Path-25

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Baru beberapa menit lalu halaman rumah Eilif damai sentosa, kini sudah berubah menjadi medan pertempuran. Darah segar tergenang dan memercik di mana-mana. Rumah Eilif pun nyaris jadi korban.

Sesuai dugaan, Roh Jahat level 10 bukan musuh sepele. Aku bertarung dengan segenap tenaga dan terluka berkali-kali. Efek samping penyembuhan diri mulai terasa menyakitkan karena dipaksa beregenerasi terus-menerus dari tadi.

Aku menatap lelah Roh Jahat yang akhirnya berhasil kukalahkan terkapar di tanah dengan luka di sekujur tubuhnya.

Huh? Sepertinya kali ini aku menang sungguhan. Tidak ada tanda-tanda dia akan bergerak dan bangkit. Yah, baguslah. Aku juga sudah tidak kuat bertarung. Bahkan saat ini berdiri tegak pun sulit.

[3000 poin telah ditambahkan.]

Sebanyak itukah imbalan untuk level 10?

"Eir! Nak Eir, kau di mana?"

Dari balik puing-puing bebatuan yang terlempar ke sana-sini oleh amukan kami, aku mendengar teriakan Eilif. Ah, gawat. Dia pasti menonton semuanya dari awal sampai akhir. Aku sudah tidak punya tenaga untuk menghapus ingatannya.

"Untuk sekarang..." Tanganku tremor saat mengulur menyentuh lengan si Roh Jahat.
"Aku harus pergi dulu dari sini."

Kami berdua pun menghilang, muncul di Upside Down, di depan markas Keeper.

.

.

Senya, Attiana, Bibi Mikaf, dan Paman Evre tidak ada di sana. Kurasa mereka sedang mengejar Roh Jahat yang berulah di dalam lingkungan UD seperti biasa.

Ya sudahlah. Aku bisa menunggu di sini. Staminaku belum pulih untuk menyucikan Roh Jahat yang kubawa ini. Terlebih aku masih belum terbiasa dengan prosedur pemurnian. Itu menguras tenaga.

Sebenarnya seluruh tubuhku masih kaku, tapi aku lapar. Apa ada makanan di dapur ya? Kalau tidak ngemil es krim deh.

Tak sengaja aku menatap tanganku. Kedua lenganku seperti habis kena racun. Itu bengkak-bengkak dan terdapat luka dalam berwarna hijau tua. Aku iseng memencet...

Mataku melotot. SAKIT SEKALI!

Apa ini?! Aku tidak bisa terluka, kan?! Jangan-jangan kemampuan penyembuhan milikku sudah tidak berfungsi lagi karena dipakai dalam waktu konstan karena pertarungan gila tadi? Ini kabar buruk.

Aku diam sejenak. Menggaruk kepala.

Kupikirkan nanti deh. Fokus cari makanan atau minuman dulu. Aku haus plus lapar.

Tanganku meraba-raba rak lemari pantri paling atas. "Ayolah, masa tak ada satu pun makanan sih? Bibi Mikaf pasti menyembunyikan satu dua di sini supaya tidak dimaling Paman Evre yang rakus."

Ceklek!

Lemari tersebut bergeser ke belakang setelah aku tanpa sadar menekan suatu tuas tersembunyi di rak. "Hm?" Aku mengerjap, loading beberapa detik. Di detik berikutnya aku terjerembab jatuh.

"Aduh! Sakit!" Aku mengusap-usap kepala. Badanku sudah cukup banyak menerima damage. Jatuh sedikit, tulangku langsung berteriak ngilu. Dasar ceroboh kau, Eir.

Aku menatap ke depan, melongo. "A-apa? Ada ruang rahasia di markas Keeper?"

Penasaran, dengan langkah gemetar (bukan takut lho ya!) aku meniti ruangan kecil tersebut. Tidak luas juga pengap. Agaknya ini gudang penyimpanan mini.

Aku berhasil menemukan saklar. Tempat itu terang seketika. Tidak ada apa-apa di sana selain empat kursi dan satu meja.

"Cih, aku terlalu berekspetasi. Kukira ada senjata hebat yang disembunyikan sampai-sampai dibuatkan kamar rahasia, ternyata tidak ada benda penting di sini."

Aku mengelus dagu. Aku tidak mengerti. Kenapa Senya dan yang lain sampai harus meletakkan empat kursi dan satu meja di ruang rahasia. Mungkinkah senjatanya adalah lima benda ini? Tapi dilihat dari mana pun, ini hanya satu set meja makan.

Terlebih di dapur kan sudah ada meja makan. Apa ini meja-kursi lama mereka sebelum aku bergabung? Mereka membeli set meja makan baru untuk menunjukkan tidak ada diskriminasi newbie dan senior?!

"Huhuhu. Aku jadi terharu—"

Aku menyentuh punggung salah satu kursi untuk menopang badan yang capek, tapi tak kusangka teknik membaca memori-ku terpicu pada benda mati tersebut. Memori yang seharusnya tak perlu kuketahui.

Kulihat Senya, Attiana, Bibi Mikaf dan Paman Evre berdiskusi serius di dapur.

"Kita harus membawa remaja bernama Eir Peaceful itu ke dalam tim bagaimanapun caranya! Paksa dia kalau perlu."

"Aku setuju dengan Attia. Jika level indigo anak itu berada di tingkatan berbeda, kita bisa memanfaatkannya! Dia bisa bertarung dengan Roh Jahat yang kabur ke dunia nyata tanpa kita harus turun tangan. Kita bisa menghemat utra, Senya!"

"Tunggu, tunggu. Dia itu masih 16 tahun. Apa kalian tega memanfaatkan bocah?!"

"Pembelian tubuh manusia sementara menghabiskan 80% utra yang kita peroleh dari menghabisi Roh Jahat, Senya. Kalau terus begini, kapan kita bisa membeli item Reinkarnasi yang harganya 10 juta utra? Kau tidak mau hidup kembali, heh? Kami semua menginginkan Reinkarnasi!"

"Aku juga mau terlahir kembali! Tapi aku merasa tindakan ini tidak benar, Mikaf!"

Memorinya berganti ke adegan lain: saat aku berharap dan meminta mereka datang menolongku meringkus Roh Jahat.

"Eir membutuhkan pertolongan kita. Ayo, Attia, Mikaf, Evre, kita harus bantu—"

"Kau tidak sadar kalau perkembangan Eir tidak masuk akal, Senya? Cepat atau lambat, dia akan jauh lebih kuat dari kita berempat. Dia tidak butuh bantuan. Kita harus menabung utra dan fokus menangkap Roh Jahat di dalam UD."

"KENAPA KALIAN TEGA SEKALI DENGANNYA? EIR ITU MASIH REMAJA! JANGAN EGOIS!"

"Bukankah kau yang egois di sini Senya? Kau yang paling ingin terlahir kembali. Kenapa mendadak peduli pada orang lain?"

Memorinya bertukar lagi ke adegan lain: saat aku protes soal masalah-masalahku dan bosan mendengar alasan mereka.

"Eir sudah mulai curiga, Bibi Mikaf. Kita tidak bisa terus memakai alasan sama. Akan gawat kalau dia mengundurkan diri."

"Kalau begitu, kita biarkan Roh Jahat level tinggi keluar ke dunia nyata. Eir takkan membiarkan Roh Jahat memporak porandakan tempat tinggalnya. Selama sifat lugunya masih ada, kita masih bisa memanipulasi dan memanfaatkannya."

Dan cuplikan ingatan itu menghilang, beriringan dengan pintu kedai berderit.

"Eir! Kau datang, ya? Wah! Roh Jahat?! Kau benar-benar mengalahkannya!" Suara Paman Evre pertama yang kudengar.

"Tentu saja. Eir kan super kuat. Attiana, segera panggil si kematian. Roh Jahat level 10 harga pembasmian sangat tinggi."

"Eir! Kau di sini, kan? Eir—hmm?" Senya berhenti berseru-seru melihatku keluar dari dapur tanpa ekspresi apa pun. Dia tersenyum. "Di sana kau rupanya. Apa kau lapar dan menunggu masakan Mikaf?"

Hening. Aku tidak membalas.

Paman Evre mengernyit. "Eir? Ada apa?"

Aku melempar kursi di gudang rahasia ke hadapan mereka. Benda itu patah karena terhantam lantai. Seketika, mata mereka berempat membulat sempurna. Oh, bagus. Reaksi yang sesuai dengan prediksiku.

"E-Eir, t-tunggu... Kami bisa jelaskan! Ini tak seperti yang kau pikirkan, Eir—"

"Aku berhenti jadi Keeper. Selamat tinggal."

*

Pukul tiga pagi, aku kembali ke dunia nyata dan tiba di depan apartemenku. Aku harus mulai mencari pekerjaan paruh waktu baru besok sepulang sekolah. Aku tidak bisa hidup mengandalkan uang pesangon dari pekerjaanku jadi Keeper.

Aku sudah tidak peduli dengan apa pun.

Kupikir aku takkan merasa sakit hati yang sama ketika Ibu meninggal, tak kusangka itu terjadi lagi. Lebih parah. Lebih sakit. Manusia memang tak bisa dipercaya.

Tanganku terangkat ke kepala.

Aku... tidak sanggup menahannya lagi. Aku akan menghapus ingatan menyakitkan itu.

"Sekarang atau tidak selamanya."

Selembar kertas diembus angin dan menampar wajahku. Aku mengambilnya sambil merenggut kesal. "Apa sih ini?"

Itu poster buronan. Dicari seorang kriminal yang merusak istana, menghajar orang kepercayaan Raja, terlibat konspirasi peracunan Pangeran Kedua, dan menjatuhkan martabat Putra Mahkota.

"Siapa orang bodoh yang mau mencari masalah dengan pihak kerajaan sih?"

Mataku melotot keluar demi melihat wajah di poster itu adalah wajahku... TUNGGU, APA?! KOK JADI AKU BIANG KELADINYA? Memang benar yang pertama, tapi yang kedua, ketiga dan keempat tidak benar!

Aku... gagal menghapus ingatan Freddie?






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro