Chp 167. Udahlah Baca Aja

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah dua tim yang tampil.

Maehwa paling menyukai pertunjukan tim Jinyoung dan Jun-oh yang memakai konsep game. Layar LED dipenuhi gambar tetris, kata-kata yang sering ada di game, beragam simbol yang ada di game RPG, dan lain-lain.

Kostum yang glowing dan kilatan lampu strobo menambahkan pesona tim mereka. Sial, tanpa sadar Maehwa jadi penggemar Tim Champions. Dia tidak bisa menahan diri kalau sudah berhubungan dengan game.

Penampilan tim Ha-yoon dan Kangsan tidak jauh kalah menarik dengan konsep luar angkasa. Panggung dimandikan kaleidoskop, proyektor bulan dan bintang, serta ada mainan planetarium. Jika suasana lagu Tim Champions semangat, maka yang ini sejuk.

"Selanjutnya Tim Repute, ya? Timnya Eugeum. Aku tidak sabar menantikannya!"

Maehwa melirik rekan timnya yang menahan napas karena lampu panggung didominasi warna merah dan hitam. Layar LED berubah jadi gambar bulan dan ratusan kelopak bunga mawar yang gugur. Mungkinkah konsepnya...

"Astaga, konsep vampire?! Muka mereka berdarah-darah dan menggunakan perban!" seru Kyo Rim heboh. Lebih heboh daripada Interstellar yang lebih banyak berseru tertahan, tidak mau teriakan mereka malah menenggelamkan nyanyian biasnya.

Haedal dan Maehwa tidak berpikir itu konsep vampire. Sebaliknya, itu terlihat seperti hewan buas alias harimau. Rasanya aneh melihat Eugeum dengan konsep ganas begini. Tidak cocok dengan wajahnya yang polos.

Nah, lebih aneh lagi melihat Geonwoo di sana. Saling tepuk tangan dengan Eugeum untuk menukar posisi. Dia berimprovisasi sambil menyugar anak rambutnya. Kenapa anak itu sangat cocok dengan konsep aksi?!

Pulang nanti Maehwa harus banyak memuji Geonwoo. Karena Jun-oh berteman dengan Eugeum, dia pernah bilang kalau enam puluh persen koreografi Tim Repute dibuat oleh Geonwoo. Bocah itu berkembang sangat baik. Tidak salah Maehwa berinvestasi padanya (membantu Geonwoo membuka potensinya yang terkunci karena kurang pesimisme).

"Hmm?" Maehwa menoleh ke arah pintu.

Yeonso datang lagi membawa sebuah kipas lipat. Lantern cengengesan menghampirinya, membungkuk berterima kasih pada wanita itu telah membawa benda yang dimintanya.

Apa dia kepanasan? Padahal ac ruangan sudah sangat dingin lho, ditambah di luar studio sedang hujan. Ada-ada saja. Maehwa kembali fokus menonton pertunjukan Tim Repute yang sudah mencapai bagian bridge.

Omong-omong, anak itu datang tidak ya?

*

Sementara itu di arena parkir, satu mobil baru datang menembus hujan untuk sampai ke studio TSP1. Dia membentangkan payung dan tergesa-gesa menuju lobi. Ditatapnya spanduk 'Scarlett' yang berwarna merah terletak di gedung tinggi, mendengus masam.

Nang-in tidak percaya berada dia di sini. Dia bahkan melewatkan waktu konsultasi pasiennya hanya untuk datang ke tempat itu. Siapa lagi kalau bukan demi putrinya?

Ketika mereka bertengkar tempo lalu, Yeosu kembali pulang sambil minta maaf dengan tulus seolah pertengkaran keduanya tidak pernah terjadi. Dia bahkan menyebutkan alasan yang logis untuk menolak perjodohan. Bilang bahwa dirinya akan fokus sekolah dulu karena ingin menjadi seorang dokter.

Tentu saja ini membuat Nang-in penasaran. Dia bertanya-tanya apa yang membuat Yeosu yang tadinya kekanakan seketika bersikap dewasa hanya dalam waktu satu jam. Yeosu menjawabnya dengan jujur jika dia mendapat pencerahan dari pertemuan tak terduga dengan idola yang dia sukai saat ini.

Nang-in tidak percaya. Idol adalah hal terburuk yang pernah dia tahu. Manis di luar, namun busuk di dalam. Mereka hanya berlagak baik di depan kamera. Begitu kamera mati? Sifat aslinya akan keluar. Para bajingan munafik yang bersembunyi di balik topeng.

"Aku akan memperlihatkan padanya bahwa mereka tidak layak untuk dipuja."

Bahkan baru memasuki lorong, Nang-in sudah mendengar pekikan dan dentuman bass. Berisik sekali! Kalau bukan karena Yeosu, dia takkan pernah datang ke studio. Hanya membuang uang, waktu, dan telinga jadi sakit.

Lautan lightstick dan spanduk digital warna-warni memenuhi studio yang gelap. Nang-in memicing, mulai mencari sosok Yeosu namun nihil. Takkan mudah menemukannya di kerumunan fans. Apalagi musik dan teriakan yang bising membuatnya tidak bisa fokus.

"Apa ini kali pertama anda datang ke sini?"

Seorang wanita karier di sebelah Nang-in menceletuk. Tangannya asyik mengutak-atik alat vote yang diberikan penjaga sebelum masuk ke dalam. Nang-in juga menerimanya, namun dia tidak tahu cara menggunakannya.

"Ya, aku mencari putriku. Dia tergila-gila dengan para lelaki kemayu itu. Tolong gunakan bahasa santai saja, Nona."

"Putraku sering mengundangku untuk datang dan menonton pertunjukannya yang sama sekali tidak pernah kuiyakan. Tapi pikiranku sudah berubah. Aku terlalu tak acuh padanya selama ini hanya karena takut dan baru menyadari dia sangat menyukai idol."

Nang-in mendesah pelan. "Setiap orang tua pasti merasa takut ketika anaknya memilih jalan ambigu. Aku juga terlalu keras pada putriku. Tak bisa memahami kepribadiannya. Jadi aku ingin lihat, apa yang membuatnya suka dengan kumpulan laki-laki cantik ini."

Wanita itu, Moon Joonha, tersenyum kecil.

.

.

Dasar Kyo Rim sialan!

Dia menyemprotkan parfum berlebihan ke pakaiannya membuat Maehwa ingin sekali mengirim tinju ke wajahnya. Lihat dia, lihat pria itu! Memasang wajah polos tak berdosa membuat Maehwa semakin dongkol.

Maehwa menahannya karena ada kamera di langit-langit ruangan. Berkedip-kedip. Kalau saja benda terkutuk itu tidak ada, pasti dia sudah mengajak Kyo Rim baku hantam. Maehwa ingin mempraktekkan apa olahraga kecil-kecilan yang dia lakukan bermanfaat.

"Berandal itu membuat hidungku gatal." Maehwa mengumpat pelan, mengambil tisu.

Saat itu pintu diketuk oleh seorang magang. Kepalanya menyembul dari celah pintu, tersenyum hangat. Mau tak mau mereka berdiri. Orang ramah, kita ramah juga.

"Tim Pray?" katanya menyebut nama tim mereka yang mudah disebut dan diingat. "Apa kalian sudah selesai berbenah?"

Mereka termasuk Maehwa mengangguk.

"Kalau begitu silakan menuju belakang panggung dan bersiap-siap. Berikutnya adalah giliran timmu untuk tampil."

Mereka bergegas mengikuti pekerja magang itu. Yeonso mengepalkan tangan, memberi mereka semangat sebelum keluar. Maehwa yang paling terakhir meninggalkan ruang tunggu. Menyambar selendang dari Dahlia sambil mengangguk yakin pada Yeonso.

Akhirnya giliran tim empat sudah tiba.

~To be continued~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro