9* Skepticism

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti yang diharapkan dari Ketua Parnox. Kini sifat angkuhnya memiliki alasan.

Perang benar-benar selesai dengan instan berkat kekuatan teleportasi Parnox. Peri yang terluka digotong ke kamar kesehatan. Aku secara tulus ingin membawa Rusalka yang kehabisan energi ke sana, namun Rusalka menolak. Bilang bisa pergi sendiri. Bebal dia.

"Verdandi!" Sina datang menghampiri. "Kau hebat, Dandi. Aku melihatmu di atas tadi, kau menumbuhkan bunga dan bertarung."

"Di atas? Tunggu, kau ikut perang?"

"Yeah... Hehehe..." Sina menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. "Mereka bilang kekuatanku berguna untuk bertempur. Aku senang bisa membantu perang. Ini debutku."

"Apa kekuatanmu, Sina?" Kesempatan emas.

"Akhirnya! Aku juga berniat memberitahumu kemarin-kemarin, Dandi, tapi tidak ada waktu yang tepat. Perhatikan ini!" Sina meliuk terbang ke depanku. Tangannya membentuk huruf O lalu melakukan gerakan mengembus balon. Sebuah gelembung keluar dari ibu jari dan telunjuknya yang saling bertemu. Sina pun mendorongku ke dalam gelembung itu.

Ini kan... kamarku waktu di rumah bunga Lembah Koilos? Tapi bukannya aku sedang mengobrol dengan Sina di langit-langit lapangan sekolah? Aku berpindah tempat—

Sina menarik lenganku, keluar dari gelembung. "Kekuatanku Dimension Bubbles. Aku sudah membuat titik-titik penerima di seluruh kawasan Fairyda. Peri yang masuk ke gelembungku akan terkurung di tempat yang sudah kukasih tanda," jelasnya riang.

"Pantas saja kelasmu melenting secepat itu. Kekuatanmu seperti memberi penjara."

"Tapi untuk sekarang gelembungku masih lemah, mudah meletus. Aku harus belajar memperkuat densitasnya agar peri yang terkurung tak bisa merobeknya begitu saja."

"Semangat, Sina." Aku mengepalkan tangan.

Aku juga harus cepat-cepat menguasai kekuatanku sepenuhnya dan keluar dari kelas Medium, mengejar ketertinggalanku.

*

Kudengar dari Rissa, Sebille telah mendapatkan kekuatannya kemarin. Makanya pagi-pagi aku memasuki wilayah Newbie, mencari Sebille. Tidak mungkin aku tidak antusias mendengarnya.

"Kau tahu apa kekuatan Kala?"

Aku berhenti melaju, menoleh ke perpustakaan. Hmm? Itu kan suara Parnox. Sebuah keajaiban melihat pria sombong itu mau menginjakkan kaki ke ranah ilmu.

Baiklah. Aku tahu tidak baik menguping, namun telingaku tidak salah dengar. Parnox barusan menyebut nama Kala. Ada apa?

"Kenapa tidak langsung tanya ke orangnya?" Penjaga Perpustakaan alias Rinvi, menolak menjawab pertanyaan Parnox yang sensitif. Bukan hak Rinvi mengumbar rahasia orang lain. Itu pun jika dia betulan tahu soal Kala.

"Kalian berteman, kan? Anak itu batu. Sudah berbusa mulutku bertanya, dia bersikeras tidak mau memperlihatkan kekuatannya."

Rinvi meletakkan buku di tangannya ke rak, menatap Parnox yang kesal. "Kenapa kau begitu tertarik dengan Kala, Ketua? Itu terserah dia mau pakai kekuatan atau tidak. Lagi pula Kala tidak membebani siapa pun."

Parnox tahu itu. Tapi, dia penasaran. Aku sendiri juga masih penasaran. Yah, mau bagaimana lagi. Kala tidak mau mendemonstrasikan kekuatannya.

"Kau bersikap seperti ini apa karena ingin tahu kekuatan Kala?" Rinvi mengambil buku lainnya di troli. "Aku baru tahu Ketua Parnox tipe kepoan. Apa Verdandi memengaruhimu?"

Aku mengulum senyum, malu. Begitu citraku di mata Rinvi rupanya.

"Tak ada hubungannya dengan Swift Growers. Instingku mengatakan ada beberapa 'orang luar' menyusup ke Fairyda. Aku harus tahu—"

Bruk! Rinvi menjatuhkan buku. Tertegun. Reaksinya itu membuat Parnox menyeringai.

"Sudah kuduga, kau tahu sesuatu." Mata cokelat Parnox mengosong jadi warna hitam, menatap Rinvi tajam. "Apa kau keberatan?"

Astaga! Apakah Parnox hendak mengajak Rinvi berduel? Kerang laut! Itu tidak boleh sampai terjadi. Fairyda melarang sesama peri bertengkar sampai mengeluarkan kekuatan. Itu namanya menyalahgunakan pemberian Blessing Statue.

Haruskah aku ke dalam dan melerai mereka? Tapi..., yang satu Adept, satu lagi Supreme. Aku yang masih di kelas Medium bisa apa?

Selagi aku sibuk berpikir di dalam kalbuku, di saat aku kembali mengintip pertengkaran Rinvi dan Parnox, mereka berdua tidak jadi berkelahi. Aku mengerjap melihat Parnox mandi keringat.

"Kau bukan sekadar penyembuh rupanya," desisnya dengan bahu naik-turun. Tersengal.

Rinvi tersenyum ramah. "Aku tak melakukan apa-apa. Ketua yang ingin memindahkanku."

Aku mengucek mata. Apa yang terjadi? Padahal aku hanya meleng sesaat. Artinya, secara tidak langsung Rinvi menang darinya.

Ah, sial! Andai aku tak sibuk berpikir dan fokus menonton. Kebiasaan terkutuk ini, bikin kesal.

*

"Hai, Verdandi! Dari mana saja?"

Seminggu berlalu damai sentosa. Blackfuror tidak menyerang kami tujuh hari ini membuat peri-peri Fairyda bisa istirahat dari yang namanya perang. Sepertinya mereka waspada dengan kekuatan Parnox yang bisa memulangkan mereka hanya lewat jentikan jari. Apalagi seminggu ini Parnox tidak pergi ke mana pun.

Aku diberitahu Master Olavo kalau Pemimpin Fairyda berada di tempat jauh. Karena kami tidak dapat terbang melewati <Zona yang Telah Ditentukan>, hanya Parnox dengan kemampuan teleportasinya yang bisa bolak-balik sesuka hati. Ih, bikin iri saja dia.

"Aku habis dari pustakaloka. Ngomong-ngomong, selamat Sebille, kau sudah meraih kekuatanmu."

Kemarin malam, Sebille datang ke aku dan Rissa dengan perasaan campur aduk sambil menangis. Dia sangat cengeng. Lucunya, itulah bakatnya, Sharing Sadness. Sebille mampu membagikan kesedihannya dan membuat peri terhipnotis lalu ikut menangis. Betapa uniknya kekuatan Sebille.

"Hahaha!" Rissa tertawa. Dia baru saja mengusili teman sekelas, menukar jiwanya dengan seekor burung. "Maaf! Tak sengaja!"

Gadis itu, kekuatannya berkembang pesat. Aku menatap telapak tangan. Sementara aku, masih belum bisa memakai Swift Growers dengan baik.

"Ada apa, Dandi? Mukamu serius begitu."

Aku teringat kejadian di perpustakaan. "Begini, tadi di perpus, kulihat Parnox menantang duel 1V1 sama Rinvi yang dimenangkan oleh Rinvi tanpa perlawanan berarti. Apa Rinvi punya dua kekuatan?" Setahuku dia hanya penyembuh.

"Itu mustahil. Rinvi itu penjaga pustaka. Dia hanya seorang penyembuh. Mana mungkin bisa melawan Ketua Parnox yang veteran."

Tuh, kan. Rissa dan Sebille sampai kaget. Aku harus mampir ke perpustakaan sekali lagi.

*

"Datang lagi?" Rinvi bersedekap.

Ehe. Aku mengembangkan senyuman manis. Sebenarnya baru-baru ini perpustakaan menjadi tempat favorit keduaku. Peri-peri di kelas dongkol dengan aku yang banyak tanya, makanya aku mencari jawaban secara mandiri.

Sepertinya Rinvi sudah tak apa. Aku tanya—

"Kau peri kedua yang rajin membaca." Rinvi memberiku buku tipis, terlihat baru. "Nih, rekomendasi dariku untukmu hari ini."

Aku menerimanya. "Siapa yang pertama?" Rasa kepoku hilang ditelan reaksi bersamaan.

"Kala." Balasan yang membuatku hampir terkekeh tidak percaya. Si dingin itu suka baca buku? Apa dia tidak punya teman karena sikapnya yang bagai batu es? Rasain tuh karma.

"Oh iya, Rinvi, bisakah aku meminjam buku List of All Potencia? Akan kukembalikan tepat waktu. Janji." Aku tidak seperti si angkuh Parnox yang main pinjam tanpa izin.

"Baiklah. Jangan terlalu lama."

"Asyik! Bolehkah kubaca di luar? Sumpek di dalam sini. Aku pobia ruang sempit."

"Tidak apa sih—" Rinvi mengerjap. Aku sudah pergi dari depannya. "Tapi kan di sini lumayan luas? Apa dia membual barusan?"

*

Aku susah payah menghentikan laju terbangku, mengumpet ke semak-semak. Padang luas dimana aku jatuh ke dunia ini, telah dihuni oleh dua peri. Kala dan...? Siapa lagi pria itu? Bukan Parnox karena rambut Parnox berwarna cokelat-cokelat gitu.

Etto, kurasa itu bukan percakapan yang menyenangkan deh. Mana ada obrolan seru saling memancarkan tatapan tak suka. Lawan bicara Kala mencengkeram lehernya.

"Kuingatkan padamu, jauhi Tanny. Aku yang menemukannya. Kau urus saja peri pemula yang kau temukan. Verdan... apa lah itu."

Verdandi, ralatku dalam kalbu. Padahal namaku mudah diingat. Aku lanjut nguping.

"Lucu. Yang mendekatiku dia duluan. Kenapa aku yang disalahkan?" Kala tergelak sinis.

"Kau pikir aku tidak tahu kau suka cari perhatian dengan tak mau memberitahu kekuatanmu yang apalah itu. Sok-sokan misterius. Parnox sampai gregetan olehmu."

"Aku bukannya tak mau. Cuman malas." Apa pentingnya mengumumkan nama kekuatan.

"Huh!" Pria itu melepaskan cengkramannya. "Dari awal kau datang ke sini, aku sudah menaruh rasa curiga padamu. Peri yang tidak mau terbang dengan alasan MALAS. Klise."

Dia menatap Kala tajam. Yang ditatap hanya memasang wajah mengantuk. "Apa kau betulan malas terbang atau tak bisa terbang?"

Kala diam. Ragu menyela.

"Kau hanya terbang sekali saat uji kelayakan Kelas Newbie. Madam Allura bilang sayapmu sama sekali tidak bergerak. Bukankah itu... terdengar aneh?" Dia menyudutkan Kala.

"Cleon, kuharap kau tahu batasan." Kala mulai memasuki mode defensif. Tak nyaman.

"Peduli setan dengan batasan. Aku tak suka kau, Kala. Kau ini... terlalu asing." Cleon tidak peduli dengan pandangan dingin Kala.

Terserah saja. Kala tak tertarik lagi berdebat dengan Cleon. Dia berbalik memunggungi, berniat pergi dari sana. Cleon pun marah akan sikap Kala seperti meremehkannya.

"Aku menantangmu duel, Kala!" sorak Cleon. Untung minim peri yang datang kemari. Jadi hanya aku yang mendengar seruannya.

Duel katanya? "Tidak mau—"

"Kau tak bisa menolaknya, Kala. Ini adalah program yang dibuat oleh Master Wodah. Simulasi Perang. Semua peri yang dapat mengendalikan kekuatan harus mengikuti acara ini." Cleon menyeringai puas, sarat akan makna. "Kau termasuk ke dalamnya, kan? Parnox mengatakan kekuatanmu hebat sampai membuat Pohon Neraida bergeming. Aku jadi tidak sabar menantikan hari itu tiba."

Cleon terbang berlalu. Kulihat Kala mengepalkan tangan, berdecak pelan.

"Hei, Kal!" sapaku memutuskan keluar dari semak. Aku terbang ke dekatnya. "Kau baik-baik saja? Aku tak sengaja menguping," gumamku terlanjur jujur. Lurus berkomentar.

"Kenapa kau berkeliaran? Blackfuror bisa muncul kapan saja. Tak takut ditangkap?"

"Kan ada peri penanggung jawabku," kataku menyengir. "Lagi pula tinggal menunggu waktu aku akan naik ke kelas Senior."

"Pandai kau mengelak."

Dan hening. Angin sepoi-sepoi berembus, membuat sayap-sayapku bergoyang. Aku menatap ke langit biru, mengernyit. "Akhir-akhir ini Sabaism tidak terlihat lagi."

"Ia tidak selalu bergerak."

"Apa saja yang kau tahu soal Sang Dewa?"

Kala menghela napas. "Mulai lagi."

"Ayolah! Aku sangat ingin tahu tentang dewa dunia ini! Penjelasan di buku-buku perpustakaan kurang memuaskan. Kau kan penanggung jawabku. Beritahu sedikit saja? Boleh? Ya? Ya? Aku berjanji takkan bertanya apa pun."

"Namanya Luca. Wujud sejatinya adalah anak-anak. Saat ini dia dijadikan buronan... Maksudku, Yang Mulia Luca," dehamnya. Lupa memakai embel-embel sopan ke dewa.

"Buronan? Kok bisa? Lalu, Dewa Asfalis anak kecil? Kok bisa? Apa kau tahu di mana dia? Jangan-jangan dia dikutuk jadi anak-anak."

"Kau melanggar janjimu."

Kututup bibirku yang nakal. Sial! Ini kedua kalinya untuk hari ini. Kebiasaan meresahkan ini tidak bisa dienyahkan. Apakah tak ada cara agar aku sedikit kalem?

"Kau benar-benar tidak mau memberitahu kekuatanmu ke publik? Parnox sampai menginterogasi Rinvi lho." Aku menukar topik.

Kala tersentak. "Parnox melakukannya?"

"Kenapa kau malas banget sih mengeluarkan kekuatan? Bagaimana cara kau menghadapi Blackfuror nanti? Untung Rinvi tidak apa. Kau bisa membuat kenalanmu terluka lho." Bagus, Dandi. Kau sangat pandai dalam membujuk.

"Aku hanya..." Kala memperhatikan telapak tangannya. Ekspresinya sukar dipahami. "Aku takut memakainya. Ini pertaruhan ambigu."

Huh? Dia takut dengan kekuatannya?

Buku List of All Potencia bercahaya. "Hmm? Ada apa dengan buku ini? Tadi normal."

"Buku itu selalu bersinar jika ada peri yang kekuatannya bangkit..." Kala memberitahu. Dia merebahkan diri ke halaman rumput. DEG! Niat ingin merem pun batal. Kala duduk.

Aku membuka halaman buku. "Oh, ya? Kekuatan apa yang muncul kali ini—Bats!" Benda itu dirampas oleh Kala. "Hei! Apa yang kau lakukan? Kembalikan padaku!"

"Aku pinjam buku ini."

"Enak saja. Aku yang pinjam duluan."

Terjadilah adegan kejar-kejaran antara aku dan Kala, walau cuman aku yang terbang. Si Kala, entah kerasukan setan apa dia, tiba-tiba menjahiliku. Tentu saja aku kesal. Mana pria ini lebih tinggi dariku. Mudahnya dia menebak arah terbangku, tak membiarkanku menyentuh buku di tangannya. Grr!!! Dia ini sebenarnya kenapa sih?! Mendadak iseng.

Tidak terima diusili, aku menumbuhkan akar di tanah. Kala tersandung dan jatuh. Buku di tangannya terlepas dan terlempar ke kakiku. Aku membungkuk mengambilnya. "Kau ini kenapa sih? Aku kan cuman mau baca."

"Tunggu, Verdandi—"

Aku membuka buku. Sinarnya berasal dari ujung buku. Langsung saja kubuka halaman terakhir. Daftar 'Kekuatan yang Baru Ditemukan' telah bertambah. Cahaya aneh itu selesai menggurat tulisan di kertas.

Tubuhku sontak menegang, menatap Kala yang menampilkan raut kosong. Agaknya aku paham dengan sikapnya barusan.

"Inikah... kekuatanmu? Windy Air?"

"Apa?" Kala meloloskan diri dari jeratan akar imitasi, mengambil alih buku List of All Potencia. Bedanya dia melakukannya lebih lembut, tak seperti tadi. "Bagaimana bisa?"

Hah? Dia juga kaget dengan kekuatannya?

Terompet darurat dibunyikan.

"Blackfuror menyerang! Mereka membawa peri berkekuatan menghilang dan Dahaka, hewan berbahaya yang memiliki kumis-kumis pelumpuh! Bagi yang bersama Swift Growers, cepat bawa dia ke Aula Putih segera! Sisanya lindungilah Patung Kekuatan! Peri kelas Supreme segera bentuk barikade! Lekaslah!"

"Kau dengar itu. Cepat pergi sana," ucap Kala, seolah tidak ada terjadi pada kami.

Aku hendak menimpalinya, tapi... Huh? Apa ini? Rasanya ada sesuatu melilit perutku—Sesuatu itu menarikku dengan kencang.

Kala telat menolong. "Verdandi!"

Seekor binatang besar muncul di padang alang-alang. Peri yang mengendalikannya membuat keberadaan mereka hilang agar tak ada yang sadar. Sial! Aku lengah! Jadi ini rupa monster Dahaka? Mirip gurita raksasa! Bukan, bukan. Seperti ikan lele! Benar, itu dia.

"Aku telah mendapatkan Swift Growers. Semuanya, mundur. Kembali ke markas."

Sial. Aku tidak bisa mengaktifkan kekuatanku karena racun dari kumis yang melilit tubuhku membuatku lemas. Kepalaku pusing duh...

"ASTAGA VERDANDI!" Teman-teman dari kelas Medium datang secepat yang mereka bisa. "Semuanya, cepat bantu Swift Growers! Jangan biarkan mereka menangkap Dandi!"

Masalahnya kumis ikan, eh gurita, eh apalah ini namanya, menggelepar secara sporadis. Membentur apa pun, menghalangi para peri   untuk mendekatinya. Susah ditembus.

"Hati-hati! Kumisnya berbahaya!" seru Rissa.

Rusalka tiba paling terakhir. Dia baru melacak posisiku di mana. "Bertahanlah—Woah!!!"

Angin tiba-tiba bertiup kencang sekali. Para peri berjatuhan, tidak bisa terbang kalau anginnya sekuat itu. Aku sendiri mencari celah untuk melepaskan diri dari ikatan kumis. Begitu terputus, tubuhku merosot jatuh. Celaka! Sayapku layu, tidak berfungsi!

Seseorang melesat menangkapku sebelum mencium tanah. Aku perlahan membuka mata, tersentak kangen. "Madam Shayla!"

"Akhirnya dia menunjukkannya, ya."

Menunjukkan apa? Aku menoleh, termangu. J-jadi yang ditulis buku List of All Potencia tidak salah? Buku itu akurat, tidak keliru!

Parnox berdiri di atap. Tersenyum miring.

Kala perlahan mengibaskan tangan. Angin puyuh menyapu bersih pasukan Blackfuror bersama monster Dahaka yang mereka kendarai, meniup jauh ke arah Barat. Mereka terseret. Tak dapat melawan. Diembus kasar.

Lengang satu menit kemudian.

"Cih!" Cleon ternyata menonton dari tadi, bersembunyi di antara pohon. Setelah berdecak sebal, dia pun benar-benar pergi. "Apanya yang bagus dari kekuatan angin?"

Aksi Kala sama saja mengumumkan kekuatan yang dia sembunyikan selama ini.









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro