Chp 163. Kerja Lembur Bagai Kuda

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Meski Maehwa sudah menyelesaikan masalah musik, masih ada banyak hal yang harus mereka lakukan. Penulisan lirik, koreografi, dan penataan panggung. Tapi tidak perlu terburu-buru. Mereka punya banyak waktu.

Pertama yang mereka lakukan setelah mendapatkan ulasan positif di evaluasi sementara adalah memberikan kenyamanan pada Maehwa, memperlakukannya sebagai raja.

"Kalau kalian melakukan ini karena aku menyelamatkan masa depan tim, lebih baik hentikan sebelum tinjuku melayang," kata Maehwa lurus sementara tangannya terkepal. Tidak nyaman, poin itu masuk. Poin yang kedua adalah pijatan Kyo Rim menyakitkan! Bocah itu tidak pandai memijat orang.

Dowoo berbinar-binar. "Tapi, tapi, Kak Maeh mengatasi kebuntuan kita. Kau adalah lambang pertumbuhan sejati. Dari yang bukan siapa-siapa menjadi sosok penting."

Dia memuji, kan? Tapi kenapa Maehwa terasa itu seperti ledekan? Apakah ini tentang dia yang merupakan trainee independen? Kurang tidur sepertinya membuatnya sensitif.

"Maeh, kau bisa istirahat. Biar aku, Kyo Rim, dan Lantern yang mengurus aspek koreografi. Kami cukup percaya diri dengan keterampilan menari kami. Kau sudah berkontribusi terlalu banyak. Tidurlah untuk beberapa saat."

Saat mendengar bagian refrainnya yang memilukan, Haedal telah mendapatkan ide. Dia butuh Saran Maehwa, namun Haedal tidak mau membebani anak itu lebih jauh. Waktunya menunjukkan apa yang dia punya.

"Dowoo, apa kau bisa meng-handle poin lirik?"

"Aku tidak terbiasa, tapi aku akan mencoba. Tapi jujur saja, sepertinya aku akan kesulitan. Aku tidak begitu dekat dengan orangtuaku. Aku tidak tahu apa yang harus kutulis. Jika aku menulis tanpa penjiwaan, takutnya musik Kak Maeh menjadi lagu monokrom."

"Kupikir hanya aku saja. Ternyata kau juga, Dowoo?" celetuk Lantern menatap kaget. "Cuti sebelumnya aku bertengkar dengan ayahku. Sampai sekarang kami belum berbaikan."

Itu wajar saja. Begitu-begitu mereka masih 18 tahun. Usia pubertas. Masa-masa melawan. Maehwa akan merasa aneh jika mereka tidak bersikap seperti remaja pada umumnya.

Ini mengingatkan Maehwa pada masa SMP Im Rae yang penuh imajinasi. Dia menderita sindrom chuunibyou dan menganggap dirinya... Membayangkannya lagi membuat Maehwa merinding geli. Dia cepat-cepat menghapus kenangan tersebut. Pikirkan hal lain! Baik kehidupan SMP atau SMA, Im Rae memiliki kenangan yang memalukan di sekolah.

Maehwa ingin membantu. Kantuknya hilang setelah minum minuman energi dari Jun-oh. Dia serahkan saat trainee dibubarkan dari lobi. Minuman itu mujarab sekali mampu memulihkan tenaga Maehwa dalam lima menit.

Besok-besok kalau dia lagi capek atau ngantuk berat, Maehwa akan menanyakan di mana Jun-oh membelinya. Selain khasiatnya mengagumkan rasanya juga luar biasa enak. Ada sedikit campuran alkohol.

Balik ke topik. Maehwa ingin membantu menulis lirik, namun sama seperti Dowoo dan Lantern, tidak tahu definisi orangtua. Apakah menjabarkan kasih sayang yang diberikan Nona Kimi bisa diartikan sebagai orangtua?

"Eyy, kenapa pada murung begitu mukanya?" Haedal terkekeh mengusap-usap punggung Dowoo yang menunduk. "Tidak perlu berpikir keras. Kali kembali ingatanmu. Kapan kau merasa bahagia ketika bersama orangtuamu."

Dowoo mengelus dagu. "Hari paling bahagia? Tentu saja saat adikku lahir. Orangtuaku sangat mendambakan anak perempuan dan aku juga menginginkan seorang adik. Aku masih ingat betul ayahku hendak menangis ketika dokter memberitahu jenis kelaminnya."

Lantern mengangkat tangan, ikut menceritakan masa kecilnya. "Aku ingat orangtuaku mengajakku piknik ke danau untuk merayakan ulangtahunku. Mereka memberiku kado berupa mainan yang banyak. Sampai sekarang aku memajangnya di lemari kaca kamarku."

"Fufufu." Kyo Rim menyikut lengan Lantern. "Apakah mereka membelikan gundam? Jika iya, keberatan mengajakku bertandang? Anak cowok sangat menyukai robot kau tahu."

"Sekalipun ada, aku takkan meminjamkannya. Gundam itu mahal. Kalau rusak bagaimana? Kak Kyo Rim mau menggantinya?"

Maehwa menatap empat lelaki di depannya yang kini asyik membicarakan robot-robotan. Sesekali Dowoo menimpali kalau-kalau Kyo Rim tidak ingat umur. Sepertinya saran Haedal berhasil mencairkan suasana.

Maehwa tersenyum tipis melihat mereka semua punya masa kecil yang berwarna. Tapi sejurus kemudian, senyumnya hilang.

Kentara dia iri dengan mereka dapat merasakan masa kanak-kanak yang normal. Tidak seperti Maehwa dipaksa dewasa oleh keadaan. Dia tidak bisa berlama-lama di panti karena ada banyak anak yatim piatu lainnya yang membutuhkan tempat tinggal. Begitu umurnya enam tahu, dia meninggalkan Panti Mujigae dan mulai kerja serabutan.

"Maeh sendiri gimana? Punya ingatan berarti sama orangtuamu nggak?" celetuk Kyo Rim membuyarkan lamunan melankolis.

Maehwa gelagapan karena mereka menatapnya dengan binar mata semangat. Karena kepribadian pria satu itu acuh tak acuh, tipikal bekerja kapan teringat, akan sangat bermakna kalau mereka mengetahui satu hal tentang masa lalu Maehwa yang kelabu.

Aduh. Mereka sudah mencurahkan curhatan hatinya. Rasanya tidak enak kalau Maehwa menjawabnya asal-asalan, apalagi jujur kalau dia tidak punya orangtua seperti yang dia lakukan tempo lalu ke Yeosu. Setelah mengatakannya pada gadis itu, Maehwa benar-benar menyesal. Bagaimana jika Yeosu mengasihaninya? Dia benci dikasihani.

"Hmm, kenangan indah ya." Maehwa mengingat-ingat masa lalunya yang sedikit. Tersentak. "Ah, kurasa aku punya satu."

"Apa itu?!" tanya mereka antusias. Saking semangatnya mereka maju selangkah lebih dekat dengan Maehwa yang manyun.

"Kenapa aku harus memberitahu kalian?"

"Oh ayolah, Maeh! Jangan gantung begitu!"

Maehwa menghela napas panjang. "Waktu itu sedang mati lampu dan turun hujan. Nona Choi datang ke kamarku dengan lilin lalu membacakanku dongeng sampai aku tertidur."

"AWW! ITU PASTI MANIS SEKALI! Aku bisa membayangkan wajah Maehwa kecil yang ketakutan meringkuk dalam selimutnya."

"Kau memanggil ibumu dengan sopan ya."

Hahaha. Maehwa tertawa datar dalam hati. Andai mereka tahu kalau itu versi di tubuh sebelumnya, mereka akan berpikir dua kali mengatakan imut atau mengemaskan.

"Hei! Kau terlalu meremehkan dirimu yang lalu," ucap Danyi berkacak pinggang. "Menurut penilaian pribadiku, kau nggak jelek-jelek amat kok. Kalau kau berdandan dengan rapi, setidaknya bisa mencapai tier A+?"

"Aku tidak butuh hiburanmu, Danyi. Di industri terkutuk ini wajah adalah segalanya..."

Ng? Maehwa melihat Lantern sedang cat fight (perkelahian anak-anak) dengan Dowoo, saling merebutkan sebuah selendang. Pemenangnya adalah Lantern. Dia menertawakan Dowoo sambil memakai selendang itu di kepalanya.

Tunggu. Bukankah itu cocok untuk konsep kelahiran anak? Sebuah lampu ide mengambang di udara Maehwa, namun dia langsung memasukkan kembali benda itu ke dalam kepalanya. Menatap rekan timnya.

"Bagaimana judul lagunya Had I Not Seen the Moon dan nama tim kita PRAY? Konteks moon di sini adalah ayah atau ibu. Ibarat begini, jika kita tidak pernah melihat bulan, kita hanya akan melihat langit gelap tak berujung. Bintang-gemintang sendirian. Aplikasikan itu ke dalam hubungan orangtua dan anak."

Dowoo menyeringai. "Sepertinya aku paham apa maksudmu, Kak Maeh. Kau memberiku ide. Aku akan langsung menulis liriknya."

"Kalau begitu kami bentuk koreografinya. Mari kita kerja lembur bagai kuda! Semakin cepat kita menyelesaikan lagu dan tarian, semakin cepat pula kita bisa bersantai."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro