Chp 191. Wanita Penggila Pria Tampan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maehwa pikir akan sulit menemukan bukti apa pun yang bisa membawa masalah ini ke jalur hukum, ternyata mudah! Tiga menit menggeledah, Ha-yoon tiba-tiba berseru pelan menunjuk gorden.

Ya, ada potongan kecil lakban berwarna merah tertempel di tirai. Ha-yoon menyibaknya, melotot menyaksikan enam foto yang disilang dengan spidol hitam. Salah satunya ada foto Ha-yoon. Lalu foto terbawah adalah potretnya Kangsan.

"Apa-apaan wanita ini? Dia hanya penggila pria tampan!" desis Ha-yoon bergidik ngeri.

Benar. Rata-rata pemuda yang ada dalam foto-foto itu memiliki wajah rupawan. Tanda silang... apakah itu menandakan dia tidak lagi tertarik dengannya atau ada arti lain? Boleh jadi dia menyilangnya karena menemukan cogan baru.

Saat Ha-yoon sibuk menjepret bukti, Maehwa justru memikirkan hal lain. Pikirannya jatuh pada lakban merah di gorden. Maehwa ragu si wanita yang menempelkannya, secara ini rumahnya. Jelas dia yang paling tahu di mana tempat teraman untuk menyembunyikan pekerjaan stalkernya.

Seolah ada yang diam-diam membantu mereka. Seolah ada yang menyelinap masuk terlebih dulu lalu meninggalkan sinyal untuk mereka.

"Maeh, kita harus pergi sekarang! Jun-oh sudah kehabisan topik untuk menahan mereka."

Maehwa berhenti melamun, segera mengekori langkah Ha-yoon. Sepertinya wanita itu geram sekali pada Jun-oh yang terus-terusan meneriaki Kangsan dan mengancam akan menelepon polisi. Saking seriusnya, dia tidak sadar ada dua pria mengendap keluar-masuk dari rumahnya.

Serius nih selesai segampang ini? Maehwa tidak yakin wanita itu tidak menyiapkan apa-apa semacam jebakan atau apalah. Lagian sepanjang waktu, cctv di lantai itu nonaktif. Dan untuk pertama kalinya Maehwa tenang menghadapi masalah. Padahal dia pasti sudah gugup saat ini.

Siapa yang tidak gugup menyelinap masuk ke apartemen wanita gila tukang teror? Salah-salah bisa dia yang ditargetkan nanti.

"Pesanan pizza untuk unit 12 telah datang!"

Nah, ini dia masalah baru datang. Sudah Maehwa duga, tidak mungkin selesai semudah itu!

Siapa yang memesan pizza saat Maehwa dan Ha-yoon masih setengah jalan menuju tangga?! Karena terburu-buru kabur sebelum wanita itu menoleh, mereka bertiga saling bertabrakan. Kotak pizza yang dibawa driver itu terjatuh ke lantai.

Astaga! Kangsan dan Jun-oh berseru cemas dalam hati. Si wanita menolehkan kepala, menatap Maehwa dan Ha-yoon dengan tatapan menyelidiki.

Sial, hancur sudah rencana mereka. Maehwa tergesa-gesa membantu pria itu mengambil kotak pizzanya. "Maaf, Nona, kami tidak lihat."

"Ah, tidak apa-apa." Pengantar pizza itu malah salfok dengan dua pria tampan di depannya.

Kesempatan! Jun-oh menarik tangan Kangsan. Ini saatnya mereka kabur karena wanita itu mematung memperhatikan Maehwa seperti terhipnotis. Dia bahkan tidak responsif pengantar pizza itu melewatinya, memberikan pizza tersebut ke seorang remaja cowok berambut hitam kusut.

"Apa kau tidak punya mata uang won, Dik?" ucap pengantar pizza menerima uang dolar.

"Maaf. Saya lupa menukarnya."

.

.

Mereka kembali bertemu di sebuah gang gelap yang sepi, melepaskan masker dan topi masing-masing. Sungguh menggerahkan berlari sambil memakai dua benda itu meski udara malam dingin.

"Apa kakak mendapatkannya?" tanya Kangsan.

Ha-yoon mengatur napasnya sebelum menyengir memamerkan ponselnya. Kangsan ikut menyengir, menepuk bahu Ha-yoon. Kini mereka tinggal membuat laporan ke kantor polisi.

"Eh, sebentar..." Jun-oh tolah-toleh panik. "Kenapa kau sendirian? Di mana Maehwa?!"

Baru lah Ha-yoon dan Kangsan sadar jika Maehwa tidak ada di sana. Aneh sekali, mereka kan kabur barengan tadi. Ha-yoon bilang mereka berempat akan bertemu di dekat pusat distro. Apakah Maehwa berbelok ke arah lain atau kesasar? Ah, tidak mungkin pria sepintar itu tersesat. Pasti ada sesuatu yang menggait perhatiannya.

Mereka langsung menemukan jawabannya begitu sayup-sayup terdengar suara meriah. Ada karnival yang diselenggarakan tak jauh dari tkp.

"Dia pasti ke sana, kan?" gumam Kangsan datar.

"Jika itu Maeh, aku yakin dia ke sana. Insting seorang gamer mencium permainan di karnival."

Jun-oh mengacak-acak rambut frustasi. "Arghh!!Dasar anak pecandu game itu! Kita harus cepat menemukannya! Firasatku tidak enak karena wanita gila tadi menatapnya dengan mata obsesif."

*

Maehwa berhenti berlari. Terengah-engah. Dia menoleh ke belakang yang kosong melompong alias sepi bak kuburan. Semua warga di lingkungan itu berada di karnival, menikmati festival budaya jalanan yang digelar sekali sebulan.

Ke mana Ha-yoon, Jun-oh, dan Kangsan? Mereka janji untuk bertemu di sini, kan? Atau Maehwa  berbelok jauh dari tempat janjian? Ingin minta bantuan Danyi, tapi dia sedang sok sibuk. Ini membuatnya gemas. Kenapa setiap kali Maehwa dalam masalah, Danyi mendadak tidak berguna?

Pokoknya sekarang kembali ke asrama Scarlet. Sudah jam sembilan malam. Mereka hanya minta izin satu jam untuk pergi keluar.

Sebelum Maehwa lanjut berlari, dia mendapati seorang wanita kesusahan mengangkat tas yang kelihatan berat. Sepertinya dia hendak ke halte bus, namun berhenti di tengah jalan. Kelelahan.

Maehwa menggaruk kepala. Tolongin tidak ya? Ck, abaikan saja! Ada yang lebih mendesak sekarang. Toh jaraknya dengan halte sudah dekat.

Wanita itu tersungkur jatuh karena mencoba menarik kopernya sebelum Maehwa pergi. Arghhh! Nurani Im Rae tidak tega mengabaikannya.

"Mau saya bantu, Buk?" tawarnya ogah-ogahan. Ketika pikiran bilang tidak namun hati bilang iya, jadilah pertolongan tiada ketulusan.

Dia mengangguk ragu-ragu, membiarkan Maehwa membungkuk menolongnya mengangkat tas-tas itu. Mungkin dia mau pulang kampung atau ke mana lah. Makanya membawa koper sebanyak itu.

Hm? Maehwa mengernyit. Bukankah ini ringan?

Selendang yang menutupi wajah itu terjatuh ke aspal karena dia berdiri di belakang Maehwa. Tersenyum. "Ah, pria tampan yang baik hati suka menolong. Benar-benar kesukaanku."

Maehwa membeku. Stalker yang tadi?! Sejak kapan dia ada di sini? Tiang lampu menyinari benda yang digenggam wanita stalker itu. Sebuah suntik.

"Tidurlah sebentar ya, Sayang?"

Tangannya terangkat ingin menusukkan jarum berisi cairan tidur itu ke leher Maehwa. Tapi, seseorang datang menahan tangannya. Seseorang yang membawa kotak pizza mozarella.

"Bukankah ini saatnya untukmu berhenti menganggap kumpulan pria tampan pangeranmu?" katanya datar, memutar tangan wanita itu lantas mendorongnya untuk menusuk diri sendiri.

Obat dalam suntik langsung bekerja detik itu juga. Stalker menyeramkan itu jatuh pingsan. Andai kata Maehwa yang kena tusuk barusan, entah apa yang akan dia lakukan padanya.

Maehwa mengembuskan napas panjang. Jantungnya berdebar kencang karena takut. Dia beranjak bangun dengan kaki tremor, menatap remaja itu. Tepatnya menatap pizza di tangannya. Labelnya sama dengan yang dibawa pengantar pizza tadi.

"Kenapa kau terus melihatku?" cetus anak itu. Berbalik menghadap Maehwa. "Apa kau mau sepotong? Sebenarnya ini terlalu banyak untukku."

Maehwa terdiam melihat matanya berwarna biru langit. Sangat memesona. "Siapa kau?"

"Sebelum menanyakan nama orang, bukankah lebih sopan mengenalkan diri sendiri dahulu?"

"Benar juga. Namaku Han—"

"Han Maehwa, aku sudah tahu. Dari bandara sampai ke sini, aku melihat wajahmu terpasang di mana-mana sampai jenuh aku lihatnya."

Maehwa memanyunkan bibirnya. "Lalu kenapa kau masih bertanya kalau sudah tahu?"

"Hanya kejahilan kecil," ucapnya menghabiskan semua potongan pizza. Padahal tadi dia bilang tidak sanggup memakan semuanya. Remaja itu membuang kardusnya ke kotak sampah, beralih mengeluarkan ponsel. "Aku akan mengurus wanita ini sekarang sebelum dia siuman. Kau hanya menggangguku. Pergi sana ke teman-temanmu. Ini bukan tempat yang pantas untuk artis sepertimu."

Kening Maehwa berkedut jengkel. Berani-beraninya dia mengusir Maehwa. "Kau masih belum menjawab pertanyaanku, Dik. Siapa kau ini?"

"Namaku Watson Dan. Detektif."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro