhir dalam kedipan mata." Rusalka berkata mantap. "Mereka sekejap akan dipindahkan kembali ke Barat. Baguslah."

Parnox mengangkat tangan. Tiba-tiba semua tubuh peri Blackfuror bercahaya, termasuk peri yang kena hantam oleh tumbuhanku. Di detik berikutnya, Parnox menjentikkan jari. Mereka semua seketika menghilang. Lenyap.

Aku melongo tak percaya. Aku tidak tahu kekuatan Teleportation bisa sepraktis itu. Dan, astaga, semuanya benar-benar dipindah paksakan ke markas mereka. Padahal aku yakin jumlahnya dua puluhan. Parnox dia...

... Benar-benar pantas dijuluki Ketua.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro