24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ada lagi pelataran kota Seoul, digantikan kerlap-kerlip kota Moufrobi seperti bintang gemintang dari kejauhan. Watson dan Aiden hampir sampai di tempat tujuan. Tadi pilot di kokpit juga sudah memberitahu, sekitar 20 menit lagi mendarat di kediaman keluarga Eldwers.

Di sisi lain, Watson berkutat dengan rekaman kecelakaan Jerena. Ada yang aneh dari insiden tabrak lari itu.

Tidak ada yang mendorong, tidak ada juga sipil di sekitar. Hanya Jerena sendiri di trotoar, terlihat menunduk memperhatikan sesuatu. Dan ketika bus itu melesat, Jerena tiba-tiba menyebrang lantas kecelakaan terjadi.

Watson mengelus dagu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa Jerena tidak melihat lampu lalu lintas? Kalau ditilik dari gerakannya, jelas sekali kalau Jerena melompat ke jalan raya dengan nalurinya. Seolah ada yang memanggil, seolah ada yang menyuruhnya, seolah ada halusinogen melambai padanya.

Jikapun ada yang memanggil Jerena, harusnya posisi kepala menatap ke depan. Lah ini, dia terus menunduk. Apa dia terlalu fokus pada "benda" di genggamannya sampai tidak melihat bus melaju?

Watson mengulangi rekaman, lagi dan lagi, berpikir keras. Dia mempause bagian setelah tertabrak. Lihatlah! Bumper mobil menghantam tubuh Jerena dan Jerena terbanting cukup jauh, namun sama sekali tidak menyentuh kanstin trotoar.

Ganjil sekali kecelakaan ini. Apakah yang membuat Jerena menjadi "cacat" karena kesalahan kala operasi berlangsung? Ada yang memanipulasi OK? Aish. Watson menggaruk rambut kusutnya.

[Note: Operatie Kamer (OK) yang artinya kamar operasi.]

"Aduh, Dan!" Aiden menghentikan tangan Watson, berdumal. "Rambutmu itu sudah berantakan. Kenapa kamu acak-acak? Makin kusut kan jadinya." Tidak apa sih. Itu malah membuatmu lebih tampan! Konstras dengan isi hatinya.

Watson beradu pandang dengan Aiden. Dia sebelumnya tidak memperhatikan, namun warna manik mata Gadis Penata Rambut itu sangatlah cantik: merah muda. Ditatapnya rambut pirang Aiden yang terkuncir tinggi, memakai karet hitam. Tidak ada konde pemberiannya di sana.

"Aku tak mau memakai pusaka darimu saat bertarung, Dan. Itu bisa rusak. Hadiah cuma-cuma darimu, mana mungkin aku mau mengambil resiko." Hidung Aiden kembang-kempis, menangkap maksud gestur wajah datar Watson.

Dasar hiperbolis. Watson mendengus. Pikirannya masih tidak menemukan titik terang mengenai Jerena. Apa misteri di balik kecelakaan kakak Jeremy? Apa itu disengaja? Atau jangan-jangan itu kali pertama Organisasi membuka bisnisnya? Menculik anak-anak? Segera, rentetan pertanyaan muncul di otak Watson.

Untuk sekarang, dia butuh alamat rumah Jeremy dan rekam medis Jerena. Mereka sudah sampai di penghujung kasus. Watson menekan tombol kirim ke informan rahasia.

"Ngomong-ngomong Dan," Aiden teringat. "Kenapa mereka harus menghancurkan wajah Manava Mara dan Fate? Tindakan mereka tidak manusiawi. Mereka kan tidak perlu berbuat sejauh itu."

Soal itu, ada dua kemungkinannya. Mencuri identitas mereka untuk cadangan atau sekadar memenuhi hasrat pembunuh. Atau entahlah, kali saja masih ada kemungkinan lainnya.

Merubah seseorang dengan sempurna...

Gasp! Benar juga. Mungkinkah tindakan itu adalah untuk mengecoh departemen penahanan serta badan forensik nasional? Jika Organisasi itu betulan mampu memindahkan suatu identitas ke orang lain secara totalitas, maka tidak ada gunanya analisis forensik. Sekalipun reserse mencari "orang hilang" yang bersangkutan, yang muncul pasti lah si pembeli identitas tersebut! Kecuali jika mereka melakukan tes DNA atau tes darah. Itulah kelemahannya.

Organisasi Penjualan Identitas ini benar-benar mengerikan. Watson harus membongkar kejahatan mereka, lalu memprioritaskan penyelamatan Jerena.

"Dan? Dan!" Aiden menepuk bahu Watson. "Kenapa melamun? Kita sudah sampai nih. Ayo kita turun!"

Eh, apa? Watson melongok ke jendela. Itu benar, pesawat telah mendarat mulus. Astaga! Saking seriusnya berkelana di pikiran demi menyusun paradigma memusingkan, Watson sampai tidak menyadari kalau-kalau mereka sudah tiba di rumah besar Aiden. Waktu berlalu cepat.

Baiklah. Tanpa membuang waktu lagi, Watson dan Aiden berlompatan turun dari lambung pesawat. Sebelas pengawai rumah menunggu di halaman pendaratan—Watson tetap belum terbiasa akan kekayaan Aiden. Ini sudah bukan sekadar "kaya" lagi, melainkan putri raja di novel-novel trend zaman sekarang. Yang meminang Aiden akan sangat beruntung nantinya.

"Selamat datang kembali, Nona Muda Aiden, Tuan Muda Watson." Pengawai menyapa.

Kepala Watson menoleh, mengernyit. Hei, sejak kapan panggilannya seperti itu? Dia hanya penumpang gelap, makhluk rentan celaka. Dia tak pantas dipanggil demikian.

"Bagaimana dengan permintaanku?" Kali ini kepala Watson tertoleh ke gadis di sebelahnya. Walah, walah, ternyata Aiden diam-diam juga menyelidiki sesuatu.

Kepala Pelayan mengusap dagu. "Kami sudah melacak polisi bernama Ernest Deon itu, Nona Muda. Setelah kami telusuri, beliau berada di Distrik Snowdrop."

Apa?! Watson menelan ludah. Tunggu, kenapa Deon ada di sana? Ya Tuhan, jangan bilang antek-antek Organisasi yang menculik King dan lainnya juga sudah mendarat di Moufrobi? Ini perhitungan yang keliru. Watson mengeluarkan buku komunikasinya, terburu-buru menulis.

Aiden dan Kepala Pelayannya bersitatap. Menunggu Watson selesai menulis.

'Dengarkan aku baik-baik, Aiden. Ini boleh jadi berbahaya. Tidak ada penyelamatan yang berjalan gampang. Nyawa teman-teman kita dipertaruhkan. Sekarang, kamu pilih salah satu pengawal terbaikmu untuk melindungimu atau lima sekalian. Sepuluh kalau perlu. Hanya kamu sendiri yang akan pergi ke EOD, aku punya urusan dan menyusul entah kapan. Hubungi Detektif Max, Detektif Shani, dan Mayor Kejahatan Satu. Aku rasa Inspektur Deon juga disandera.'

Watson menyerahkan sesuatu berbentuk bolpoin hitam, namun begitu Aiden pegang, bobotnya terasa berat seolah ada banyak material di dalamnya. "Benda apa ini, Dan?"

Sherlock pemurung itu membalikkan kertas ajaib, eh, komunikasi maksudnya. 'Alarm peringatan. Aku memodifikasinya versiku. Kamu cukup menekan tombolnya dan akan memberi sinyal padaku. Ingat, tekan saat pelelangan mencapai klimaks. Kamu akan tahu kapan itu tiba.'

Aiden menelan ludah. Mengangguk serius. "Bagaimana dengan King, Dinda, dan Violet?"

Watson habis-habisan menulis balasan. 'Jika kalkulasiku akurat, maka kamu hanya akan bertemu Dinda dan Bari di tempat pelelangan. Selamatkan mereka. Sisanya serahkan padaku.'

"Tapi kamu yakin pergi sendiri, Dan?" Aiden menahan lengan Watson yang hendak melesat pergi.

Percaya saja padaku. Watson mengangguk.

"Baiklah. Kamu harus hati-hati, Dan! Jangan sungkan meneleponku kalau butuh bantuan."

Watson melambaikan tangan, bergegas keluar dari kediaman Eldwers. Dia beberapa kali pernah bermain di rumah Aiden. Dengan kegeniusannya, tak sukar mencari jalan keluar.

Pertama ke rumah Jeremy. Kedua...

Ponsel Watson berdering. Dia menyeringai. Pesanannya datang tepat waktu. Koneksi Beaufort mempunyai pengaruh besar.

*

Sementara itu, di tempat lain.

Dor!

Dinda terduduk lemah. Air matanya bercucuran. Menatap tak percaya ke depan. Dia tak menyangka kelompok itu benar-benar menarik pelatuk pistol, melakukan tembakan. Napasnya memburu.

Deon menggerung marah. "BRENGSEK!!!"

"Tinggalkan mereka bertiga. Bawa gadis asal Indonesia itu. Misi selesai," ucap si komando datar, membuang puntung rokoknya, naik ke atas mobil.

Dua kameradnya beranjak memegangi bahu Dinda yang duduk bersimpuh tak bertenaga.

Tidak. Deon tidak akan membiarkan mereka membawa Dinda pergi. Tak peduli dua peluru bersarang di tubuhnya. Darah memercik ke sana-sini. "BERHENTI KALIAN, BEDEBAH!"

Mereka dengan mudahnya mendorong Deon yang kehabisan stamina. Pintu ditutup. Deru mobil berbunyi, melesat cepat meninggalkan tempat sepi itu. Asap kendaraan mengepul.

"Berhenti, sialan... Dia hanya remaja..." lirih Deon tak bertenaga. Pandangannya mulai berkunang-kunang.

Di belakang, Violet memegang tangan King, tersenyum padahal air matanya merembes tiada henti. Tubuhnya gemetar.

"Hei, King, bangunlah. Kumohon..." []







Rabu, 2 Maret 2022





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro