-Dua Puluh Sembilan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keputusan tidak terduga memang sulit, awalnya terlihat mudah, begitu dijalani susah dan setelah usai baru akan terasa mudah lagi. Percaya saja
.

Bila Ash yang harus meninggal dan terlahir kembali. Ia akan meninggalkan tunangannya yang terus menunggunya. Juga, hanya aku yang tersiksa mengingat dirinya ditambah akan ada rasa bersalah melandaku karena aku membuat seseorang pergi lagi.

"Bila aku yang pergi melakukannya, apa yang akan kami dapat?"

"Isla, apa maksud-"
Aku menyuruh Ash diam dengan membekap mulutnya. Dan aku baru sadar mulai dari pelukan tadi dan aku menyentuhnya ini, dia tidak tembus. Dan kubuktikan dengan menggandeng tangannya. Tangannya nyata meski aku tidak bisa merasakan kehangatan tangannya.

"Tentunya dia kembali ke tubuhnya, hidup seperti biasa dan kau akan terlahir kembali menggantikan dirinya. Tawaran yang bagus bukan?"

Aku mengernyit, sepertinya ini berat sebelah. "Katamu aku mempersulit kalian bekerja. Dengan aku yang terlahir kembali. Sepertinya kalian yang lebih diuntungkan."

Dua cahaya itu bergoyang-goyang sepertinya tengah berdiskusi.

"Kami akan mengabulkan 3 permintaanmu asalkan tidak mempengaruhi kebijakan dunia."

Aku akan mengiyakan sampai tiba-tiba Ash mencegahku. "Beri waktu pada kami. Dia tidak bisa memutuskannya sendiri. Aku terlibat di sini."

Ash mencengkeram genggaman tanganku sangat kuat dan bergerak selangkah di depanku untuk berbicara pada dua cahaya itu. Mereka kemudian mempersilakanku dan Ash berdua di sebuah ruang luas tak bersudut berwarna putih ini.

"Apa maksudmu kau yang melakukannya dan terlahir kembali!" Ash setengah berteriak dan memegang kedua bahuku. Cengkeramannya tidak kuat tetapi cukup membuatku merasa teriris.

"Kau harus kembali ke tubuhmu. Ada yang menunggumu Ash," kataku berusaha tersenyum setelah berkali-kali menangis dan mereda hari ini rasanya aku sudah tidak punya air mata yang dapat diteteskan sekali lagi.

"Aku tidak mengingatnya. Kenapa harus aku berusaha kembali?" katanya pelan.

"KENAPA AKU HARUS KEMBALI KETIKA AKU SAJA TIDAK INGAT SIAPA YANG KUINGAT ITU?" Ash mulai berteriak histeris dan aku langsung memeluknya serta mulai menangis.

"Ash. Sudah.... Percayalah.... Ada dia yang menunggumu. Aku beberapa hari yang lalu sudah menghubunginya."
Aku menepuk punggungnya pelan menenangkannya. Dan aku mendengar balasan ucapanku mengenai siapa yang kuhubungi.

"Dia adalah tunanganmu dan-" aku ingin bilang dia guruku tetapi rasanya aku tidak sanggup mengatakannya. Sekali lagi keinginan egois dan harapan akan imajinasi itu memenuhiku lagi. Aku tidak sanggup mengatakannya.

"Dan apa?" tanyanya polos begitu aku menguraikan pelukanku dan menatapnya canggung.

"Dia adalaha gadis yang kau cari. Wanita yang kau cari selama ini."
Aku tersenyum tulus kali ini. Benar bagaimana pun dia adalah orang yang Ash cari.

"Aku tidak yakin," katanya sembari memegang kedua tanganku. "Aku merasa kau adalah gadis itu. Dan mungkin kita pernah bertemu dulu," katanya lagi sembari menatapku. Separuh perkataannya memang benar tetapi separuhnya salah. Aku jelas bukan gadis itu. Aku lahir baru beberapa dasawarsa setelah momen yang diingat Ash. Dan sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk membereskan kesalapahaman ini dengan memberitahunya. Ini bukan waktumu. Kau aslinya lebih tua dari yang terlihat dan kau adalah guruku. Namun, batal begitu saja ketika si roh kematian muncul dan menggoda kami.

"Duh, masa muda. Kalian masih terlalu kecil untuk kehidupan romantisme. Yah, tapi terserah kalian saja sih. Toh kematian tidak melihat umur. Mungkin kalian ingin mencobanya sebelum benar-benar pergi." suara berat nan menyebalkan itu sebenarnya tidak cocok diucapkan olehnya. Bahkan rasa menyebalkannya terasa meningkat berkali-kali lipat.

"Ash, dengarkan aku! Sebelum si roh-roh itu berkata aneh-aneh lagi, menawarkan hal yang lebih membingungkan lagi karena kita ada dalam permainannya, kita harus memilih. Dan sepertinya tidak ada pilihan lain karena kali ini kita harus kalah." Napasku tersengal berkata panjang dalam satu hentakan napas.

"Ta-tapi kau tahu, kekalahan itu tidak mutlak karena mereka telah menawarkan tiga permintaan dengan entah batas apa itu. Jadi, biarkan aku yang menggantikan menggantikanmu menormalkan abnormalitasmu."
Ash terlihat marah melihatku barusan. Alisnya bertahut dan dengan kedipan perlahan dia sepertinya memutuskan sesuatu.

"Kalau begitu, biarkan aku menciummu untuk memastikan terakhir kalinya."

Tentu saja aku langsung melompat mundur. Pipiku merona hebat dan telingaku terasa kebas.

"Ba-baiklah."

Melupakan sosok roh kematian yang barangkali masih di sana atau sudah pergi. Aku tidak tahu. Aku membiarkan Ash mendekat. Awalnya ia terlihat akan mencium bibirku tapi rupanya tidak jadi dan bergerak mencium pipiku. Aku tidak tahu pasti karena aku menutup mataku. Dan begitu aku membukanya. Aku melihat Ash mulai meneteskan air mata dan memelukku.

"Di-dia wanita paling mempesona yang pernah kutemui."

Aku terdiam. Rasanya ada perasaan yang sangat teriris. Harusnya aku senang. Ucapannya barusan itu menandakan Ash menjadi ingat bagaimana rupa wanita yang ia sukai itu lebih sekadar dari rautnya lagi. Bukannya malah aku mengharapkan ciuman Ash betulan.

"Kau harus segera menemuinya. Dia menunggumu." Aku mengusap punggungnya lagi.

Namun, kini Ash terdiam.

"Tidak. Aku tidak bisa. Bagaimana denganmu. Bagaimana dengan orang yang kau tinggalkan."

Aku tersenyum kecil. "Tidak apa, kita masih ada tiga permintaan. Kita bisa gunakan itu."

"Erm, sebenarnya tiga permintaan itu hanya berlaku untukmu saja." Si Roh kelahiran sudah kembali bersama si roh kematian mereka berdua sudah berenang di hadapan kami. Ucapannya yang memotong barusan mengarah padaku membuatku terdiam.

"Jadi bagaimana?" tanya si roh kematian.

Ash di sampingku terus menggerutu dan memohon kepadaku untuk agar dirinya terlahir kembali saja.

"Maaf kawan--siapa namamu?--tadi kalian sudah menyepakati kalau dia saja yang pergi dan mendapatkan ganti tiga permintaan. Kau tidak bisa menariknya lagi."

Ash langsung marah dan berteriak. "Kalian menjebak kami!"

Aku membiarkan Ash yang marah pada para roh karena aku merekognisi hal-hal yang pernah kulakukan bersama Ash dulu. Mulai pertemuan pertamaku dengan Ash di lantai atas asrama putri, bermain catur, pergi ke taman bersama, bahkan sampai masuk ke ruang ini dan benar-benar bisa menyentuhnya membuat jantungku berdegup kencang dan ada sensasi seperti kupu-kupu menggelikan di perutku. Namun, bagaimana pun ada yang menunggu Ash. Ada sosok yang benar-benar membuat Ash terpesona. Aku tidak bisa membuat dia mengorbankannya....

"Wahai Roh, permintaan pertamaku. Segera kembalikan Ash ini ke tubuhnya."

Aku berkata dengan sedikit gemetar, dan dengan segera aku mendengar pengiyaan dari para roh yang hampir serempak dan membuat Ash yang memegang tanganku tetiba tubuhnya tersedot di lubang yang mendadak muncul di belakangnya. Ia berteriak padaku.

"Aku menyukaimu, Isla. Aku menyukaimu. Aku tidak akan melupakanmu!"

Teriakan Ash menggema begitu dirinya benar-benar lenyap tersedot. Itu membuat tangisku dan teriakanku terpecah. Rasanya sudah cukup banyak hari ini aku menangis. Sampai-sampai karena aku kelrlahan menangis aku jatuh tertidur di lantai yang tidak terasa apa pun ini dan sesuatu membangunkanku.

"Nak, sudah saatnya kau pergi dari sini. Aku tidak bisa membiarkanmu terjebak di sini dan dua roh itu berulah melenyapkanmu dengan cara melawan kebijakan dunia."

Aku bangun dan melihat bola cahaya keemasan di dekatku. Aku mengenalinya sebagai roh kehidupan.

"Kau bilang aku harus menuntaskan tanggunganku. Aku sudah menuntaskannya, bahkan aku juga akan terlahir kembali dan meninggalkan orang-orang yang kusayangi. Kau juga menyebut kemampuanku ini berkat tapi dua roh itu menyebutkan abnormalitas yang harus dinormalkan. Kenapa kenapa ini menyakitkan sekali?"

Aku mulai menangis lagi, tapi kali ini kondisiku terlalu lemah untuk sekadar menangis.

"Dear, aku akan mengantarmu keluar dari ruang tunggu ini. Kau sudah cukup lama di sini. Kau harus keluar sebelum portal tertutup."

"Tolong jawab aku dulu. Kenapa semua ini terasa menyakitkan. Aku tahu aku salah pada Daisy. Aku tahu itu." Aku menjeda kalimatku mengingat kejadian Ash yang ternyata juga menyukaiku. "Dan aku juga tahu jatuh cinta pada guruku sendiri itu salah. Aku tahu itu. Tapi mengapa? Mengapa aku harus mengalaminya?"

"Dear, kalau begitu tidurlah, dan aku akan mengantarmu keluar. Selamat malam. Untuk dua permintaanmu yang tersisa. Kau dapat mengatakannya pada makhluk mistis mana pun karena mereka akan menyampaikan kepada kami dan kami akan mengabulkannya untukmu."
Cahaya emas yang hangat itu mendekat pada kepalaku. Dan rasa kantuk yang muncul mencernaku. Sudah kulawan tetapi terlalu kuat hingga akhirnya aku jatuh tertidur lagi.

Kemudian aku merasakan ada yang basah menyentuh rambut dan pakaianku. Pikirku dingin. Tapi kantuk yang menyerang kuat sekali. Bahkan aku melihat Esme dan Harvey yang menggoyangkanku. Aku tidak kuat bangun dan tidur lagi.

"Selamat malam. Aku tidur dulu," kataku pelan.
~
1278 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro