Chp 156. Diskriminasi yang Samar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ini tidak mungkin.

Apa yang sedang Maehwa lakukan? Kabur sejauh kakinya berlari! Mustahil wanita cantik itu adalah Danyi. Lagian sejak kapan dia dapat wujud manusia?! Seharusnya dia tetap jadi jendela status saja kalau dia hanya akan main tangan kepada Maehwa!

Entah dari mana Danyi mendapatkan payung, dia menggunakan pegangannya yang berbentuk kail menjangkau tudung hoodie Maehwa membuatnya tercekik.

"Mau pergi ke mana?" seringai Danyi, tersenyum horor di sebelah Maehwa yang tersentak ngeri. "Kabur tunggang langgang saking takutnya denganku? Tenang. Aku nggak gigit kok. Cuman sedikit sebal saja atas perlakuanmu padaku selama ini."

"A-apa yang mau kau lakukan padaku?"

"Hmm, mungkin sedikit siksaan?"

Maehwa melotot. "Bukankah kau dilarang atasanmu untuk tidak melukai kontraktor?"

Danyi tersenyum lebar. "Tidak masalah. Asal kau tidak mati, Nyonya GM akan mengabaikannya. Lagipula aku punya cukup banyak ramuan penyembuh. Jika kau terluka, akan kusembuhkan berkali-kali."

"Sebenarnya apa salahku sehingga kau dendam sebegininya denganku?!"

Ctek! Tanda jengkel hingga di wajah Danyi. Pria itu masih bertanya apa salahnya? Membandingkan kinerja Danyi dengan admin sistem dari divisi lain, membentak, mengatakannya payah, mengancam, bilang kerjanya tidak bagus, dan semacamnya.

Tidak boleh begini. Danyi harus membuat Maehwa sadar kalau dialah yang majikan. Semua kenalannya menertawakan Danyi yang seharusnya mendominasi player, justru sering mengalah pada kontraktornya.

"Kau harus dikendalikan."

"T-tunggu! Ini terlalu sepihak! Aku—"

Penyelamat! Mata Maehwa menemukan sosok penyelamatnya dari situasi absurd ini yang baru saja keluar dari swalayan membeli buah. Itu Jun-oh. Ternyata dia masih di sekitar tempat tinggal Jun-oh.

Dengan celah yang tipis, Maehwa berpura-pura menyerah memberontak pada Danyi dan ketika wanita itu lengah mengeluarkan sesuatu untuk memperkuat segel stigmata, Maehwa mendorongnya lantas lari terbirit-birit menuju Jun-oh.

"Jun-oh! Jun-oh! Tolong aku!"

"Lho, Maeh? Kau masih di sini? Ini sudah malam lho. Dan kenapa... kau basah kuyup?" 

Jun-oh kebingungan melihat Maehwa mendatanginya sambil menggigil. Berbagai pertanyaan timbul di kepalanya. Kenapa pria ini hujan-hujanan? Bagaimana kalau dia terserang demam di saat pertunjukan tinggal hitungan hari? Apa dia dan timnya sudah mendiskusikan lagu tim mereka?

"Itu tidak penting sekarang! Ada stalker mukanya mirip opet mau menyerangku! Dia akan segera datang! Tolong bantu aku!"

Jun-oh menatap ke depan. Hanya rintik hujan sejauh mata memandang. Tapi kalau Maehwa nekat menembus hujan, berarti dia tidak berbohong saat bilang dikejar stalker.

Baiklah. Kebetulan Jun-oh membawa dua mantel. Dia berikan satunya pada Maehwa. "Ayo pergi ke rumahku. Kau harus ganti pakaian kalau tidak mau jatuh sakit."

***

Ada benarnya pepatah habis hujan badai terbitlah pelangi. Ibu Jun-oh menyambut dengan wajah yang khawatir. Dia sedang sibuk memasak makan malam, namun terkejut melihat putranya dan temannya yang berkunjung tadi siang pulang dengan keadaan basah kuyup. Walau hanya Maehwa seorang sih yang kebasahan.

"Astaga! Apa kau kehujanan? Sebentar, aku akan mengambilkan handuk."

Phew! Jun-oh menyandarkan payungnya, menoleh ke Maehwa. Anak itu tersenyum melihat punggung ibunya yang naik ke lantai dua. "Kenapa kau senyam-senyum begitu natap ibuku?" tanyanya curiga.

"Hei, Jun-oh, apa kau tertarik punya ayah tiri yang lebih muda darimu?"

"Jangan ngawur deh. Ayahku masih hidup."

Sial! Maehwa tidak bisa menikungnya kalau begitu. Kenapa cinta pertama selalu berakhir menyakitkan? Dia bahkan belum mulai, tapi cintanya sudah harus berakhir.

Sudahlah. Dia ngejomblo saja selamanya.

Tapi ada yang aneh dengan ibu-anak ini.

Maehwa bisa merasakannya saat dia menerima pakaian Jun-oh sebagai baju ganti, wanita itu tidak lagi melirik Jun-oh dengan pandangan masam. Juga, saat dia diundang ke makan malam. Mereka berdua bercakap-cakap dengan harmonisnya. Sesekali mengajak Maehwa mengobrol ke topik mereka. Terkekeh bersama. Sebuah obrolan normal antara ibu dan anak.

Aneh banget. Bukannya hubungan Jun-oh dan ibunya sedingin kutub Utara? Tentu Maehwa turut senang kalau Jun-oh berdamai dengan ibunya. Dia penasaran, kenapa bisa mereka berbaikan secepat itu padahal Maehwa hanya pergi selama 3 jam.

Dan yang lebih aneh adalah...

"Apa makanannya enak, Maeh?"

Ibu Jun-oh agresif padanya! Wanita itu dari tadi sangat pengertian terhadap Maehwa. Tersenyum, mengambilkan air, bilang jangan sungkan dan anggap rumah sendiri sampai dia berpikir: apa ini lampu hijau? Jun-oh setuju Maehwa jadi ayah tiri muda?

"Tentu saja enak, Tante. Koki restoran bintang lima kalah level ini mah. Makanan anda seperti disentuh oleh tangan dewi."

Jun-oh manyun. "Kau lebay deh."

***

Maehwa menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk. Hari ini sangat panjang. Meski di beberapa kesempatan dia mengalami ketidakberuntungan, kehilangan ide dan dibully Danyi, tapi tidak masalah. Semuanya telah terobati dengan sangat baik. Dia diperbolehkan menginap di rumah Jun-oh mengingat sudah terlalu malam untuk pergi ke tempat tim Maehwa yang jauh.

Omong-omong si Danyi tadi apa kabar ya? Dia sudah pergi ke alamnya, kan? Maehwa tidak perlu merasa khawatir karena wanita itu kan bukan bagian dari dunia ini.

Maehwa mengecek ponsel, beranjak bangun. Teman-temannya menanyakan bagaimana keadaan perut Maehwa, sudah baikan atau masih kram. Berdosa banget dia membohongi orang-orang baik itu.

"Hm? Tunggu-tunggu, apa maksudnya?"

Do Woo: Kak Maeh istirahat yang banyak ya. Lagipula kita punya waktu luang

Lantern: Itu benar! Berkat Kak Kyo Rim, kita sudah selesai dalam masalah lagu. Gunakan waktu yang tersisa untuk refreshing~

Do Woo: Kak Kyo Rim sangat menakjubkan. Dia membuat lagunya sendirian

Apa! Kyo Rim menyelesaikan lagu selama dia berkeliaran mencari ide?! Tunggu, ini terlalu mendadak. Jika iya begitu, kenapa Maehwa tidak diberitahu? Kabar sebaik itu, seharusnya mereka menghubunginya.

Sial, Maehwa terlalu asyik dengan dunianya sampai lupa sesaat tujuan perjalanan ini adalah untuk mencari referensi lagu. Dan Kyo Rim menyelesaikannya tanpa dirinya. Apakah itu mungkin? Mereka berempat membuat sebuah lagu selama sehari?

Tidak, tidak. Di sini Do Woo jelas mengetik bahwa Kyo Rim lah mengurus keseluruhan lagu tanpa bantuan anggota timnya. Mau dipikirkan berapa kali pun, sulit dipercaya seseorang mampu menciptakan suatu lagu sendirian dalam rentang waktu dekat.

Mungkin Kyo Rim jauh lebih berbakat dari yang Maehwa duga. Bisa saja dia punya kemampuan tersembunyi, kan? Lalu di situasi mendesak, simsalabim, itu pun aktif.

Tapi tetap saja ada yang mengganjal...

Maehwa: Oh ya?? Senang mendengarnya. Maaf aku tidak bisa membantu banyak karena perutku sakit dan baru saja sembuh. Kalau begitu apa aku boleh dengar?

Do Woo: Tidak bisa. Kak Kyo Rim sedang menyempurnakan lagunya. Kami diminta untuk tidak mengganggunya :(

Maehwa: Tapi kalian sudah mendengarnya, kan? Rasanya tidak adil jika aku tidak bisa mendengarnya. Benar kan, Haedal?

Lantern: Ponsel Kak Haedal hilang. Dia pergi mencarinya. Hanya ada kami bertiga di sini. Oh, berempat dengan kameramen.

Do Woo: Sabar ya, Kak Maeh! Begitu Kak Kyo Rim selesai, dia pasti akan langsung memberikan filenya pada kalian berdua.

Dahi Maehwa terlipat. Mungkinkah Maehwa secara samar didiskriminasi? Tidak. Maehwa tidak boleh berprasangka buruk. Toh, Haedal juga belum mendengarnya.

Tapi firasat Maehwa mengatakan, ada hal tidak beres diam-diam terjadi di tim ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro