Chp 192. Andalkan Dirimu Sendiri

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Detektif katanya...

Dari sisi manapun Maehwa melihatnya, dia hanya seorang remaja sekolah menengah, kan? Mungkin dia sedang bercosplay menjadi detektif Columbo (tokoh detektif fiksi yang mengabdi di Los Angeles dan kemampuannya disejajarkan dengan Sherlock Holmes).

Layar pop-up terbentang di depan Maehwa. Baru muncul batang hidung sistem sialan itu. Ke mana dia saat Maehwa membutuhkannya. Jaringannya lelet atau antriannya macet?

[Ingin memeriksa status anak ini?]

Iya! Maehwa menjawab ketus dalam hati.  Kekesalannya setengah padam karena penasaran dengan anak itu. Dia bilang dia detektif, maksudnya secara harfiah? Atau hanya sekadar bermain detektif-detektifan?

[Maaf, pengambilan data gagal. Satu hal yang kutahu, kau sebaiknya berteman dengan anak ini. Dia memiliki keunikan.]

Tunggu, tunggu. Maksudnya Danyi tidak bisa mengecek statistiknya? Jika sistem ajaib sampai gagal menganalisanya, maka sehebat apa statusnya? Btw, keunikan macam apa?

[Magnet Masalah! Ke mana pun anak ini pergi, masalah di sekitar akan mencari-cari dirinya.]

Menjelaskan mengapa Maehwa dapat menyelesaikan kasus Ha-yoon dan Kangsan dengan mudah tanpa menguras mental. Itu karena ada sosok yang dicintai oleh masalah.

"Bisakah anda mengirim ambulans di Cheongdam-dong? Ada seseorang pingsan di sini. Ah, iya. Terima kasih, Pak."

"Kenapa kau tidak memanggil polisi? Ini kasus penguntitan berantai. Dia harus dipenjara."

Watson menggeleng kalem. "Suasana di penjara tidak baik buat kandungannya."

"Apa? Dia hamil sungguhan?" Maehwa refleks menoleh ke wanita stalker itu, mengepalkan tangan. Cairan tadi bukannya akan mempengaruhi bayi dalam perutnya?

"Oh, tenang. Aku sudah mengubah isi suntiknya dengan obat tidur umum tidak berbahaya. Itu hanya membuatnya tertidur sekitar 10 menitan? Bentar lagi bangun tuh," lanjutnya membaca raut wajah Maehwa.

Hufft, syukurlah kalau begitu. Ibunya memang tidak waras, tapi anaknya tidak salah apa-apa. Mana Maehwa sangka dia betulan hamil...

Tunggu dulu. Maehwa menatap Watson yang tersenyum misterius. "Ubah... katamu? Kapan kau melakukannya? Jangan-jangan lakban merah yang kulihat di gorden tadi ulahmu?"

"Bukan ulahku lagi, tapi insiden malam ini, aku lah yang membuatnya terjadi. Kalian menyelinap, kau hampir disergap, semuanya. Aku yakin Kak Kangsan meminta bantuan teman-temannya dan akan melakukan sesuatu. Aku tinggal mengikuti arusnya."

Maehwa tersenyum jengkel. "Itu berarti kedatangan pizza tadi juga kerjaanmu, ya?"

"Yap," jawab Watson ringan. "Aku ingin memindahkan targetnya ke Kak Maehwa untuk memicu kejadian penyergapan. Lalu di sinilah kita. Kemenangan sempurna."

Sialan, apa-apaan bocah ini? Dia jauh lebih gila daripada wanita stalker. Mempermainkan psikologi orang tanpa rasa bersalah, sangat...

"Jahat, kan? Aku tahu apa yang kau pikirkan. Sebenarnya aku juga tidak mau melakukan cara ekstrim begitu. Salah satu langkah saja, kau betulan diculik tadi. Hanya saja aku kehabisan ide untuk menangkap wanita ini. Aku tidak ingin memenjarakannya. Aku ingin mengantarnya ke rumah sakit jiwa. Maka dari itu aku butuh riwayat gangguan mental."

Maehwa bersedekap, mendengar penjelasan.

"Aku melakukan simulasi berulang kali, menebak-nebak penyakit jenis apa yang dia idap. Awalnya kupikir dia menderita sindrom erotomania. Aku menjadikan diriku umpan, namun dia mengabaikanku. Merancang kebetulan untuknya bertemu dengan pria tampan, namun dia sama sekali tak berkutik.

"Jadi apa alasan dia menargetkan pria-pria berwajah elok itu? Maka aku memutar jalan dengan menanyai langsung ke korbannya. Aku mendekati Kak Ha-yoon, membawanya ke rumah sakit untuk melakukan tes darah. Dia bersih, tidak mengonsumsi afrodisiak. Apa dia koar-koar bilang hamil karena sindrom mythomania? Entahlah, aku tidak tahu.

"Jujur, aku sudah capek berpikir. Ini bukan masalahku, biarlah polisi yang mengurusnya. Tapi melihat Kak Ha-yoon putus asa karena polisi begitu lamban bergerak, mau tak mau aku memaksa otakku mencari kebenaran. Ketika tidak ada yang mau membantu kita, kita hanya bisa mengandalkan diri sendiri.

"Di situlah aku melihat wanita stalker bertemu Kak Kangsan. Sisi obsesinya terpicu karena dibantu. Kak Ha-yoon juga mengatakan dia mulai diteror setelah menolong si stalker. Itu membawaku ke satu kesimpulan terakhir. Aku akhirnya menemukan jawabannya. Wanita ini mengidap sindrom Cinderella Complex."

Maehwa menelan ludah. Hebat! Dia terus berbicara dan berbicara. Menjelaskan semua dengan sistematis tanpa kekurangan.

"Nah, penyakit apakah itu? Sederhananya, fenomena psikologis ini membuat wanita cenderung menggantungkan hidup mereka ke sosok pelindung yakninya pasangannya. Mereka menginginkan pangeran tampan berkuda putih untuk membawa kebahagiaan.

"Pengidap sindrom ini kerap mendambakan pasangan yang bisa menjadi seorang penyelamat, pelindung, dan menyediakan segala kebutuhannya. Layaknya pangeran."

Jadi itu alasan kenapa stalker ini terobsesi dengan pria tampan yang punya karakter penolong. Bahkan saat dia bertemu pria tampan lainnya jika tidak memenuhi kriteria pangeran dalam pikirannya, dia tidak tertarik.

Maehwa terkekeh. "Ini pertama kalinya aku melihat detektif asli dalam hidupku."

"Anu..., kau tidak marah? Aku baru saja menempatkanmu dalam situasi berbahaya."

"Setelah mendengar semua itu? Kau hanya melakukan yang terbaik. Malahan seharusnya aku berterima kasih padamu telah membantuku membereskan masalah ini."

Watson tersenyum kecil. Dia malu-malu ya?

"Tapi aku masih punya pertanyaan. Siapa yang telah membuatnya hamil? Pacarnya?"

"Aku sudah menyelidikinya. Memang benar dia memiliki pacar dan sudah putus, namun dia belum positif hamil saat masih berpacaran. Sepertinya dia trauma dan mencoba mengekang mantannya dengan kehamilan."

"Lalu kenapa dia jadi hamil asli?"

"Soal itu..." Watson mengusap tengkuknya. "Beberapa bulan lalu ada kasus di sini. Aku dan teman-temanku datang membereskannya. Err, ini terlalu vulgar untuk dijelaskan."

Maehwa menepuk bahu Watson yang grogi. "Tidak apa, katakan saja. Aku penasaran."

"Oke." Ekspresi gugupnya menghilang digantikan dengan muka tembok. "Aku menduga wanita ini membeli sperma untuk melakukan proses bayi tabung. Dia lantas menyuntikkannya ke lubang— hmpph!"

Maehwa bergegas menutup mulut anak itu. Sial, dia tidak punya rem sama sekali. Bagaimana bisa dia mengatakan hal vulgar memalukan seperti itu dengan wajah flat?!

"Apa kau tidak punya malu? Kau itu cowok!"

Watson mendengus, menepis tangan Maehwa. "Kan sudah kuperingatkan. Kau yang ngotot ingin tahu. Dasar orang aneh."

Percakapan mereka berhenti saat mendengar suara aung ambulans. Pesanan Watson telah datang. Baguslah. Dia hendak cepat-cepat menyingkir dari artis itu.

"Oh iya, satu lagi..."

Watson menatap Maehwa yang menelpon Jun-oh. Dia habis memeriksa balon obrolan dan mendapati pesan spam dari Jun-oh.

"Kurangilah bermain game."

Tubuh Maehwa membeku untuk kesekian kalinya. Dia menatap Watson tegang. "Bagaimana kau tahu aku suka game?"

"Daripada mengikuti temanmu, kau justru berbelok menuju karnival. Kau mungkin tidak berniat mencar, namun tubuhmu berkata lain. Itu disebut homing instinct. Game bagaikan rumah bagimu. Jadi nalurimu bergerak ke tempat yang kemungkinan memiliki game."

Maehwa manyun. "Apa kau tahu segalanya?"

"Detektif suka melihat hal-hal. Itulah yang sering dikatakan Sherlock Holmes. Bye~"




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro