11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Orkestra tonggeret menyambut musim panas. Terik mentari meningkat dari yang biasanya. Halaman seolah digenangi air, fenomena fatamorgana. Akhirnya sudah masuk ke bulan liburan.

"Panasnya..." lirih Watson, mendongak menatap bola raksasa di langit yang tidak berbelas kasih lewat sela jari.

Ketika semua orang mulai sibuk memikirkan rencana liburan musim panas, klub detektif Madoka terjebak kasus rumit dan berkumpul di rumah Watson sesuai undian. Siapa sangka detektif muram itu bego main suit.

Hari ini rambut Aiden cukup rumit. Orang-orang menyebutnya double braided buns dan menyematkan pita hijau polos berumbai. Tampak anggun dan fresh di cuaca nan panas.

"Jadi benar rupanya."

Jeremy menoleh. "Apanya?"

Aiden berbinar-binar, menutup mulut lebay. Matanya tak lepas dari sosok Watson, memandangi Sherlock Pemurung itu dari atas sampai bawah. "Cowok rambut hitam pakai kaus hitam damage-nya bukan main. Aku sudah memantapkan hati untuk bersikap tenang, tapi ternyata tidak bisa."

Watson mengalihkan wajah malu. Bisa-bisanya gadis landak itu mengatakannya secara blakblakan.

"Dan, boleh minta foto? Aku akan mengoleksi apa pun yang ada kamunya."

Hellen merotasikan matanya malas, kembali membaca majalah. Biarkan saja si bucin itu dengan kebucinannya.

"Ekhem!" Jeremy berdeham. Karena dehaman itu tertuju pada Hellen, gadis itu menatapnya. Jeremy seketika kikuk, menggaruk-garuk pipi. "K-kamu juga cocok dengan kuncir satu."

"Benarkah?" Hellen tersenyum.

"Iya! Kayak tokoh karakter di webtoon favorit aku! Cantik banget dia!"

Rasanya ada yang berkeretak pelan di dalam sini. Hellen meremukkan majalah di genggamannya, tersenyum jengkel. "Oh? Begitu, ya? Aku mirip kartun?"

"Jangan marah dong, Hellen. Aku hanya bercanda." Jeremy menyeringai. Dia memasangkan kacamata miliknya ke Hellen, melotot takjub. "Tuh, kan! Pakai kacamata jadi makin mirip--"

Plak! Plak! Hellen menghadiahkan pukulan berganda ke lengan Jeremy menggunakan majalah bacaannya.

"Sakit! Sakit! Aku cuman bercanda!"

Violet datang ke membawa semangkok semangka segar, tersenyum. "Terima kasih sudah menunggu! Tante Noelle terlalu perfeksionis. Potongannya harus rapi, begitu katanya."

"Wah! Kelihatannya manis!"

Violet duduk di sebelah King yang asyik bermain air (mencelupkan kakinya ke baskom berisi air dingin). "Mau kusuapi?"

"Aku bisa makan sendiri kok, Crown!"

"Tidak mau?" Violet menunduk.

Sial! Wajah cemberutnya imut! Entah apa yang merasuki pikirannya, King mengangguk kayak robot. "B-baiklah."

Mereka berenam sibuk dengan kegiatan masing-masing, saling berpasangan.

"Jadi ingat masa muda, ya?" celetuk Noelle menyikut pinggang Beaufrot yang memandang keenam sejoli itu.

"Kita tidak boleh mengganggu mereka. Sebentar lagi, sepertinya mereka akan mengobrol serius. Aku dengar ada toko es krim baru buka di pusat kota."

"Ara, apa itu ajakan kencan?"

"Berisik." Beaufrot bersungut-sungut. Paman-Keponakan sama-sama tidak pandai dalam urusan perempuan.

Kembali ke sudut pandang klub detektif.

Baiklah, sekarang bagaimana bagusnya? Apakah Watson langsung menyerang King dengan pertanyaan 'apa kamu kenal Reed Radley'? Tidak, tidak. Itu tindakan bodoh. Lagian, Watson belum tahu alasan King berkonsultasi dengan Reed selama dua tahun di Inggris. Waktu yang cukup lama.

Apol mengira isi konsultasi itu berupa latihan mengingat. Apakah King sempat mengalami amnesia atau kesulitan mengingat karena cedera kepala? Berbagai argumen berdatangan ke otak.

"Ada apa, Dan? Kamu ingin mengatakan sesuatu? Wajahmu serius sekali." Kenapa di saat seperti ini Nona Muda Aiden sangat peka? Ukh, sial. Watson harus mengelak bagaimanapun caranya.

"Ah, tidak ada. Aku hanya kepikiran sesuatu." Hanya ini yang terucap. Sungguh sebuah alasan klise inferior.

"King, bagaimana kalau kita menyambilkan mencari tahu kasus apa yang dikerjakan mendiang ibumu? Mana tahu berhubungan dengan saudaramu."

Jeremy keselek biji semangka. Aiden dan Hellen melotot. Watson refleks menoleh ke Violet, menatapnya tak percaya. Astaga! Tidak disangka Violet lah yang langsung mengatakannya!

"Maaf, Violet, sepertinya itu dua hal yang berbeda. Mereka tak berkaitan." Raja KW itu terkekeh canggung.

"Jika kamu ingin menemukan kembaranmu, kamu harus membuang rasa bencimu untuk sementara waktu."

"Aku tidak sebenci itu padanya kok!"

Hanya saja, Pasha mengganggap King tidak ada. Maka dari itu King juga bersikap demikian. Mata dibayar mata, darah dibayar darah. Balasan setimpal.

"Vi ada benarnya, Krakal." Watson berdeham, membantu usaha Violet. "Kalau terus begini penyelidikan kita takkan berkembang. Aku bukan peramal yang bisa menebak masa depan, dan aku tak percaya pada peramal."

"Harus ya kamu nekanin kayak 'gitu?" Aiden mendengus. Sherlock pemurung itu anti dengan yang namanya fantasi.

Watson mengedikkan bahu.

"Walau kalian bilang begitu, aku tidak tahu apa-apa tentang pekerjaannya."

"Tapi kamu kenal kan tim Nyonya Pasha kala itu? Selain Inspektur Angra, masih ada dua petugas lainnya."

"Kejadiannya sudah 4 tahun lalu. Mereka tidak mungkin masih menetap di Moufrobi. Paling mereka sudah pergi ke suatu tempat. Afganistan, Australia... atau ke mana lah!" ucap King cuek.

"Kalau soal melacak kita punya ahlinya." Hellen menunjuk Violet yang mengusap hidung, pose bangga. "Soal informasi, kamu bisa serahkan itu padaku."

"Ciah, pede banget." Jeremy cekikikan.

Slap! Hellen menampol kepalanya. Jeremy hobi banget bikin darah tinggi.

Baiklah, tidak ada pilihan lain. King mengangguk. "Shodri Norgathi dan Sena Naesha. Itu nama mereka berdua."

Violet menekan tombol enter. "Oke! Sedang mencari! Ini takkan lama."

Lima menit kemudian.

Violet bangkit, ekspresi syok. Tentu saja reaksinya membuat Watson dan yang lain bertanya-tanya ada apa.

"Kenapa, Vi? Apa yang kamu temukan?"

"M-mereka sudah meninggal."

Apa! Aiden dan Hellen bersitatap tak mengerti. Pertanyaannya: apa itu kebetulan, pembunuhan, atau takdir?

"Penyebab kematian?" tanya King.

"Mereka tewas setelah dua hari pemakaman Nyonya Pasha." Violet berdecak pelan. Ada yang aneh. Keduanya merenggang nyawa di tempat yang sama. Apa itu disengaja?

"Tidak salah lagi, ini pembunuhan." Watson segera menyimpulkan setelah melihat layar laptop. Kentara sekali bahwa Shodri dan Sena telah dibunuh oleh pelaku yang membunuh Pasha.

Agaknya seperti ini, Pasha berhasil memecahkan kebenaran kasus tersebut namun pelaku mengungkap persembunyiannya. Sebelum meninggal, mungkin 'data' yang Pasha dapatkan ini ditemukan oleh dua rekannya alias petugas Shodri dan Sena. Malangnya mereka berdua juga tewas dalam pengejaran hingga akhirnya 'bukti' itu kembali ke tangan pelaku.

"Ini semakin rumit."

"Ng?" Telinga Aiden tegak. "Eh, bukankah itu suara sirine polisi? Apa terjadi sesuatu di sekitar sini?"

Anehnya suara itu berhenti tepat di areal rumah Watson, menjawil rasa penasaran mereka berenam.

Angra beserta empat orang detektif polisi masuk ke perkarangan rumah. Mereka tidak salah dengar. Mobil itu benar-benar parkir di kediaman Watson. Apa yang dilakukan polisi di sana?

"Violetta Amblecrown." Angra berdiri di depan pemilik nama, memborgol tangannya. "Kamu ditangkap sebagai tersangka persekongkolan kasus bunuh dirinya Mita. Karena kamu masih di bawah umur, harap kerja samanya supaya hukumanmu dikurangi."

Deg! Mereka tertegun. Termasuk Watson.

"Tunggu dulu, Inspektur! Apa maksudnya itu?! Violet bukan pelakunya!"

"Bahkan setelah melihat ini?"

Angra memperlihatkan sebuah video dimana Violet hadap-hadapan dengan Mita di rooftop Hotel SO. Mereka spontan terbelalak kaget.

"Jangan ganggu King lagi."

"Kalau aku menolaknya, kamu mau apa?"

Violet mengeluarkan pistol di roknya lantas menembak kaki Mita. Peluru asing yang ditemukan di tubuh Mita ternyata berasal dari tembakan Violet.

"Lebih baik pergilah ke neraka menggunakan kakimu sendiri sebelum aku yang mengantarmu ke sana."

Ekspresi Watson seketika kosong.

"Ini... Apa ini video asli?" Hellen menutup mulut tak percaya.

"Ya, keasliannya sudah diselidiki. Seseorang mengirimnya tadi pagi ke kantor polisi. Sepertinya dia saksi."

"Tapi bukankah pihak kepolisian sudah mengonfirmasi bahwa kasus Mita adalah kasus bunuh diri?! Dia mengiris lehernya sendiri dan menjatuhkan diri!" tutur King bercampur panik.

Angra menunjuk Watson dengan dagunya. "Bukankah teman kalian itu genius? Aku yakin dia tahu alasannya."

Aiden, Hellen, Jeremy, dan King menoleh kepada Watson yang diam.

"Pasal 345 KUHP menyatakan bahwa seseorang yang menghasut atau membantu orang lain untuk bunuh diri harus dihukum penjara selama empat bulan dan empat tahun jika orang bersangkutan jadi membunuh diri." Watson mengepalkan tangan.

"Tidak mungkin..."

"Bawa dia," perintah Angra dingin.

King menatap Violet yang tersenyum lirih padanya. "Maafkan aku..."

Awal musim panas yang menyedihkan.


N. B. Keseruannya baru dimulai.





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro