Chp 119. Boleh Minta Tanda Tanganmu?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ramalan cuaca mengatakan bahwa besok akan turun hujan seharian. Sedangkan latar untuk adegan Song Ina dan Allan Joa (second male lead) adalah malam hari cerah dengan lampu-lampu terang.

Sutradara Songqie beserta kru 'Is She Really My Medicine?' bertekad mengambil adegan yang diperlukan malam ini juga.

Scene dimana Allan akhirnya menyadari perasaannya bukan lagi untuk heroine utama. Hatinya telah berlabuh ke wanita lain. Wanita yang selama ini dia abaikan. Wanita yang dia sakiti. Allan bergegas menemui Ina ke kantornya. Ina di sini berperan sebagai dokter hewan.

Di saat para pameran bercakap-cakap di lobi klinik hewan, akan ada seorang ekstra yang mengganggu obrolan mereka sambil menggendong anjingnya yang sakit.

Nah, di sinilah masalahnya.

Sudah tiga kali cut, tidak ada ekstra yang bisa memuaskan ekspektasi Songqie.

Yang bersin-bersin lah mengganggu chemistry kedua pameran. Yang takut lah karena anjingnya mendengking lalu kabur terbirit-birit seperti pecundang. Yang lemah lah, tidak sanggup menggendong anjingnya lantas terjatuh saat masuk ke apotek membuat situasi memalukan.

Jam terus bergulir memangkas waktu membuat Songqie menjadi pusing. Masa sih dia harus menunda syuting hanya karena tidak ada ekstra yang sesuai?

"Pak Sutradara! Saya membawa figuran yang baru," seru asistennya.

"Ayo, kita langsung mulai saja."

Kamera demi kamera tertuju pada dua pameran. Pencahayaan selesai diatur. Ina dan Allan menarik napas dalam, siap dengan dialog masing-masing. Songqie mengambil toa. "Para aktris siap?"

"Light, Camera, Action!"

Allan menggenggam tangan Ina dengan lembut. Kedua mata mereka bersirobok. Bedanya, hanya Allan yang memandang hangat. "Apakah... apakah sudah terlambat untukku meminta maaf?"

Ina tersenyum. Tidak, itu bukan senyuman kesedihan melainkan senyuman ikhlas membuat hati Allan berdenyut nyeri.

Perlahan namun pasti, Ina melepaskan genggaman Allan. "Ketika sadar semua harapan dan jerih payah tidak memiliki arti, jalan satu-satunya yang harus dilakukan adalah berhenti dan tahu diri. Maaf, tapi hatiku sudah terlalu hancur."

"Kumohon beri aku satu kesempatan—"

Pintu klinik hewan terbuka. Ekstra yang ditunjuk Coren melangkah masuk. "Tolong obati anjingku, Dokter! Dia sepertinya keracunan makanan—"

"CUT!" Songqie berseru jengkel.

Seluruh kru termasuk Ina dan Allan mendesah panjang. Adegan gagal yang lainnya. Mau sampai kapan mereka mentok melakukan hal ini berkali-kali?

Sutradara Songqie melangkah ke tempat ekstra itu. "Apa yang kau lakukan, heh? Kau seharusnya membuat ekspresi yang sedih! Tapi kau terlihat terburu-buru seperti dikejar rentenir. Carikan orang lain untukku! Kita takkan bubar sebelum aku menangkap adegan yang bagus."

Asistennya melotot. Songqie menginginkan orang baru lagi?! Itu sudah ekstra keempat dan dia menyingkirkan semuanya dengan kejam dan pedas! Mana ada yang mau bersama sutradara pemarah.

"Baik, Pak," jawabnya tak rela.

Kru dan para pameran break hingga mereka mendapatkan tokoh pembantu.

Allan mendudukkan pantatnya ke kursi dengan kasar, memberikan sapu tangannya pada Ina. "Sial, mau sampai kapan aku berada di sini? Ini sudah mulai larut! Mengulang segmen yang sama berkali-kali itu membosankan tahu."

Ina terkekeh mendengarnya, menyeka wajah yang sedikit berpeluh. "Kau kan tahu bagaimana kepribadian Sutradara Songqie. Beliau takkan menyerah sebelum mendapat adegan yang memuaskan."

Manajer Ina menyerahkan kipas angin mini. "Apa kau butuh teh atau sesuatu?"

"Aku mau Banana Milk. Tolong ya."

Allan membuka sandi ponselnya, mencari tontonan menarik, kembali mendesah kasar karena tidak menemukan apa-apa. Dia beranjak bangun. "Hei Ina, aku mau pergi cari angin. Kau mau ikut?"

"Aku di sini saja. Malam ini sejuk."

Oke. Allan berlalu pergi.

Ketika Ina ingin bersandar menenangkan diri, manajernya datang membawakan apa yang dia inginkan. Kening Ina mengerut. Kan dia memesan Banana Milk, kenapa malah diberikan susu stoberi?

Ina menoleh. "Aku tidak menyukai sto—"

Orang itu menurunkan sedikit maskernya. "Maaf, aku tidak tahu kau tidak suka stoberi. Harusnya aku pilih yang lain."

Bola mata Ina membulat sempurna.

"M-M-Maehwa?!" pekik Ina. Pemilik nama langsung meletakkan jari ke bibir membuat Ina sontak menutup mulut. "Apa... tidak, sedang apa kau di sini? Bagaimana cara kau masuk? Astaga, bisa gawat kalau kau ketahuan menyelinap kemari."

"Bisakah kita bicara di tendamu? Hanya sebentar sebelum manajermu yang asli pulang dengan Banana Milk pesananmu."

Ini kejutan spesial dalam hidup Ina.

Biasnya, idolanya, nekat menyusup ke lokasi syuting hanya untuk berbicara dengannya. Oh Tuhan! Terima kasih sudah membuat Ina hidup di bumi yang indah ini!

Ina mencuri pandangan ke Maehwa yang menatap waswas ke luar, jaga-jaga tidak ada yang masuk. Ina berteriak tanpa suara. AAA!!! Maehwa tampan sekali malam ini!!! Bernapas pun dia tampan!!!!

Maehwa melepaskan topi. "Kalau kau tidak suka minumannya, kau boleh buang—"

Ina segera menyedot habis dalam lima detik hingga kotak kemasannya berkerut. Mana mungkin Ina mau membuang susu stoberi berharga pemberian Maehwa?!

"Kupikir kau tidak suka."

"O-omong kosong dari mana itu. Aku sangat menyukai susu stroberi. Mulai hari ini aku akan terus mengonsumsinya."

"Itu terlalu berlebihan..."

Dan hening pun menyergap.

Bagaimana ini? Ina berada satu ruangan dengan biasnya yang hanya diam cuek bebek. Apa yang Maehwa inginkan sampai dia nekat mendatangi Ina?

"Jadi.... kau butuh apa dariku?" Ina lebih dulu membuka mulut, gemas dengan keheningan di antara mereka.

Maehwa merogoh saku jaketnya yang entah kenapa gerakan itu membuat jantung Ina refleks berdebar kencang. Apa? Apa? Dia mau mengeluarkan apa? Surat cinta, bunga, cincin pernikahan? Ahh, sial! Fantasi Ina terlalu ketinggian!

"Aku ingin mendapatkan..."

Ina memotong tak sabaran. "Mendapatkan apa? Mendapatkan diriku? Kebetulan, aku jomblo. Tapi ini tidak baik untuk trainee sepertimu dan aktris sepertiku, Maehwa."

"Tanda tanganmu..." lanjutnya pelan, mengeluarkan note kecil dan spidol.

Dan hening pun menyergap part dua.

Sialannnn!! Ina ingin tenggelam ke Sungai Han detik ini juga! Bagaimana mungkin dia berpikir Maehwa akan melamarnya?! Keberadaan Maehwa sangat berbahaya untuk jantung dan otak Ina.

"U-untuk apa kau butuh tanda tanganku?" kata Ina jual-mahal dulu. Dia mengipasi wajahnya yang memerah dengan tangan.

"Tidak boleh ya?"

Maehwa tersentak kaget ketika Ina menyambar note di tangannya lantas memberikan apa yang dia inginkan. Begitu saja, dengan mudah, tanpa syarat.

Dia terlalu manis. Aku tidak bisa menolak, pikir Ina menekan dadanya yang degdegan.

Maehwa? Bengong, mencoba reconnecting. Apakah semua wanita seperti ini? Dia benar-benar dibuat bingung dengan sikap Ina yang agak mirip dengan Ise.

[Ketidakpekaan anda membuat saya gemas. Dia itu penggemar anda.]

'Huh? Apa maksudmu, Danyi? Kenapa pula aktris dan idol senior seperti Song Ina menyukai pemula? Ngada-ngada ah.'

[Terserahlah! Terserahhhhhh!!!!]

Tak salah lagi, Danyi perempuan. Maehwa berani bertaruh tentang gender Danyi.

Maehwa menggelengkan kepala. "Terima kasih, Senior Ina. Semoga syuting anda lancar. Saya permisi dulu—"

Ina memegang lengan Maehwa. "T-tidak adil jika kau saja yang mendapatkan apa yang kau inginkan! Berikan aku hadiah setimpal yaitu tanda tanganmu juga."

"Baiklah. Di mana saya harus tanda tangan?" balas Maehwa cepat karena dia mendengar suara seseorang di luar menyuruh semua pameran kembali ke posisinya masing-masing.

Ina menyapu pandangan ke sekitar, mencari apa saja yang bisa menampung tanda tangan idolanya. Tidak ada? Satu pun? Ayolah, keluar kalian!

Tunggu... Ada satu benda! Sapu tangan yang diberikan Allan tadi. Untunglah Ina memasukkannya ke kantong baju.

"Di sini, Maehwa. Tanda tangan di sini."

Bagus. Dia memintaku tanda tangan di sapu tangan? Agak lain gadis ini....

Sebuah senyuman terukir di wajah Ina begitu Maehwa mencoret-coret kain itu dengan tulisan tangannya, tertawa pelan. "Tanda tanganmu kuno ya."

"Aku tidak tahu bentuk tanda tangan yang tren," kata Maehwa menutup spidol. "Sekarang sudah adil, kan? Aku harus pergi. Senior juga harus kembali syuting."

Baru saja Ina ingin bilang hati-hati, Maehwa sudah keluar lebih dulu dari tenda saat Ina fokus memandangi tanda tangan. Cih, cepat sekali hilangnya.

Tapi tak apalah. Ina berseri-seri.

Yang penting dapat tanda tangan Maehwa~


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro