Path-23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jangan khawatir. Aku akan memberikan kematian sunyi tanpa rasa sakit jika kau tidak memberontak sia-sia. Sama seperti yang kulakukan pada Lady Attiana."

Aku manyun. Apa dia sedang meng-copy paste dialog film untuk bersikap sebagai villain yang keren? Mana ada mati tanpa rasa sakit woi! Pria ini mengada-ngada.

"Tapi, harus kuakui kau menarik sedikit perhatianku. Apa kau sungguh bisa menyembuhkan seseorang?" seringainya.

"Apa hakmu menanyakan itu?" Ini gawat. Tubuhku masih terasa berat gara-gara ditarik Attia ke Upside Down secara paksa. Aku tak yakin bisa bertarung dengan baik.

Freddie tersenyum miring. "Kalau begitu lupakan saja. Lagi pula kau akan mati."

Prangg!

Aku tersentak kaget. Sebuah anak panah memecahkan kaca jendela dan melesat ke arahku. Freddie pasti telah menyiapkan pembunuhanku saat aku sedang pingsan. Mungkin saja di luar sudah banyak assasin bersembunyi mengincar nyawaku.

"Naif. Apa kau yakin menyewa pembunuh bayaran cukup untuk menyingkirkanku?" Dengan mudah aku menepis panah itu ke samping. "Kau terlalu percaya diri."

Hehe. Mode menyombong on dulu.

"Menurutku kau lah yang terlalu percaya diri di sini!" serunya, melempar belati ke tangannya kepadaku. "Matilah!"

Aneh. Tidak ada satupun yang datang kemari setelah mendengar suara pecahan jendela dan seruannya. Apa dia juga telah menyuap pelayan-pelayan di sini?

Aku sengaja menerima serangannya guna memegang punggung tangannya. Cuplikan memorinya seketika terputar otomatis.

Di situ aku melihat betapa sayangnya Pangeran Andrew ke Freddie. Dia yang polos meminum teh pemberian Freddie dengan senyuman cerah tanpa tahu teh itu sudah diracuni. Sepertinya Freddie amat mengerti kesukaan Pangeran Kedua.

Plak!

Aku menampar Freddie dalam artian sebenarnya. Tamparan sepelan itu berhasil membuatnya terpental. Dinding meledak satu meter. Kerusakannya bisa makin besar kalau aku gagal menahan diri.

Freddie terbatuk-batuk karena menghirup kepul debu. "K-kuat sekali... Hmm?"

Aku berdiri di depannya. Emosi.

"Kau...! Dasar bajingan sampah! Pangeran Kedua sangat mempercayaimu, namun bisa-bisanya kau membahayakan nyawanya? Beliau itu masih 15 tahun! Masih terlalu dini untuknya pergi ke alam baka!"

"Orang luar sepertimu tahu apa, huh?"

"Aku takkan membiarkanmu membunuh—"

Betapa lengahnya diriku karena amarah. Padahal aku tahu assasin berkeliaran di luar, tapi aku malah berdiri di titik buta. Tentu mudah bagi mereka menembakkan panah dan tepat menembus jantungku.

Aku terduduk. Darah menetes di karpet. Sakit! Ini berbeda dari serangan-serangan yang pernah kuterima selama ini. Apa karena yang kena adalah jantung?

Freddie beranjak bangkit, menepuk-nepuk debu yang menempel di celananya. Dia lantas tersenyum miring. "Itulah akibatnya kau meremehkanku, Eir Peaceful. Kau tidak tahu siapa yang kau lawan, Nak."

Sial, pandanganku mulai memburam.

"Aku tidak peduli pada gender dan umur seseorang. Jika dia menggangguku, maka dia mati. Sangat disayangkan kau harus berhenti melihat dunia di umur semuda ini. Ckck. Harusnya kau tidak ikut campur atau patuh pada Martin sialan itu... Ng?"

Kupikir butuh waktu lama penyembuhanku aktif dan aku akan kesakitan lebih lama, tapi syukurlah itu telah bekerja.

Mulut Freddie terbuka lebar. Matanya terbelalak tak percaya melihat belasan cahaya hijau kecil layaknya laron menguap dari lukaku. Semenit kemudian, aku menarik panah itu dan mematahkannya.

"Yosh, sepertinya sudah sembuh."

"Kau... k-kau... Jadi kau... Sulit dipercaya..."

Freddie yang beberapa detik lalu pucat pasi, tiba-tiba tersenyum misterius.

Aku berhenti memperhatikan dadaku yang sempat terpanah, tersentak melihat Freddie berdiri lalu mendorongku. Aku kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Dia mengambil kesempatan untuk mencekikku.

"K-kau... Brengsek!" Aku mencengkeram tangannya yang mencengkam leherku.

Kalau aku memakai kekuatan fisikku yang lebih kuat dari manusia biasa, Freddie pasti akan mati. Aku harus menahannya!

"Maaf aku meremehkanmu, Eir Peaceful. Aku tidak menyangka kau benar-benar punya kekuatan menyembuhkan. Nah, sekarang pingsan lah dan biarkan aku memiliki kekuatan yang berharga itu!"

Ini gawat. Aku mulai kehabisan napas. Bisa celaka aku pingsan di sini saat ini. Entah apa yang akan dia lakukan padaku.

"Lepaskan aku, bajingan bedebah... Huh?"

Apa itu di lehernya? Tato seperti jam tanpa adanya jarum pendek dan panjang. Mungkinkah itu tanda Penjelajah Waktu?!

Aku tak sempat memikirkan apapun sebab kilatan memori Freddie muncul lagi. Kali ini aku tercekat melihat adanya bayangan Attiana tengah berdebat dengan Freddie.

"Hentikan perbuatan anda, Sir Freddie! Jika anda mencintai Putri Selena, anda tak bisa menjadikan Pangeran Andrew sebagai batu pijakan! Itu bukan cinta melainkan obsesi!"

"Apa yang kau tahu tentang kami, Lady Chaivele? Kau urus saja Putra Mahkota dan jangan pernah mengguruiku."

"Saya melakukan ini demi kebaikan anda, Sir Freddie. Anda pikir saya tidak tahu anda berniat meracuni Pangeran Kedua dan merekomendasikan dokter pada Raja agar beliau merestui hubungan kalian?"

Aku langsung terdiam melihat kilatan ingatan berikutnya. Freddie membunuh Attiana yang hendak mengumbar rencananya pada Raja Andreas dan Ratu Sybl lalu ditutupi sakit karena pandemi.

Bugh!

Sekali pukul, aku lepas dari cengkeraman Freddie. Dia pun terlempar ke dinding belakang. Keretakan menjalar ke seluruh dinding ruangan tempat aku tidur.

Aku sudah cukup menahan diri. Mana bisa aku tetap bersabar setelah melihat dia...

"Sialan, kau membunuh Kak Attia karena obsesimu pada Putri Selena. Kau tidak pantas kubelas kasihani, brengsek!"

"Kenapa... kenapa kau bisa tahu?! Jangan bilang padaku... KAU BISA MEMBACA INGATAN MANUSIA?! HAHAHA! Kau melebihi ekspetasiku, Eir Peaceful! Aku akan ambil kekuatanmu entah bagaimanapun caranya!"

Tinjuku terangkat tinggi. Akan kuhajar dia dengan kekuatan penuh tanpa empati!

Sebelum tinjuku mendarat menghantam wajah Freddie, aku langsung teringat peringatan Senya: dilarang menggunakan kekuatan di dunia nyata apalagi untuk menyerang orang lain. Aku bisa kehilangan profesiku karena orang menyedihkan ini.

Karena aku terlanjur mengayunkan tinju dan tak bisa menghentikannya, tidak ada pilihan selain membelokkan arahnya!

Bugh! BUM!

Hancur sudah paviliun tersebut. Luluh lantak. Bahkan getaran dari pukulanku sampai ke istana utama. Debu mengepul dan membumbung ke langit. Hewan-hewan nokturnal terbangun oleh pukulanku.

Aku menatap datar Freddie yang pingsan terkencing karena syok. Mungkin dia pikir aku betulan menghajarnya. Untungnya gertakanku berhasil memengaruhinya.

Perlahan aku mendengar suara ricuh dari kejauhan. Mustahil mereka semua tidak terbangun oleh gempa yang kubuat.

Tak ada waktu. Aku jongkok, memegang kepala Freddie. Akan kuhapus ingatannya.

Tapi lagi-lagi teknik membaca memoriku aktif kembali. Aku heran kenapa malam ini teknik itu aktif berkali-kali padahal aku belum terlalu mahir menggunakannya.

Kulihat Freddie berbicara dengan seorang pria bersetelan jas putih. Aku memicing membaca papan namanya. 'Profesor Eilif'.

"Kebakaran di Patur 10 tahun silam adalah ulah kalian, kan? Untuk menguji mesin waktu, kalian mengorbankan sebuah sekolah. Kalian terlalu berambisi."

Aku terbelalak. Ingatannya hilang.

A-apa itu barusan? Apa aku tak salah lihat dan dengar? F-Freddie menyinggung kebakaran di Patur sepuluh tahun lalu!

"Perintahkan semua ksatria ke Istana Evenwood! Ada yang menyerang kerajaan!"

Aku tersentak mendengar suara Pangeran Martin, beranjak bangun. Ini bukan waktunya bengong. Aku harus kabur.

Kukeluarkan kupon teleportasi Paman Evre dari saku tas sekolah (syukurlah tasku ada di sini), menyebutkan alamat apartemenku.

Aku menghilang dari sana.






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro