Path-04

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mikaf menjelaskan secara sistematis.

Dunia ini adalah alam baka yang bukan alam baka sebenarnya. Secara teori, Upside Down seperti prasurga. Manusia yang meninggal di dunia nyata namun kerabatnya belum mengikhlaskan kematiannya, jiwa mereka terjebak di sini tanpa batas waktu.

Sebaliknya, jika seseorang meninggal, tapi tidak ada yang menyayangkan kematiannya, roh itu akan bergentayangan di bumi, di negara yang dia tinggali selama hidup sehingga dia mendapatkan kepuasan tertentu.

Ini mengingatkanku pada Siswa Tanpa Nama di kelasku. Apa dia punya keinginan, ya?

Mikaf bilang suara-suara yang kudengar selama ini berasal dari sini. Aku terhubung dengan Upside Down karena energi spiritualku tinggi. Penglihatan spiritualku telah terbuka sejak lahir dan levelnya berbeda dari 'orang pintar'.

Entahlah aku harus bangga dengan fakta itu atau mengutuknya. Lagian aku baru bisa melihat hantu sejak kematian ibuku tahu! Itu pun bertahap. Mula-mula suara bisikan, lalu hawa dingin es, baru lah aku bisa melihat makhluk halus. Bukan langsung bisa lihat setan.

Jika yang dijelaskan beliau benar, berarti Ibu sudah berada di surga. Aku telah merelakan kepergiannya sejak lama karena aku harus move on untuk melanjutkan hidup.

"Dapat." Senya keluar dari dapur, menguncir rambut. "Level 4. Evre sudah menuju ke sana. Ayo pergi sebelum dia memakan jiwa lagi."

Demi mendengar sederet kalimat tersebut, Mikaf dan Attia segera bersiap-siap membuatku membuang stik es krimku. Apa yang dia temukan? Mereka sepertinya mau pergi.

"Atti, kau antar bocah itu kembali ke Tora Nyata." Tuh, kan. Senya menentang kehadiranku dan mengusirku pulang.

Mikaf dan Attia saling tatap skeptis.

Aku mengepalkan tangan. "Tolong izinkan aku ikut! Aku ke sini karena Kak Attia bilang aku bisa mendapatkan uang. Hanya itu tujuanku datang kemari. Bukan yang lain."

"Kenapa kau terobsesi dengan uang? Apa kau tahu betapa bahayanya pekerjaan kami?"

"Orangtuaku mati karena kami tidak punya uang. Aku tak mau mati seperti itu juga."

Aku tak mau orangtuaku sedih kalau aku bernasib sama seperti mereka. Aku harus bisa mengubah hidupku dengan tangan sendiri.

Senya diam sejenak, tersenyum miring. "Oho, aku suka tatapanmu, Bocah Tengik. Penuh keyakinan, meski demi uang. Baiklah. Aku akan memberimu satu kesempatan. Kuharap kau menunjukkan kualitasmu di misi penangkapan pertamamu, Bocah Tengik."

Apakah aku harus senang karena Senya menambahkan embel-embel 'tengik'? Sial!  Bukannya tersinggung, aku malah senang karena beliau akhirnya sedikit mengakuiku.

"Pegang tanganku, Bocah!"

Aku menyentuh tangan Senya. D-dingin. Apa karena dia orang mati dan aku hidup? Aspek diferensial ini terkadang bikin aku gugup.

"Apa kau mendengar suaraku?"

Aku mengerjap. Senya tidak membuka mulut. Apa barusan suara pikirannya?!

"Bagus. Pengamatanmu lumayan. Kita akan berkomunikasi lewat pikiran karena itulah kemampuan spesialku: telepati. Kau harus mengingatnya baik-baik, Bocah Tengik."

Ukh... Kapan dia mau berhenti memanggilku demikian? Huhuhu, harga diriku terluka.

Tapi, Bibi Senya bisa telepati? Keren banget!

*

Di Upside Down telah terjadi sebuah krisis yang membahayakan penduduknya yaitu kemunculan roh jahat. Roh itu terlahir dari arwah-arwah yang mengetahui kebenaran bahwa 'Upside Down' bukanlah akhirat yang asli. Tempat ini hanyalah persinggahan.

Dilandasi oleh perasaaan dendam, mereka pun mulai memburu arwah lugu nan polos, membunuh lantas memakan jiwanya. Ketika jumlah jiwa yang dia tawan mencapai lima, maka pintu ke dunia nyata akan terbuka. Sementara arwah yang mati di Upside Down akan lenyap.

Hal ini merepotkan surga. Mereka menunjuk beberapa arwah di Upside Down: Senya, Attia, Mikaf, dan Evre untuk mengurus roh-roh jahat itu. Mereka dipanggil 'The Keeper: Grup Penjaga Jiwa'.

Sebagai catatan tambahan, para roh jahat memiliki kemampuan yang melebihi manusia normal sama seperti The Keeper yang telah diberkahi oleh penanggung jawab Upside Down.

Dan itulah yang sedang kukejar, roh jahat level empat yang sudah memakan empat jiwa, tanpa memikirkan cara menghadapinya.

Aku benar-benar sudah tak waras!

Bagaimana mungkin aku mengajukan diri ikut ke quest penangkapan tanpa berpikir lanjut?! Coba ingat-ingat pria yang dilawan Attia di toilet stasiun. Dia sangat kuat dan tangguh, bahkan mampu membuat dinding terkelupas. Attia sekalipun kesulitan meringkusnya.

Lalu sekarang aku mengejar seseorang yang mirip om super itu. Otakku, apa kau masih ada di dalam sana? Kenapa kau tak bekerja dengan benar? Kasih sinyal peringatan kek!

Lalu, bau busuk apa sih ini? Seperti bau ban terbakar. Ah, ini membuat hidungku sakit.

"Bocah, apa kau tahu ciri-ciri roh jahat?"

Aku menggeleng. "Tidak." Kami berpencar agar roh jahatnya cepat ketemu sebelum dia memangsa. Dengan kemampuan telepati Senya, kami bisa mengobrol sejauh apa pun.

"Dia mengeluarkan aura hitam dan matanya merah. Tekanan atmosfer terasa berat. Udara tercium busuk dan menusuk hidung."

"Attia, kenapa malah kau yang menjawab?"

Aku berhenti berlari. Udara terasa menusuk hidung? Aku menciumnya tadi. Kalau tak salah... Aku berlari mundur 200 meter. Bau busuk tadi tercium olehku di areal sini.

"Tolong jangan bunuh aku... Ampuni aku..."

Aku terkesiap melihat seorang pria sedang mencekik seorang wanita yang sekarat. Hidungku tak salah perihal bau ban terbakar! Itu benar-benar berasal dari roh jahat.

"B-Bibi Senya, aku menemukannya. D-dia mau membunuh. A-apa yang harus aku lakukan?"

"Jangan ke mana-mana, Eir! Tunggu kami. Jangan coba-coba melawannya. Kau bisa mati. Kami akan segera menuju lokasimu."

Kalau harus menunggu yang lain datang, wanita itu keburu terbunuh. Tapi-tapi kalau aku nekat, seperti kata Senya, aku bisa mati oleh roh jahat itu. Aku kan tidak punya kekuatan super seperti The Keeper. Mudah bagi pria itu mematahkan 206 tulangku.

Mataku terbelalak melihat bola cahaya putih keluar dari mulut wanita itu dan terbang menuju mulut si Roh Jahat. A-apa dia mau memakan gumpalan cahaya itu? Aku mengepalkan tangan. Takkan kubiarkan!

Aku melempar batu ke kepala pria itu. Dia meregangkan lehernya, menoleh kepadaku yang langsung terkesiap. "Apa ini? Cemilan?"

"T-tolong tunggulah sebentar di sana, Pak."

Bibi Senya, Bibi Mikaf, dan Kak Attia kapan datangnya sih? Kan tidak lucu aku mati saat magang. Andai aku punya kekuatan juga.

"Hehehe. Kalau begitu haruskah kumakan?"

Dalam kedipan mata, pria itu melompat ke arahku. Astaga! Aku malah salfok ke lompatannya yang jauh dan tinggi banget.

Bugh! Bum!

Dia terpental ke belakang, ke tempat wanita yang terluka. Pipinya kena pukulan telak. Aku menoleh ke sosok yang berdiri di sampingku. Bapak-bapak berewok tipis, rambut keriting, tinggi 190 senti. Dia mendengus masam.

Menggunakan satu tangan saja, beliau mengangkatku, menatapku enek. "Jadi kau bocah yang diceritakan Senya? Ew, bau sekolah." Beliau melepaskan pegangannya begitu saja. Alhasil, pantatku mencium tanah.

"A-apa yang anda lakukan?! Itu sakit!" Tidak salah lagi, beliau adalah Paman Evre.

"Jatuh sedikit sudah sakit? Aku yakin kau takkan bertahan jadi Keeper sehari, Bocah," hardiknya melangkah ke Roh Jahat yang pingsan oleh pukulan mautnya, memegang kepala pria itu. "Pergilah ke akhirat, roh jahat sialan. Kau mengganggu waktu santaiku."

Aku berbinar-binar. Pria itu melebur jadi debu seperti yang dilakukan Attia. "A-apa dia sudah pergi ke alam baka yang asli?"

"Iya. Malaikat Kematian akan mengurus sisanya." Mikaf yang menjawab. Beliau sudah datang bersama Attia dan Senya. "Syukurlah kau tepat waktu, Evre."

"Kau tak apa-apa, Eir?"

Aku mengangguk. Berkat Evre, aku baik-baik saja. Meski galak dan kasar, paman ini telah menolongku dari roh jahat.

"Ini buruk, Senya," kata Evre mengecek kondisi wanita tadi. "Raganya terluka parah membuat jiwanya tak bisa bertahan lama."

"Apakah ada dunia setelah Upside Down? M-maksud saya, kalau warga yang ada di sini mati, ke mana mereka pergi selanjutnya?"

Senya menggeleng datar. "Entahlah. 30 tahun menjadi hantu, pertanyaan itu masih menjadi misteri. Para bajingan yang mengaku sebagai malaikat tidak mau memberi informasi."

"Semua salahku..." Mereka menoleh padaku. Mataku berkaca-kaca. "J-jika aku kuat seperti kalian, jika aku tak ragu, tante itu pasti selamat. Kau benar, Bibi Senya, aku hanya akan jadi beban. Aku akan kembali ke dunia nyata. Jangan khawatir, aku takkan membeberkan keberadaan Upside Down."

"Hei, hei, kenapa kau menangis? Ini bukan salah siapa-siapa. Kau belum diberkati, jadi kau belum menerima kekuatan akhirat—"

"Tunggu, tunggu. Ada yang aneh!"

Luka lebam dan jejak cekikan pada leher wanita itu perlahan menguap ke atas seperti partikel cahaya. Bola jiwa yang retak kembali utuh.

"T-tidak mungkin! Lukanya hilang?! Tidak ada di antara kita yang punya kemampuan spesial penyembuhan!" seru Mikaf dan Evre.

"Kalau begitu artinya ...." Attia  menatapku.

Yang lain ikut melihatku. "A-ada apa?"

"Wah, ini kasus langka. Padahal kau belum diberkati, namun kemampuan spesialmu sudah bangkit. Bakat penyembuhan. Kau sukses membuatku tertarik, Eir."






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro