Path-22

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Para institut Tora yang ambisius berhasil menciptakan mesin pemutar waktu, namun sampai sekarang belum ada kabar terbaru dari uji coba alat ini. Apakah berjalan lancar, atau mengakibatkan paradoks, atau yang lebih parah membahayakan nyawa.

Itu sih berita yang kudengar. Tapi kalau dua tokoh kerajaan sampai menjadi relawan percobaan mesin waktu tersebut, bukankah artinya mesinnya berjalan baik? Kenapa belum ada pemberitahuan resmi?

Aku baru tahu kelemahan hantu bukan sesuatu yang berbau agama atau garam, malahan lemah sama Penjelajah Waktu.

Dipindah paksakan, heh? Itu artinya mereka kembali ke masa mereka hidup.

Kalau aku punya kesempatan untuk mencoba mesin mutakhir itu, apakah aku bisa meminta dikembalikan ke masa ibu dan ayah masih hidup? Itu pasti seru.

Tidak, tidak! Fokus, Eir! Sentimental begini bukanlah sifatku banget. Aku harus baca ingatan Freddie untuk membuktikan perkataan hantu-hantu barusan.

"Eir, apa yang kau lakukan di sana?"

Aku tersentak. Suara Attiana mendadak terngiang di telingaku. Apalagi maunya? Roh Jahat kabur ke dunia nyata? Kulihat Pintu Langit tenang-tenang saja tuh.

"Jawab aku, Eir. Apa yang... sebenarnya apa yang kau lakukan di istana kerajaan?!"

"Kalian mengawasiku? Hei, apa kalian tahu arti privasi?! M-mungkinkah kalian juga mengintipku lagi mengupil dan mandi—"

"Sudahlah, cepat pergi dari sana!"

Pangeran Martin mengernyit bingung... Tidak, bukan hanya dia, melainkan Freddie, Pangeran Andrew, Admon, dan pelayan yang baru masuk ke dalam kamar. Mereka merasa ganjil melihatku berbicara sendiri.

Aku tidak bisa pergi sekarang. Setidaknya sampai aku melihat ingatan pria itu!

"Maaf jika saya lancang, tetapi saya tidak yakin Saint pilihan Yang Mulia Putra Mahkota memiliki kualitas bagus. Ini cuma dugaan kasar, dia lebih terlihat ke orang yang kehilangan sedikit kewarasan?"

Woi! Kau ingin bilang aku gila?! Si kunyuk ini benar-benar harus kuhajar sekali!

"Anda seolah hendak mengatakan saya membawa orang aneh dan mempercayainya mengobati Andrew. Secara tidak langsung anda menganggap saya ingin melukai Pangeran Kedua, Sir Freddie terhormat."

"Wah-wah, itu kesimpulan yang tidak masuk akal, Putra Mahkota Martin. Saya yakin anda telah dididik ketat dari kecil. Inikah hasil dari ajaran istana kerajaan?"

Kenapa mereka jadi ribut sendiri? Akunya dikacangin nih? Ini mulai menyebalkan.

"Keluar dari sana, Eir, atau aku sendiri yang akan memaksamu. Ini situasi serius!"

Suara Attiana semakin terdengar dingin dan tajam. Dia sungguh-sungguh memberiku peringatan. Untuk apa sih dia bersikeras menyuruhku keluar dari sini?

"Tidak bisa! Ada yang harus kuperiksa dari pria itu. Dia tampak mencurigakan."

Bagus, Pangeran Martin! Teruskan seperti itu! Terus ajak dia berdebat sampai aku tiba di belakangnya. Lalu setelahnya—

"DENGARKAN AKU, EIR! PRIA ITU..."

Aku mengabaikan teriakan Attiana karena berhasil menyentuh punggung Freddie. Kilatan memorinya seketika bermunculan.

"Maaf, Pangeran, tapi Lady Chaivele telah tewas karena pandemi. Tubuhnya... tidak. Imunnya tak kuat melawan bakteri virus."

"Terima kasih kerja samanya, Sir Sidyus. Putra Mahkota bodoh itu takkan tahu kalau aku yang membunuh wanitanya."

Ingatan tersebut menghilang.

"... Dia berbahaya! Kau harus pergi!"

Aku berbinar-binar tak percaya, menatap Freddie yang juga tengah menatapku. Aku menarik tanganku, melangkah mundur.

Apa-apaan ingatan gelap yang kulihat barusan? P-pria ini membunuh seseorang dan mengatur orang itu mati karena sakit pandemi. D-dia adalah orang jahat!

"K-kau telah membunuh seorang Lady—"

"Jangan salahkan aku."

Tepat setelah aku mengucapkan kalimat  itu, tepat ketika Freddie membelalakkan matanya, Attiana menarikku ke Upside Down, lebih tepatnya arwahku. Tubuhku tertinggal di kamar Pangeran Andrew.

.

.

Benjolan gunung mencuat dari kepalaku. Attiana langsung menoyorku sesampainya aku di markas Keeper: kedai es krim lezat. Senya, Bibi Mikaf, dan Paman Evre nyimak.

"Aku sudah menyuruhmu pergi, kan?! Apa telingamu kehilangan fungsi?? Aku tidak punya pilihan selain menyeretmu ke UD."

"Itu sakit! Lagian kenapa kau tidak bilang alasan aku harus pergi?? Pria bernama Freddie itu berniat buruk pada Pangeran Kedua! Sebagai warna negara yang budiman, aku harus melindungi pangeran!"

"Aku tidak peduli dengan loyalitasmu terhadap negara, namun jangan pernah berhadapan dengan Freddie! Dia... sekali menandai seseorang yang mengganggu tujuannya, dia akan menyingkirkan sosok itu dengan segala cara. Kau dengar, Eir?"

Ini aneh sekali. Pertama kalinya aku melihat Attiana yang kalem dan kul abiz (kosakata tren) bertingkah emosional. Apa dia punya ikatan dengan keluarga istana? Terlebih bicara panjang bukan dia banget!

Tunggu dulu. Firasatku bilang...

"Kak Attia... Jangan-jangan kaulah Lady Chaivele yang kulihat di memorinya? Kalau dipikir-pikir aku belum tahu margamu." Aku mengusap-usap dagu, melotot. "Itu berarti Kak Attia dibunuh oleh Freddie?!"

Senya manyun. "Kau lamban sekali, Eir."

"Aku tidak lamban! Waktu itu Bibi Senya juga takut Kak Attia pas mode serius!"

"Itu jelas karena aku masih anak-anak!"

Komukku sudah tak tertolong. "Bukankah waktu pertama kali aku gabung ke grup ini kau dengan pedenya menyombongkan umurmu yang tiga kali lipat itu?"

"KETERLALUAN! AKU MASIH UNYU BEGINI!"

Attiana mendecih sinis, keluar dari kedai es krim. "Untuk beberapa jam ke depan, tinggallah di sini sampai pria itu pulang. Jangan coba-coba kembali ke tubuhmu. Aku akan memukulmu lebih keras."

"Aku bahkan tidak tahu caranya. Dan lagi, woi, tubuhku tertinggal di kamar seorang pangeran. Aku harus kembali secepatnya!"

"Hei, Peaceful, jangan mengalihkan topik! Kau masih ada yang harus dibicarakan denganku! Cepat tarik kata-katamu!"

"Badanmu boleh berbohong, tapi isinya tidak! Sadar umurlah, nenek-nenek loli!"

"Apa kau baru saja meledekku loli?! Sialan! Kau menyamakanku dengan es loli?!"

"Apa kau tidak tahu istilah jejepangan?!"

Paman Evre dan Bibi Mikaf memandang lelah aku yang cekcok dengan Senya, mengembuskan napas panjang.

Bibi Mikaf tersenyum. "Sudah lama, ya..."

Paman Evre paham maksudnya. Sudah lama kedai es krim itu tidak seberisik ini.

*

Dasar Attiana bedebah. Dia benar-benar melarangku masuk kembali ke tubuhku sampai pukul duabelas teng teng (alias dini hari). Kalau saja aku tua darinya, aku pasti takkan diam saja dibeginikan!

Aku menoleh ke sekitar yang remang. Hm, sepertinya aku ada di sebuah kamar? Tapi ini bukan kamar Pangeran Andrew.

"Badanku terasa berat. Jadi begini sensasi roh keluar dari tubuh. Tidak seru!"

Pokoknya sekarang... Aku melompat turun dari kasur yang super empuk, berbeda dengan kasur di apartemenku.

"Aku harus meninggalkan istana sebelum Attiana kampret itu marah-marah lagi..."

Tanpa kusadari, sebilah belati teracung ke leherku. "Ternyata kau punya hubungan dengan wanita yang sudah mati itu," ucap orang yang memegangnya, berdiri di belakangku. "Kalau begitu aku juga harus menyingkirkanmu, Tuan Eir Peaceful."

Aku langsung menunduk. Gawat...! Itu hampir membuat kepalaku pisah dari leher! Orang ini, dia tidak bercanda!

Cahaya bulan menyorot ruangan. Aku terbelalak melihat sosok Freddie terkekeh. "Refleksmu bagus juga, Tuan Muda Eir."

Aku mengepalkan tangan.

"Tenang saja. Aku akan memberi kematian tanpa rasa sakit kalau kau tidak melawan. Sama seperti yang kulakukan pada Attia."






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro