Chp 197. Berikan Clovermu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dreampeek Sky Dome dengan kapasitas 10.000 orang, telah disunting sedemikian rupa. Acaranya baru dimulai sore nanti, namun dari pagi para penggemar sudah membanjiri lapangan venue. Ribuan jiwa yang berdebar-debar gugup sekaligus antusias berkumpul membuat lautan manusia.

Hiruk-pikuk kumpulan manusia itu menembus kubah luas yang besar. Dengungan suara mereka memberikan semangat pada kru produksi yang bekerja dari kemarin mempersiapkan semua hal.

Ada beberapa wajah asing di antara kerumunan yang kemungkinan berasal dari luar negeri dan dari seluruh pelosok wilayah di luar kota. Final dalam suatu program audisi merupakan peristiwa yang besar. Mereka hendak mendokumentasikan setiap detail momen dari awal sampai akhir.

Spanduk cerah berwarna-warni bergambar trainee tercinta berkelepak ditiup angin. Mereka bahkan memakai bermacam-macam hiasan yang melambangkan trainee favoritnya.

Hari ini cuacanya cerah. Sampai siang pun tidak ada tanda-tanda akan turun hujan seolah langit turut mendukung acara final Star Peak. Kesiur angin lembut meniup orang-orang di venue, mengembus mereka supaya tidak kepanasan.

Dan ini adalah kesempatan bagus untuk pedagang mencari cuan. Mereka mendirikan kios, menjual dagangan yang lezat dan beraneka ragam.

Ada kios permen kapas, permen apel dan lolipop menggugah selera, aroma popcorn mentega yang harum, es krim manis, minuman bubble, dan lain-lain menarik perhatian para pengunjung.

Yeosu dan Narae datang ke venue pukul tiga sore dengan penampilan yang jelita. Mereka janjian memakai gaun biru selutut polos tanpa manik-manik berat yang menyakitkan mata.

Saat keduanya melewati gerbang, mereka berpapasan dengan Verdandi yang sepertinya juga baru datang dari Jepang sana. Gadis itu tersenyum melambaikan tangan ke arah mereka. Berbeda dengan Yeosu dan Narae, Verdandi mengenakan gaun putih dan mahkota bunga. Itu cocok untuknya yang juga berambut putih.

Eh? Yeosu memicingkan mata ke bando di kepala Verdandi, segera meluncur ke tempatnya meninggalkan Narae yang membeli sesuatu di kios makanan. "Apakah itu bunga maehwa?!"

"Iya! Bunga-bunga merah muda ini sangat harum dan cantik. Aku merangkainya jadi mahkota."

Sebenarnya Verdandi malu memakainya di tempat umum. Apalagi dia bukannya sedang menghadiri acara pernikahan. Tapi peduli amat. Yang penting bentuk ketulusannya pada bias.

Verdandi beralih menatap Yeosu yang memasang muka berharap. Dia tersenyum kikuk, merogoh sesuatu dari tasnya. "A-aku membuat lebih kok," katanya kagok memberikan sebuah sirkam.

"Wow, Ver, sepertinya kau jago banget dalam bunga-bungaan. Aku mencoba menanam bunga maehwa tapi malah mati dalam seminggu. Hiks!"

"Yah, aku hanya rutin merawatnya."

Narae kembali dari kios, membawa beberapa makanan dan minuman untuk teman-temannya. Yeosu memamerkan benda pemberian Verdandi dengan membusungkan dada seakan menang olimpiade sains. Gadis itu jadi suka lebay setelah dilepaskan oleh ayahnya dari ikatan perjodohan.

"Eh, sebentar! Kalian sudah membeli clover untuk Bunga Maehwa kita, kan?!" kata Yeosu teringat sesuatu. Dia mengeluarkan ponselnya. Ayahnya memberinya uang yang banyak dan dia akan gunakan itu untuk membelikan clover.

"Tentu saja sudah! Aku menabung untuk ini!" Verdandi mengacungkan jempol, menyodorkan ponselnya yang menampilkan bukti transaksi. Dia telah menghabiskan dua puluh ribu yen.

Narae menatap datar Verdandi dan Yeosu saling tos. Dasar gila. Mereka terlalu bucin.

Tentu Narae juga melakukan sesuatu untuk sang bias. Hanya saja dia enggan memperlihatkannya secara terang-terangan seperti mereka. Dia fans yang tenang. Cukup ngereog di rumah saja.

"Minggir, minggir!"

Yeosu, Narae, dan Verdandi yang masih sibuk membeli clover dikejutkan oleh suara kumpulan wanita paruh baya yang membawa bendera biru dengan gambar bulan. Mereka benar-benar lupa Maehwa mode bocah kuil menjadikan dirinya sebagai anak dari kumpulan ibu di Korea.

"Maeh pasti trauma diperlakukan seperti anak kecil oleh puluhan ibu-ibu," gumam Yeosu sedikit merinding. "Tapi kabar baiknya banyak yang mendukungnya. Dia pasti akan debut!"

"Sudah pasti," kata Narae dan Verdandi serempak.

*

Keuntungan dari anggota keluarga trainee adalah mereka mendapatkan kursi spesial, terletak di dekat panggung. Mereka mendapatkan sudut pandang bagus untuk menonton anak-anaknya.

Dahlia dan Dain memakai kostum couple serta headband muka bebek yang cemberut. Dahlia berkali-kali melirik kursi di belakangnya, mencoba mencari eksistensi Rara. Tapi terlalu banyak orang yang sibuk mengobrol, sibuk selfie, memperbaiki make-up. Dia tidak dapat menemukannya.

"Dia pasti akan datang. Kau sudah memeletnya dengan menceritakan tentang Maehwa yang dilebih-lebihkan," celetuk Dain risih karena Dahlia tidak bisa duduk tenang. Dari tadi keluarga trainee yang lain terus memandangi mereka.

Dahlia memberengut sebal. Bukan karena ucapan Dain barusan, namun karena Dain masih saja memeriksa riwayat medis pasien lewat tablet padahal suasana final sangat kentara. Wanita itu menabuh punggungnya menimbulkan suara 'buk'.

"Apa-apaan kau?!" kata Dain jengkel.

"Dokter Cheon niat dukung Maeh nggak sih??"

"Ya kan dia belum tampil! Apa salahnya mengecek rekam medis daripada melamun tak jelas?"

"Permisi," Ibu Ha-yoon menyela perdebatan mereka. "Kalian orangtuanya Maehwa, ya? Kalian sangat serasi dengan baju biru itu. Sepertinya kamu punya pekerjaan penting karena sejak tadi saya perhatikan, kamu terus memegang tablet."

Dain baru saja ingin berseru menyergahnya, namun tidak punya nyali meninggikan suara ke orang yang jauh lebih tua darinya. Jadi pria itu hanya tersenyum cengengesan. "I-iya, Tante. Saya seorang dokter. Lalu dia adalah perawat."

Cuih, dasar pencitraan! Dahlia mendecih.

"Omo, benarkah? Itu sangat mengagumkan!" Ibu Kyo Rim dengan mulus bergabung ke percakapan. "Kamu pastilah ayah yang baik karena tidak memaksa putramu mengikuti jalanmu."

"Hahaha. T-tapi dia bukan anakku..."

Dahlia tertawa jahat dalam hati. Berawal dari pencitraan, Dain jadi kewalahan menanggapi hujan pertanyaan dari keluarga trainee yang tertarik dengan pekerjaannya. Bahkan ada yang mulai tanya-tanya soal kesehatan.

Dahlia melambaikan tangan, daripada membantu Dain lebih baik dia spam clover untuk Maehwa.

.

.

FANTASIES dan SUPERLUMINAL merupakan grup yang dilahirkan oleh Star Peak. Kedua kelompok itu turut datang ke final untuk mendukung grup baru yang akan mereka keluarkan malam ini. Itu adalah tradisi, dimana para senior hadir di final. Bertepatan kontrak FANTASIES selesai hari ini.

Meski kontrak mereka berakhir, masing-masing anggotanya sudah memiliki jalan hidup di masa depan. Ina bertekad menekuni dunia akting. Teman-temannya hendak bersolo karir. Ada juga yang ingin debut sekali lagi di grup berbeda.

Berada di sana mengingatkan Ina pada masa lalunya saat masih menjadi peserta pelatihan... Eh, ini bukan waktunya bernostalgia!

"Berhentilah bergerak!" Stylish pribadinya kesal karena Ina tidak mau tenang. Padahal dia tinggal menyentuh layar ponsel, namun wanita itu tidak bisa menahan diri untuk tidak menggebu-gebu.

Miyeon geleng-geleng kepala melihat kelakuan childish mantan leadernya itu. Padahal grupnya bubar hari ini, namun lebih memedulikan trainee yang dia sukai beberapa bulan lalu.

Tapi sebenarnya bukan hanya Ina sih. Miyeon sendiri juga heboh daritadi memborong clover. Member FANTASIES sangat menyukai season kali ini dan semuanya memiliki trainee favorit.

Jika suasana di ruangan FANTASIES manis seperti gula, maka suasana di ruangan SUPERLUMINAL sangat serius seperti rapat penentuan gubernur.

"Apa menurut kalian grup ini akan sesukses kita?" tanya sang leader, Go Dohwa. Dia menopang dagunya dengan kedua tangan.

"Sepertinya iya. Jinyoung dan Kangsan, duo maknae yang dikenal sebagai mesin dance dan monster rap. Sejak awal kemari, aku terus melihat banner mereka berdua. Lalu seseorang bernama Jun-oh juga mendominasi acara."

"Tidak, dasar bodoh!" Lee Dior, sang main dancer memukul permukaan meja. "Kalian terlalu asyik dengan mereka yang terkenal dari agensinya sampai lupa ada trainee individu yang booming!"

"Maksudmu Han Maehwa? Dia memang mencolok sih. Perkembangannya tidak masuk akal."

"Dia bisa menjadi ancaman untuk kita! Dia punya aura center yang kuat! Dan... dan..."

Dohwa mengernyit. "Dan apa maksudmu?"

Dior menggaruk kepala. "Aku mengaguminya. Di setiap episode, aku selalu memperhatikannya yang mengusulkan ide-ide hebat. Anak itu juga jago game! Kalau kami berteman, kuharap dia mau gendong aku ke peringkat grandmaster."

Sebuah kotak tisu mendarat ke kepala Dior.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro