Chp 20. Nobar Episode Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Episode kedua sepertinya berfokus pada interview para trainee dan match battle pertama. Aku tak tertarik, tapi anak-anak ini menonton serius interview semua trainee.

Aku meminum kola. Suntingan kali ini masih sama bagusnya dengan episode satu. Tim Sunny, terutama Geonwoo dan Jiho, mendapatkan screentime banyak. Itu wajar karena mereka lah yang mengaransemen lagu dan mengurus koreografi Tim Sunny.

Sementara aku? Aku hanya memberi mereka konsep. Seperti arsitek yang menggambar dan tukang kuli yang bekerja. Uh, apa kata pengibaratan-ku terlalu kasar?

"Pfft! Lagu apa yang didapatkan tim Cloudy? Kenapa mereka berkostum merah muda? Tarian mereka lucu sekali."

"Pink Power oleh senior Dreaming."

"Hampir mirip dengan konsep kita, ya. Untung saja Maehwa menyelamatkan Sunny dengan membelokkannya ke Action."

"Tim Melody malah dapat Lolipop oh Lolipop. Haha, mereka seketika jadi candyboy."

Serius banget nontonnya. Apa hanya aku yang apatis di sini? batinku mendumal.

Akhirnya tiba juga performa evaluasi grup.

"Wow! Mendengarnya sekali lagi membuatku sadar kalau kau hebat dalam rap, Dam."

Dam tersipu. Menggaruk tengkuk. "Terima kasih. Tarianmu juga bagus, Geonwoo."

"Hei, lihat! Ternyata reaksi Ha Yoon dan Jinyong lebih heboh daripada yang kukira. Dia ngefans Tim Sunny?"

"Jiho semangat sekali pas melompat. Dia seperti peri yang punya badan berkatak-katak."

"Sepertinya dia punya fetish."

Aku ingin tertawa oleh celetukan Hyunsung, tapi batal karena teringat karakter Maehwa adalah pria dingin berwajah dingin yang berkepribadian dingin. Hadeuhh...

"Wah..., senyuman Maehwa di ending seperti malaikat yang hendak mencabut nyawa. Apa di kehidupan sebelumnya kau malaikat maut?" canda Geonwoo, tertawa simpul.

"Jujur, aku sedikit merinding..."

Mereka menoleh ngeri kepadaku yang asyik mengunyah ayam ketiga. Aku lapar berat. Lupa makan karena asyik main game.

<Sunny menyanyikan yel-yel tim! Sementara itu Han Maehwa menyendiri di sudut sambil meraba-raba udara kosong. Apa dia malu?>

Byurrr! Kola di mulutku menyembur. Kamera menangkap aksi itu?! Padahal aku sudah berhati-hati. Kamera tersembunyi sialan.

"Maehwa, terkadang kau menyeramkan."

"Kau bukannya bisa melihat hantu, kan?"

"Tidak," jawabku cepat. "Paling itu ulah editor. Aku duduk karena capek sambil peregangan," lanjutku mengarang alasan.

Lain kali aku harus ekstra hati-hati ketika memanggil sistem. Bisa muncul desas-desus aneh kalau aku punya kelainan mental di saat aku baru saja meluruskan tuduhan oplas. Bertambah lagi masalah baru.

"Setelah melihat siarannya bersama kalian, entah kenapa aku sangat senang. Walau sudah pernah mengatakannya, kita tim yang bagus. Terima kasih atas kerja keras kalian. Semoga di babak dua putaran kedua kita bisa reuni," kata Geonwoo, tersenyum.

"Aku juga mengharapkannya..." 

Itu tidak mungkin karena aku sudah punya perasaan tak enak di battle grup kedua.

"Hei, lihat ini! Senior Ashana menonton dan mengomentari stage kita!" Jiho berseru.

[Kami tak menyangka mereka membawakan lagu kami seperti ini. Tipe fantasi yang cocok untuk cowok memang lah Action. Mereka tampak seperti prajurit gagah!]

[Aku menyukai bagian rap dan solo dance-nya. Tarian mereka teratur padahal koreonya rumit. Mereka pasti latihan keras untuk menunjukkan perfoma mengagumkan.]

[Terima kasih telah menyanyikan lagu kami dengan konsep aksi! Kami mendukungmu, Woo Geonwoo. Debutlah, wahai junior kami.]

Jiho menyikut lengan Geonwoo. "Disemangati kakak-kakak agensimu tuh," godanya.

"Ahh!! Mereka menyukai rap-ku!"

Aku lanjut mengunyah ayam, memperhatikan mereka yang senang dengan kumpulan komentar bagus tentang Tim Sunny.

Ini... tidak seburuk yang kupikirkan. Jujur, aku menikmatinya (bukan karena quest).

~Idol Player~

[Sub-Quest: Mainlah ke warnet.]

Aku menguap. Serius, Nona Sistem? Ke warnet kan memang sudah jadi kewajibanku. Aku akan pergi ke sana meski tak kau suruh. Warnet adalah rumah keduaku.

Motel Banana mengalami pemadaman listrik hari ini. Makanya aku ingin ke warnet untuk gaming seperti biasa. Di sana kan ada genset. Tapi saat keluar dari flat, quest ini mendadak muncul. Maunya apa?

Sus! Mustahil sistem memberi quest sia-sia begini. Pasti ada saja yang terjadi nanti.

Dan benar saja firasat jelekku.

"Hei, katanya Han Maehwa langganan di warnet ini! Biarkan kami masuk, Kak!"

"S-sudah sesak di dalam. Kami tak bisa menerima pelanggan lagi..." Manajer warnet gelagapan. Dia tak menduga pria berhoodie khas hikikomori yang suka keluar masuk di warnetnya merupakan seorang calon idola. Tempat itu sumpek luar dalam.

Aku bersembunyi di balik toko yang masih tutup, menaikkan tudung hoodie-ku. "Kenapa mereka bisa tahu aku langganan warnet itu? Aku jadi tidak bisa main warnet lagi. Apa tidak ada warnet lain di wilayah sini?"

Pengaruh internet memang tiada tanding. Tahu-tahu aku semakin dikenal oleh publik.

Tapi ini terlalu cepat, sialan. Aku masih tinggal di lingkungan tak memadai. Bagaimana kalau mereka menemukanku dan mengajakku mabar sampai berhari-hari? Jangan sampai terjadi. Aku bisa repot.

"Baiklah, questnya juga sudah selesai. Pergi dulu dari sini dan cari warnet lain—"

Huh? Kenapa semuanya mendadak hilang? Ke mana semua orang yang ada di sini? Mereka lenyap dalam hitungan detik!

[Sistem warning! Sistem warning! Dua Player terdeteksi berada dalam jangkauan radius 300 meter. Virtual Room-Break telah dibuka. Anda dipaksa masuk ke wilayah bertarung. Stat HP ditambahkan. Melakukan sinkronisasi. Sinkronisasi berhasil.]

Bar HP muncul di atas kepalaku.

"Tunggu, tunggu, tunggu dulu! Aku tak mengerti apa yang sedang kau bicarakan—"

Sebuah panah menikam lenganku yang masih kelimpungan memahami penjelasan sistem. Mataku melotot. Sakit! Bar HP-ku berkurang 30%. Ini real, cuy! Bukan kaleng-kaleng! Apa yang sebenarnya terjadi?

Seorang wanita melompat dengan gerakan mantap dari atap gedung ke jalan, menatap tajam padaku. Dia memegang panah dan ada bekas luka bakar di wajahnya. Siapa?

"Kutemukan kau, Idol Player."

Apa? Apa? Aku menelan ludah. Kelihatannya situasi ini berbahaya deh. Wanita itu memegang panah. Panah sungguhan. Kalau palsu, tak mungkin aku mengeluarkan darah, kan? Tak mungkin rasanya sakit, walau sekarang rasa sakitnya sudah berkurang.

"Berikan padaku sistemmu jika kau tidak mau panahku bersarang di tubuhmu—"

Aku mengangkat tangan. "Maaf, tapi... kau siapa, ya? Apa aku mengenalmu? Kenapa kau tiba-tiba menembakku? Jahat banget!"

Entah kenapa dia malah semakin berang.

Apa pertanyaanku salah?

~To be continued~








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro