16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wakil kepala sekolah Madoka jelas berhubungan dengan kasus Snowdown sebagai pihak korban. Apakah dia mengetahui sesuatu seperti Fate dan sekarang disekap? Tapi kenapa Fate dibunuh? Apa mungkin Mrs. Gweni tengah sekarat atau berlangsungnya diskriminatif? Aish, ini rumit.

Lagian, apa hubungannya si Manava Mara ini dengan beliau? Dari daftar teman Mrs. Gweni yang Dinda temukan, tidak ada yang namanya Manava Mara. Apa mereka tidak dekat? Tapi mereka saling berbagi kontak. Pasti telah terjadi konspirasi di sini.

Selidiki tentang Manava. Dinda mengangguk setelah membaca gerakan tangan Watson.

Sembari menunggu, Watson berpikir keras. Di bagian mana Watson meninggalkan kepingan puzzle ini? Dia mencoba menggali ingatannya.

Tetapi naas. Baru memegang pintu gerbang Istana Pikiran, tubuh Watson mendadak oleng. Oh tidak, Narkolepsi-nya datang menyerang. Kalau dia memaksa saat ini, dia bisa pingsan. Gangguan brengsek! Kenapa Narkolepsi tak bisa disembuhkan?!

"Aku menemukannya!" seru Dinda. "Beliau pernah menjadi pasien di rumah sakit Atelier untuk perawatan intensif."

"Perawatan intensif? Dia punya penyakit apa?" Aiden dan Jeremy bersitatap.

"Iya. Itu calcaneal spurs. Beliau ingin mengobati kakinya..." Dinda terdiam, menoleh cepat ke Watson yang pucat. "Tunggu, bukankah ciri-cirinya sama dengan korban di Madoka? Si mayat wanita yang hilang itu lho. Kita tidak tahu identitasnya kan."

"Dengan kata lain, wakil kepala sekolah berteman dengan korban Snowdown." Jeremy mengelus dagu. Apa mungkin Fate suruhan beliau? Mustahil. Beliau tidak punya motif membunuh Manava. Jeremy terbelalak. "Jangan-jangan Mrs. Gweni merupakan agen organisasi?!"

"Tidak, bukan begitu." King menyergah. Dia sudah selesai dengan tugasnya.

"Apa kamu punya teori?"

"Manava punya sakit, kan? Begitu juga dengan Mrs. Gweni, abses kulit di wajahnya. Mereka kebetulan bertemu di rumah sakit lalu menjalin hubungan pertemanan. Mungkin saat Manava kabur dari tempat sekap, satu-satunya orang yang terpikirkan olehnya adalah wakepsek kita. Oleh karena itu dia melakukan panggilan."

Aiden mengangguk-angguk. "Lalu kenapa Mrs. Gweni tidak mengangkatnya?"

"Aku tidak tahu sampai ke sana. Mungkin pak ketua punya teori sendiri?" King mengernyit mendapati Watson berdiri pucat seperti zombi. "Kamu tidak apa-apa?"

Aiden menengok ke samping, terbelalak. "Dan! Astaga, kamu pucat sekali."

Objek yang mereka khawatirkan malah memikirkan hal lain. Firasatnya tidak mau tenang. Entah apalah ini. Apakah ada yang datang? Watson menekan dadanya. Tidak bisa. Dia sangat risau.

"Investigasinya berhenti di sini. Kita bisa lanjut besok." Aiden memutuskan.

Watson mengibas-ngibaskan tangan. Dia tidak apa, hanya mengantuk. Terlalu menunda waktu bisa-bisa makin banyak korban berjatuhan.

"Kamu jangan memaksakan diri, Watson. Kita sudahi dulu. Kan masih ada hari esok. Lagian organisasi itu sudah tidak ada di Korea. Butuh waktu melacak mereka." Deon sedikit (cuman sedikit tidak banyak) kasihan pada Watson yang benar-benar lemas.

Badump! Badump!

Apa ini? Watson refleks menoleh kiri-kanan layaknya orang paranoid. Ada yang memata-matai klub detektif Madoka. Apakah dari organisasi tersebut? Mereka meninggalkan beberapa anggota di Seoul?

"Kamu jelas sakit, Dan! Inspektur Deon, tolong mobilnya." Keputusan Aiden bulat, begitu juga dengan yang lain. Penyelidikan mereka harus berhenti sekarang juga.

"Aku paham." Deon mengangguk.

Badump! Badump! Badump!

Jantung Watson menggila. Lututnya luruh ke bawah, ke tanah yang ditumpuki salju. Kehilangan tenaga. Semakin dekat. Bahaya itu mendekati mereka.

"Watson, kamu kenapa?" Jeremy khawatir. "Apa perlu kami panggilkan ambulans?"

Lamat-lamat terdengar suara desing. Watson dengan napas terengah, mendongakkan kepala. Sebuah drone kecil terbang. Bukan hanya firasat, namun drone tersebut terlihat menyorot rombongan mereka.

Ketemu. Watson pun pingsan.

"Dan? Dan!"

*

"Apa kata dokternya?" desak Violet begitu King masuk ke apartemen. Mereka takut membawa Watson ke rumah sakit tanpa izinnya. Kecuali kalau memang urgent.

"Ini bukan narkolepsi, namun palpitasi. Tampaknya Watson sangat mengkhawatirkan sesuatu sampai-sampai jantungnya berdebar cepat keluar dari batas normal."

Violet mendesah lega. Syukurlah. Dia pikir narkolepsi sherlock pemurung itu memburuk.

"Ini semua salahku. Andai aku tidak meminta bantuannya, Watson takkan begini. Dia memaksakan diri untuk menolongku." Aiden menabuh punggung Jeremy membuat cowok itu terlenguh. "Apa yang kamu lakukan?! Itu sakit."

"Ayolah, jangan menyalahkan diri. Kita takkan sejauh ini tanpa keberanianmu meminta tolong kepada Dan. Kalau kamu merasa sebersalah itu, katakan pada orangnya setelah case closed. Jadi berhentilah bersikap menyedihkan begitu."

"Padahal kamu juga sepertiku saat Watson mengambil kasusmu." Jeremy memberengut.

"Hahaha! Kapan aku melakukannya, hah?" Aiden tertawa lebar, menyepak kaki Jeremy alhasil cowok itu meringis. Tenaga macam apa yang Aiden punya sih...

King menatap Watson yang tidur kelelahan, menundukkan kepala suram. Apa saja yang dia lakukan? Apa benar kata Ayahnya, dia tidak berguna? Dia mengepalkan tangan. King harus melakukan sesuatu.

Violet menoleh. King melewatinya. Tiba-tiba keluar dari kamar Watson. Dia bergegas menyusul, meraih lengan cowok itu. "Mau ke mana?"

"Mencari petunjuk," kata King datar.

"Aku ikut." Mana mungkin Violet membiarkan King pergi sendiri. Bagaimana kalau dia diculik oleh organisasi itu? Bahaya ah.

"Baiklah."

Mereka berdua kembali ke toko tempat diskusi tadi, celingak-celinguk mencari hal-hal mencurigakan. Terdapat sesuatu yang membuat Watson bereaksi berlebihan. Apa yang dia lihat?

"Tadi seingatku, Watson sempat melihat ke atas. Kurasa dia tidak sedang melihat salju."

Sebagai respon alami, King mendongak. Tidak ada hal menarik di udara selain butiran salju. Pemandangan yang membosankan.

Tapi, King memutar sedikit tatapannya, tersentak melihat cctv di tiang. Bingo! Kamera itu pasti merekam sesuatu!

"Ayo!"

King dan Violet masuk ke kedai yang mempunyai akses cctv tersebut. Setelah mendapat izin, tanpa basa-basi mereka memeriksa rekaman sekitar satu jam lalu.

"Lihat!" Violet berseru.

King juga melihatnya. Ada sebuah drone kecil terbang di atas mereka. Apakah itu yang menarik perhatian Watson? Tapi kenapa  benda tersebut membuatnya tidak tenang?

"Apakah Watson punya semacam kebiasaan selain tidur?" King bertanya.

"Hm, ada. Dia punya insting luar biasa keturunan Ayahnya." Berteman sejak kecil, tentu saja Violet tahu semua tentang Watson.

"Insting?" King mengulangi. "Seperti apa?"

"Jika ada sesuatu datang, dia dapat merasakannya. Ayahnya waktu muda ketika punya insting itu juga mengalami hal sama dengan Watson. Muntah-muntah, pingsan, lemas. Kalau umurnya sudah melewati masa-masa pubertas, hal ini takkan terjadi lagi. Watson masih belum bisa mengendalikan efek samping dari 'insting' ini."

Berarti... King berpikir cepat. Jangan-jangan drone itu mengawasi gerak-gerik mereka? Organisasi sialan itu memantau pergerakan klub detektif Madoka? Pantas saja Watson amat gelisah.

"Kenapa? Kamu tahu sesuatu?"

"Kita harus memberitahu pada teman-teman, kasus Snowdown telah menjebak..."

Percakapan mereka dipotong oleh keributan di depan tokoh. King dan Violet keluar dari kedai, menonton apa yang terjadi. Oh! Itu ibu-ibu yang menyebar brosur putranya. Beliau tengah mencegat seorang murid.

"Apa yang mereka bicarakan?"

"Bibi itu percaya si murid adalah anaknya." King mengeluarkan satu lembar poster hilang yang dia minta. "Lho?" Bergantian menatap murid tersebut, menelengkan kepala bingung. "Itu jelas-jelas Min Do Won. Kenapa dia tidak ingat ibunya sendiri? Apa dia kecelakaan dan amnesia?"

"Tidak, itu bukan dia." King menatap Violet yang memperhatikan serius Do Won. Ah, bagaimana bisa King lupa. Violet kan informan. Dia pasti sering 'membaca' karakteristik seseorang. "Orang itu jauh lebih tinggi, bidang bahunya lebar dan besar. Dilihat dari jauh dia lebih mirip om-om daripada dibilang seorang murid."

Deg! King memperhatikan lekat-lekat wajah Do Won di lembar poster.

Mungkinkah ini...? []







Senin, 14 februari 2022

Haah. Kurasa Watson mengutukku.









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro