7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dan... Bangun, Dan..."

Ukh! Sebenarnya Aiden tidak tega, tapi ini sudah sore. Mau sampai kapan Watson tidur? Gadis itu sudah puas melihat wajah tidur Watson dari tadi.

"Bangun, Dan. Hei."

Akhirnya sherlock pemurung itu mengerjap, beralih duduk, menatap Aiden dengan binar mata ngantuk. "Oh, rupanya Aiden. Sudah jam berapa?"

"Jam 6. Kamu tidur hampir seharian."

Mata Watson membulat. "APA?! JAM 6?! Kenapa kamu tidak bangunkan—cough!" Seruannya menguap digantikan batuk.

"Aduh, Dan. Kenapa teriak-teriak begitu? Kamu jangan lupa deh, suaramu belum pulih seutuhnya. Bagaimana kalau parau atau menghilang lagi?"

"Kenapa kamu tidak membangunkanku?"

"Kamu terlihat pulas banget. Kami kan jadi tidak tega. King dan yang lain sudah pulang dari tadi."

Sial. Musiknya terlalu adem dan damai, tahu-tahu Watson tertidur ketika mendengar celotehan Horstar. Yah, setidaknya Watson tidak perlu mendengar caciannya yang tak berguna.

"Violet mana?" Watson menoleh.

"Dia pulang bersama King."

Pulang ke mana? Apa Violet berniat menginap di apartemen King? Tapi, merujuk kejadian kemarin, hotel itu pasti dalam investigasi polisi. Seseorang mati bunuh diri di rooftop. Ck, merusak citra SO saja. Beaufrot pasti pusing sekarang.

"Dan, bagaimana cara kita membantu King? Maksudku kembarannya, Paul, sudah menghilang terlalu lama. Dia... boleh jadi sudah meninggal..."

"Hanya karena dia belum ketemu, kita tak boleh asal menyimpulkan dia sudah tiada, Aiden. Bagaimana jika dia bertahan hidup? Menunggu kembarannya datang menyelamatkannya bertahun-tahun? Entah mau sesulit apa nantinya, kita harus menemukan Paul."

"Wow, Dan. Perasaanku saja atau memang kamu tampak ambisi?"

Entahlah. Apa karena King terlibat dalam pengeboman di Pockleland? Lagian status mereka itu sama-sama korban. Watson kehilangan orangtuanya, King terpisah dengan kembarannya.

Alasan Watson semangat adalah, akhirnya setelah sekian lama, nama Pockleland muncul di permukaan. Siapa tahu masalah King bisa memberinya setitik petunjuk akan misteri di balik kematian orangtuanya.

Tapi, kenapa bisa? Bagaimana cara Paul dan King bisa terpisah dari taman itu? Apa ada seseorang yang membuat mereka terpisah satu sama lain? Atau King sengaja ditinggal hingga akhirnya pengeboman itu terjadi?

Hanya satu tempat, Taman Pockleland, memicu luka masa lalu dan munculnya pecahan puzzle baru yang sudah lama tidak dimainkan karena kurangnya kepingan. Perasaan jemu terhadap mainan yang tidak memiliki perlengkapan, kini kembali mengampul seperti pertama kali memainkannya.

"Dan!" Aiden berseru, memegang lengan Watson yang melamun. "Kenapa bengong? Ada tiang di depanmu tuh."

"Maaf, maaf. Pikiranku lagi kacau."

Andai kata waktu itu Watson mempercayai kecurigaannya, akan bagaimana takdirnya? Paul dan King takkan terpisah. Dia takkan merepotkan Beaufrot. Watson akan menjadi murid Alteia. Lantas setelahnya apa?

Sebab, meski satu alur berubah, tertekuk bagai benang kusut dan keluar dari jalur garis kehidupan, jutaan alur lainnya siap menambal kekusutan itu. Seolah Watson memang sudah ditakdirkan datang ke Moufrobi dan menjadi detektif Madoka.

"Kamu mikirin apa sih, Dan?"

"Ah, maaf. Aku melamun lagi."

"Kalau pikiranmu sekusut itu, coba dengerin lagu yang tadi saja. Kulihat kamu sangat menikmatinya."

Watson menyodorkan headset sebelah kiri, bermaksud menawarkan apakah Aiden juga ingin mendengarnya atau tidak. Gadis itu menggeleng. Dia kurang suka musik ballad yang bisa membuat hati merasa nelangsa.

Padahal itu bukan ballad, melainkan nyanyian mamalia laut. Seekor paus yang memamerkan kemerduan suaranya dalam gelitanya lautan.

"Aku suka musik ini. Suara pausnya membuatku merasa tenang."

"Jadi itu nyanyian paus, heh? Bagaimana bisa kamu tenang mendengar suara paus, Dan? Seram begitu."

"Seleraku aneh, ya?"

"Aku baru tahu kamu menyukai paus," kata Aiden menunjuk mainan headset yang Watson kenakan. "Aku pikir kamu hanya menyukai Sherlock Holmes."

"Aku mulai menyukainya sejak kemarin."

-

Badan Forensik Nasional.

"Bagaimana kondisi tubuh korban, Ma? Apakah ada yang mencurigakan?"

Cynthia melepas sarung tangan lateks di kedua tangannya, menghela napas panjang. "Menurut autopsi, penyebab kematiannya adalah pendarahan hebat karena arteri karotis putus dan korban mengalami syok hematogenik. Juga, diketahui sebuah peluru asing bersarang di kaki kanannya. Melihat posisi peluru sudah masuk terlalu jauh, Mama rasa korban memaksa berjalan dengan kaki yang tertembak."

"Aiden, bagaimana kabar dari kepolisian? Apa mereka menemukan pisau di TKP?"

"Seharusnya pemeriksaannya sudah keluar... Aha! Eh, korban tidak membawa senjata tajam apa pun?"

Ada kemungkinan benda itu tertinggal di rooftop ketika Mita menggorok lehernya, atau tersangkut di suatu tempat saat tubuhnya jatuh ke tanah...

"Sebentar, barusan Anda bilang kakinya tertembak?" Watson baru ngeh.

Chyntia geleng-geleng kepala. "Sepertinya kamu sudah sangat bekerja keras sampai tidak mendengarkanku dengan baik, Watson Dan. Apa narkolepsimu memburuk? Aku bisa meresepkan satu dua suplemen baru."

"Terima kasih pengertiannya, Nyonya Cynthia, tapi aku baik-baik saja." Watson sudah mendapatkan cara baru untuk membuat pikirannya tenang.

"Aku pikir ini pembunuhan, Watson. Yang disamarkan sebagai kasus bunuh diri. Korban tak perlu menembak kakinya jika berniat merobek lehernya."

"Apa ada hal lain?"

"Sejauh ini hanya itu yang mengganjal. Aku akan segera mengabarimu jika menemukan sesuatu baru."

Watson mengangguk, izin pamit.

"Sekarang bagusnya bagaimana, Watson? Kalau benar itu pembunuhan, apa motif pelaku sampai membunuh Mita?"

"Dia tersangka penjualan anak-anak di Berlin, kan? Bisa jadi orangtua dari anak mereka yang diculik dan menyimpan dendam," simpul Aiden.

"Tapi dia bebas bersyarat, Aiden. Itu artinya dia sudah berubah. Tobat."

"Jika iya dia mengakui dan sadar dengan kesalahannya di masa lampau, kenapa dia mati-matian mencari King? Itu pasti ada maksudnya, kan?"

Watson bergantian menatap mereka berdua. Tumben-tumbenan Aiden dan Hellen menyebut poin-poin penting secara bersamaan begitu.

"Haruskah kita ke SO, Watson? Mencari senjata pembunuhan?"

"Tidak perlu. Tidak ada kemungkinan benda itu masih ada di sana. Jika ini betulan pembunuhan, aku tak yakin pelaku meninggalkan alat pembunuhan di TKP. Dia pasti membawanya."

Bagus. Mereka buntu petunjuk. Kasus dingin diungkit lagi setelah 11 tahun lamanya. Bagaimana cara mereka memulai penyelidikan? Menemui korban-korban penculikan? Watson ragu para penyintas mau memberikan kesaksian atas masalah masa lalu. Sudah waktunya tutup buku.

Yang aneh adalah peluru asing di kaki kanan korban. Kenapa pelaku menembak kakinya kalau ujung-ujungnya menggorok leher korban? Apa motifnya? Ataukah itu semacam ciri khas? Pelaku melakukan gerakan yang elusif.

Kapan kaki Mita ditembak? Sebelum atau setelah tiba di rooftop? Jangan-jangan ada hubungannya dengan dia yang mencari King selama ini?

"Kudengar ibu King meninggal karena suatu kasus. Ada kaitannya sama itu kali, ya? King selalu mengalihkan topik jika membahas tentang ibunya."

Telinga Watson tegak mendengar info baru tersebut. "Ibunya meninggal karena kasus? Tentang apa?"

"Ah, kamu pasti belum tahu, Dan. Ibu King itu inspektur jenderal kepolisian Moufrobi. Dia tewas karena mengerjakan sebuah kasus yang sampai sekarang tidak terkuak kebenarannya. Itu sudah cukup lama, saat King masih berumur sekitar 14 tahunan."


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro