Chp 131. Ketahuan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana di kantin sangat sepi. Tim APONA makan malam dalam diam. Tidak ada yang tergerak mau membuka mulut untuk mengusir keheningan ini. Sedangkan Maehwa bersyukur tidak ada udang lagi. Dia hampir saja membenci tempat itu.

Haru menghela napas. "Kalau begitu ini makan malam terakhir kita ya karena di pengumuman peringkat berikutnya aku dan Kiyoung sudah pasti tersingkir."

Nasi di mulut Maehwa mendadak terasa hambar. Ah, bagaimana mungkin dia masih bisa makan saat ini sementara nasib Haru dan Kiyoung sedang kritis?

"Aduh, Kak! Jangan merasa tidak enakan dong!" seru Kiyoung peka dengan sikap Maehwa mendadak berhenti makan. "Kami tahu Kak Maehwa lapar berat dari tadi."

"Maaf... Andai saja tim kita menang..."

Haru menepuk-nepuk bahu Maehwa. "Kami tidak apa-apa kok! Sumpah, serius, suwer. Walau kami harus gugur, setidaknya kami gugur dengan hormat. Kami telah mengukir nama dengan penampilan panas memukau. Aku yakin tim APONA akan menjadi ikon."

Kiyoung mengangguk-angguk. "Lagi pula kami berdua sudah punya rencana untuk debut di agensi masing-masing."

Kepala Geonwoo tertoleh. "Benarkah??"

"Yeah. Memang akan membutuhkan waktu lama, tapi seperti kata pepatah, kerja keras selalu membuahkan hasil."

"Siapa tahu kami lebih dulu debut daripada tim debut Star Peak," imbuh Haru ikut terkekeh dengan Kiyoung.

Kenapa? Maehwa mengepalkan tangan. Bagaimana mungkin mereka masih bisa tersenyum dan tertawa seperti itu? Apakah dengan berpura-pura baik-baik saja bisa mengobati hati yang sebenarnya terluka?

Maehwa menatap telapak tangannya.

Apa karena tubuh ini pemuda berusia 20 tahun makanya Maehwa jadi sering emosional? Sialan! Umur 32 tahun hanya sekadar kenangan sekarang!

"Maka dari itu semangatlah kalian."

Maehwa mengangkat kepala, menatap Haru dan Kiyoung. Mereka sudah selesai makan.

"Tinggal dua tahap yang tersisa. Apa pun yang terjadi, kalian pasti bisa debut! Kami akan mendukung kalian sepenuh hati. Jangan sampai patah semangat karena tertekan dengan misi. Ingat kami, oke?"

Geonwoo tersenyum. "Mana mungkin kami akan melupakan mantan partner kami."

Jun-oh memberikan ayamnya ke nampan Haru dan Kiyoung. "Kalian ini benar-benar anak yang baik. Maka dari itu aku akan menyumbangkan bagianku. Rejoice! Aku jarang membagi ayamku ke orang lain lho."

"Tapi kami sudah kenyang, Kak Jun-oh!"

Maehwa hanya diam memperhatikan, masih badmood. Tidak sebelum Haru menceletuk.

"Ngomong-ngomong katanya Kak Maehwa jago game, ya? Aku butuh bantuan—"

"Gassss! Berikan aku ID akunmu. Biar aku yang bikin room. Kau mau jadi apa? Kalau mau jadi support, biar aku yang ngecarry. Duo atau team? Tapi pencarian team secara random itu menyebalkan. Kadang bertemu pemain yang serius bermain, kadang ketemu troll, kadang ada yang lama sekali menerima undangan room. Lebih baik duo saja. Kau bisa fokus buffing dan serahkan penyerangan bosnya padaku. Blablabla..."

Jun-oh dan Geonwoo mendengus masam.

Dasar maniak game!

.

.

Banyak trainee yang pulang menuju rumah masing-masing setelah menerima upah tampil, tapi banyak juga yang masih ingin menginap sehari lagi di asrama.

Termasuk Jun-oh dan Maehwa. Geonwoo anak itu baru saja dijemput orangtuanya.

"Aku haus sekali..."

"Bagaimana tidak? Kau terussss mengoceh menjelaskan mekanisme game pada Haru sampai anaknya ketiduran di meja!"

"Dia bertanya. Aku hanya menjawab."

"Ya kan kau bisa menyingkatnya," kata Jun-oh gemas ingin menjitak pria itu.

"Mana bisa begitu! Apa gunanya arsitek kalau para tukang bangunan sudah tahu bentuk gedung yang akan dibangun. Dengar Jun-oh, memahami tata cara suatu event dalam game itu sangat PENTING. Jangan asal scroll, tapi dibaca. Kita tidak bisa skip tutorial-nya karena merasa sudah hebat.

"Kau selalu saja bersikap berlebihan kalau berhubungan dengan game..."

"Tentu saja!" Maehwa mengangguk serius. "Aku sudah menjadi progamer selama enam tahun. Tidak mudah menukar kebiasaan gaming dengan menari dan bernyanyi."

Jun-oh mengernyit. "Progamer?"

Gawat! Aku keceplosan!

"M-maksudku, kalau aku gagal debut, aku ingin mewujudkan cita-cita terpendamku yaitu menjadi seorang progamer."

"Ada-ada saja kau ini. Duluan sana. Aku akan membelikanmu minuman."

"Thanks," kata Maehwa datar.

Mantap, Jun-oh! Maehwa mengusap-usap telapak tangannya dengan ekspresi kucing. Bisa hemat uang nih. Soalnya Maehwa ingin top-up membeli skin terbaru.

Mereka pun berpisah. Maehwa belok kanan, Jun-oh terus lurus ke vending machine.

Di saat memilih minuman yang (sekiranya) disukai Maehwa karena Jun-oh lupa menanyakan selera anak itu, sayup-sayup mendengar percakapan dari lantai bawah.

"Huh? Ini kan suara Pak Dong-Moon?"

Jun-oh mengintip ke bawah, langsung sembunyi. Tampak Dong-Moon tengah mencengkeram seseorang. "Astaga! Apa yang dia lakukan? P-pokoknya rekam dulu. Entah kenapa instingku menyuruhku untuk mengabadikan momen ini."

"Apa-apaan kau, Horus? Kenapa anak itu masih di sini?! Bukankah kau sendiri yang bilang akan mengurus Maehwa?"

Jun-oh berhenti merekam. Maehwa?

Horus menatap Dong-Moon tidak senang. "Maehwa itu siapa? Salah satu trainee? Kenapa pula saya harus menyingkirkan peserta pelatihan. Lagian anda ini siapa?"

Dong-Moon melongo tidak percaya. "Hah! Omong kosong apa yang kau katakan?! Bukankah kita sudah bekerja sama sejak Hangang dan Daejung memfitnah Jinyoung serta memberi Maehwa skandal? Kenapa kau pura-pura amnesia begitu?"

"Maaf, tapi saya benar-benar tidak mengenal anda. Pergi sebelum saya lapor pada Direktur Jewool. Anda sudah gila."

"Ya gila itu kau, Horus! Aku mengerjakan tugasku dan mengusir Maehwa dari tim yang dipilihkan Interstellar, tapi kau malah bertingkah kayak orang idiot. Apa kau lupa kau sendiri yang tertarik pada anak itu?"

Rahang Jun-oh mengeras. Jadi itu ulahnya? Maehwa pindah dari ELESIS karena si brengsek gendut ini?? Kurang ajar—

"Atau jangan-jangan anak itu sudah melakukan sesuatu pada ingatanmu? Kau mencurigai Maehwa adalah penyihir atau alien dengan meneliti darahnya. Iya, kan? Ingatanmu sudah dihapus oleh monster itu! Dia bukan manusia! Manusia jenis apa yang bisa sembuh dari luka tusuk secepat itu?!"

Horus melepaskan cengkeramannya. "Sudah cukup, Pak! Saya tidak percaya di usia setua ini anda mempercayai takhayul."

Dan Horus pergi setelah meludah.

Jun-oh bersandar ke dinding, terdiam lama.

*

Maehwa selesai mandi, lompat ke kasur. Ruangan itu kosong. Hanya ada dia karena Jinyoung, Kangsan, Kyo Rim, dan Ahram sudah pulang. Syukurlah pengawas mengizinkan trainee menginap sehari lagi (setelah tampil). Tapi besok sudah harus pulang karena mereka harus bersih-bersih untuk persiapan ronde berikutnya.

[Anda sudah bekerja keras.]

"Danyi!" Maehwa berdeham sombong. "Bagaimana penampilanku tadi?" tanyanya, menaik-turunkan alisnya. "Kau melihatnya, kan? Aku berusaha sangat keras untuk perfomance memuaskan di Evaluasi Konsep ini. Minimal kasih aku hadiah dong."

[Baiklah, saya punya sesuatu untuk anda.]

Langsung dikabulin?! Tumben baik!

Maehwa beranjak duduk. "Apa? Hadiah apa? Apakah itu pc baru?? Konsol game? Atau kau mau memberiku modal top-up?"

Layar pop-up bercahaya membuat Maehwa lagi-lagi menggosokkan kedua telapak tangan. Tampangnya seperti tuyul berhasil menemukan uang di rumah curiannya. Berbinar-binar sambil meneteskan air liur.

"Ah, Danyi, kau tidak perlu sampai sebegitunya. Hmm, satu juga won mungkin sudah cukup. Eh, nggak deh. 400 juta won aja! Aku mau beli komputer tiga layar."

Tapi yang Maehwa dapatkan justru sebuah pilinan. Danyi memakai tangan hologramnya untuk memelintir telinga Maehwa.

"A! A! A! SAKITTT! LEPASIN! AAAAA!!"

[Anda pikir apa yang anda lakukan, hah? Melakukan improvasi yang tidak disuruh. Apa anda mau mengundang fans fanatik?]

"Kenapa kau malah marah?!" seru Maehwa, mengusap telinganya yang memerah. "Sial, ini sakit. Kupingku rasanya pengen copot."

[Jangan lebay. Anda pantas menerimanya. Kalau anda dikuntit seseorang, jangan coba-coba meminta bantuan saya. Itu semua salah anda sendiri!]

"Ini kekerasan terhadap player! Aku—"

[Kenapa, hah? Mau ngancem pengen mengundurkan diri lagi? Halah, sudah tidak mempan! Saya tidak takut lagi dengan gertakan anda. Lagian anda tahu sendiri konsekuensinya. Anda bisa mati dan jiwa anda dikembalikan ke dunia roh. Itupun kalau beruntung anda diterima. Kalau tidak, beuh, selamat datang di Neraka Kepunahan.]

"AKU PAHAM! AKU PAHAM! Aku akan debut. Aku tidak mau mati sekali lagi. Dasar kau ini, bawa-bawa neraka segala."

[Kata pepatah, kalau dimotivasi dengan ancaman, anda pasti bisa lebih semangat.]

"Pepatah gundulmu. Aku pe-patahin kepalamu bagaimana? Pasti enak tuh."

Dan mereka pun melanjutkan pertengkaran tanpa menyadari kehadiran Jun-oh di luar kamar, mendengar semuanya.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro