Chp 34. Apanya Juara Satu?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Apa... kau bilang? Ada konspirasi di balik kecelakaanku? Memangnya kau punya bukti?!"

[Masih terlalu dini untuk anda tahu. Dapatkan peringkat tinggi dalam evaluasi grup nanti.]

Sistem tidak mungkin membuat lelucon yang tidak lucu seperti itu. Kenapa? Sebenarnya apa salahku sampai mereka tega melakukannya? Siapa sekiranya orang yang menaruh dendam padaku?

Aku pikir aku sudah hidup dengan baik tanpa membuat musuh karena hanya mendekam di dalam rumah. Meski begitu, hahaha... masih saja ada yang iri dengan Hikikomori dan HikkiNEET sepertiku.

Haruskah aku merasa terhormat? Haha, brengsek.

Aku marah, namun rasa sedihku lebih besar daripada emosiku. Aku hidup enak-enak berkat usahaku sendiri. Apa aku tak boleh menikmatinya?

Siapa... Siapa orangnya? Siapa pelakunya? Siapa dalang dari kecelakaan Im Rae? Aku mengepalkan tangan. Siapa pun dia, aku takkan tinggal diam.

Aku sudah membuat keputusan.

Aku akan debut dan membalas dendam! Sekarang aku mengerti maksud dari titel di statusku. Aku harus menjadi terkenal untuk mewujudkan pembalasan dendamku. Tunggu saja kau sialan...!

Kembali ke waktu sekarang.

"ENCORE! ENCORE! ENCORE!"

Aku terakhir yang menuruni panggung. Sayang sekali, itu tidak mungkin karena ini bukan konser yang sesungguhnya. Tapi mendengar seruan penonton dan melihat ekspresi gemilang mereka, ini sedikit asyik dan seru. Aku tersenyum tipis.

Baiklah. Aku sudah memberikan performa sebagus yang kubisa. Sekarang yang kuperlukan adalah voting suara para penonton. Tim SEVEN PRINCE'S harus mendapatkan juara satu untuk menambal kekurangan dari pemotongan poin pribadiku.

"M-Maehwa, apa kau tak apa?" tanya Ahram.

"Apa kau teringat memori menyakitkan? Harusnya kau tidak perlu totalitas sampai menangis segala!" Ha Yoon dan Do Woo ikutan frustasi. "Kami kan jadi tidak enak memberi part terakhir padamu."

[Sub-Quest: Jangan buat timmu khawatir.]

Haah, dasar sistem. Aku bahkan tak diizinkan bersedih. Kubuat menggeleng, memasang wajah datar. "Aku baik-baik saja. Lagi pula aku lah yang mengusulkan bait terakhir. Soal menangis tadi, lenganku terluka, ingat? Jadi aku menekannya untuk menimbulkan sensasi sakit. Itu saja."

"Astaga! Kau terlalu nekat, Maehwa."

Ini semua demi singgasana juara pertama.

~Idol Player~

Juara satu? Sepertinya terlalu cepat untuk meraih posisi pertama. Kukira jika kukerahkan semua yang kulatih, aku bisa mendapatkan kursi itu. Nyatanya, yang namanya realita itu memang kejam.

Daftar peringkat dari voting penonton;
1. DEEP BLUE (319 suara)
2. SEVEN PRINCE'S (187 suara)
3. STARMOON (96 suara)

Tanganku terkepal. Jauh sekali jaraknya. Walau ada Ha Yoon di tim kami, di sana ada Doo Jinyong yang merupakan gemstone. Batu permata yang hampir terpoles sempurna. Belum lagi tampaknya rekan Jinyong juga seorang trainee yang hebat.

Aku mendengarnya di belakang panggung. Sorakan penonton yang menyerukan nama 'Choi Kangsan'.

Aku kecewa, tapi 187 bukan jumlah yang kecil. Aku juga tak bisa menyalahkan penonton sebab itu hak mereka ingin memvote tim kesukaannya. Lagian menempati posisi kedua tidak begitu buruk.

"Kalian sudah bekerja keras," ucap Do Woo.

"Terima kasih semuanya," jawab mereka suram.

Mereka sama sepertiku, tidak puas dengan hasil. Yah, mau bagaimana lagi? Kami kalah saing dari kelompok Jinyong. Bagiku, tim ini bisa menciptakan selisih besar dari grup Jun-oh saja sudah cukup.

"Kita sudah selesai di sini. Ayo kembali ke asrama masing-masing dan bersiap packing untuk pulang."

[Main-Quest terselesaikan. Reward diterima.]

Item ampas apa lagi yang sistem pelit ini berikan. 'Dengan ini, kucabut izinmu!' apa ini nama skill untuk Virtual Room-Break lagi? Sudah dibilang aku butuh poin stat, entah apa yang dia kasih.

Ya sudahlah. Memeriksa detailnya nanti saja. Aku mau cepat-cepat kembali ke kamar dan pulang.

~Idol Player~

Akhirnya aku bisa memakai ponsel pemberian Ahram secara terbuka. Toh, kami sudah diberi upah tampil. Jadi, takkan mengundang rasa kepo mengapa aku sudah memiliki ponsel karena mereka akan menganggap aku menggunakan uang tersebut.

Ada banyak yang akan kulakukan. Pertama, pergi ke Pulau Jeju untuk menyelidiki kecelakaanku. Kedua, monitoring. Aku ingin tahu reaksi penonton yang tidak ikut menonton ke studio.

"Maehwa!" panggil Ahram, mulai terbiasa bicara lancar—sepertinya perlahan dia melawan dirinya yang penakut. Aku menoleh, bengong. Dia datang bersama Do Woo, Jiho, dan... Geonwoo? Sedang apa dia di sini? Kupikir dia bersama rekan timnya.

"Ada apa?" Kenapa mereka datang ramai-ramai begini. Mereka tidak bermaksud memalakku, kan? Mumpung kamera tidak ada di sini.

"Kami dengar kau sudah membeli ponsel dari uang tampil. Apa kami boleh minta nomormu?"

Aku menatap Ahram yang tersenyum bangga. Wah, lihat bocah ini. Dia kelihatan senang sekali. Tapi, tidak ada salahnya membangun relasi dengan bibit berpotensi sebut seperti mereka. "Oh, boleh."

Jika aku terlihat tidak akrab dengan siapa pun di program survival ini, aku bisa dikatai sombong. Di mana-mana ada yang namanya circle. Lagian rank mereka tidak buruk-buruk amat, kan? Penggemar mereka juga tidak sedikit. Ini kesempatan bagus.

"Aku juga mau nomor hape Maehwa dong!"

Uh, Sung Kyorim. Datang dari mana dia? Dia dan aku tidak cocok sama sekali, maksudku kepribadian kami. Aku yang suka ketenangan dan dia yang suka membuat keributan. Bahasa kasarnya ekstrovert vs introvert. Makanya aku menghindarinya. 

Tidak salah lagi, Sung Kyorim adalah tipe orang yang akan chat tiap saat sekadar mengganggu atau meng-spam. Tapi, Ahram dan yang lain masih ada di sini. Kalau aku menolak memberikannya, aku pasti dicap pilih-pilih teman. Haa, menyebalkan.

"Sampai jumpa di syuting berikutnya!"

Aku menatap layar hape, tersenyum kecil. Bahkan di tubuhku yang sebelumnya, ponselku hanya ada kontak sponsor dan nomor orang yang mau kolaborasi. Ini tidak seburuk yang kupikirkan.

"M-Maehwa!" Lho, Ahram tidak pergi?

"Kenapa lagi?" Sepertinya ada yang ingin dia katakan. Akan kujitak dia kalau dia membahas tentang aku yang menangis di akhir stage tadi.

Ahram celingak-celinguk. "L-lukamu, apa kau sudah mengganti perbannya?" Yang langsung kujawab dengan gelengan. Dia tersenyum cerah. "Kalau begitu, maukah kau mampir ke rumahku? A-aku sedikit jago dalam membalut karena pernah ikut klub palang merah waktu SMP dulu."

"Oke." Itu bagus dia mau membantu mengganti perbanku. Sejujurnya ini membuatku sulit bergerak nyaman. Karena dia aku tak bisa meminum Health Potion. Sudah sewajarnya dia tanggung jawab.

[Tingkat pertemanan Kwon Ahram meningkat!]

~Idol Player~

Ini rumah atau istana njer. Dia anak konglomerat? Itu menjelaskan dari mana asal tampangnya yang sangat bersih dan terurus. Selalu saja ada anak-anak yang terlahir dengan sendok berlian.

Tapi, ada yang aneh. Kenapa para pelayan yang kulihat di taman tidak menyambut Tuan Muda mereka? Seakan Ahram hanya patung berjalan. Dia bukan anak broken home, kan? Haa, itu pasti klise banget.

Mungkin aku saja yang berpikir berlebihan.

"Orangtuaku tidak di rumah. Kamarku di lantai 2."

Ini... bukankah ini seperti bermain di rumah teman? Ini pengalaman baru bagiku. Aku tak pernah mengunjungi rumah seorang teman selama masa-masa sekolahku sebagai Im Rae. Apanya yang berkunjung, satu teman saja tidak punya.

Aku hanya pernah melihat rumah mewah ini di film. Tahu-tahunya aku bisa melihatnya langsung.

"T-tunggu, ya! Aku ambil kotak P3K-nya dulu."

Iya, pergilah. Aku ingin melihat reward-ku. Sistem bilang aku bisa menyummon satu barang milik Im Rae dan memberikan skill 'Dengan ini, Kutarik Wewenangmu!'. Aku masih belum mengerti.

[Cih, dasar bodoh. Itu adalah skill yang membuat anda bisa mencabut satu wewenang sistem.]

"Kalau aku bodoh, kau apa? Idiot? Beraninya kau mendecih padaku!" kataku polos.

[Mengirim 2% tusukan ke jantung anda.]

"Tidak! Ampun! Aku takkan meledekmu lagi! Apa pun selain rasa sakit yang menyakitkan itu...! Ini kekerasan terhadap player. Apa tak ada hukum di duniamu? Kalau ada, akan kulaporkan... Bentar. Kau bilang apa barusan? Aku bisa menarik wewenang?"

Aku mengetuk telapak tangan. "Kalau begitu apa aku boleh mengecat rambutku? Sungguh, aku benci rambut putih ini. Aku seperti orang albino."

Selagi aku bercakap-cakap dengan sistem, entah kenapa aku tertarik pada sebuah pintu ruangan yang ada di kamar Ahram. Sebenarnya dari tadi atensiku sudah direbut oleh ruang misterius itu.

"M-Maehwa, aku sudah bawa p3k-nya." Ahram menoleh kepadaku yang berdiri di depan ruang misterius. "O-oh, kau ingin mencoba bermain?"

"Ahram, sebenarnya ini ruangan apa?"

"Eh? Itu cuma... Ruang main game pada umumnya."

Kepalaku tertoleh, menatapnya masam. Siapa yang bilang tidak pandai main game di episode 25 sebelumnya?

~To be continued~

Don't forget star dan comment, Interstellar yang budiman ( ̄∇ ̄)





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro