-Tiga Puluh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terkadang hati manusia memang tidak pernah tetap, mudah dibolak-balik seperti tangan
.

Ketika aku bangun, aku mendapati ada Esme di sampingku. Ia tertidur di kasurku bahkan sampai memelukku.

"Kau sudah bangun Isla?"

Esme bangun perlahan dan duduk. Mungkin ia menyadari pergerakanku barusan makanya ia ikut terbangun.

"Isla...." Esme merengek seperti anak kecil.

"Kau berbohong padaku, katanya kau akan menungguku. Aku marah," katanya dengan sedikit manyun.

Bahkan, ia mengungkit-ungkit tentang kejadian dulu ketika aku segalanya memutuskannya sendiri. Aku berulang kali minta maaf sampai ia akan berjanji menyumpah serapahiku dengan kata-kata kasar yang sudah tidak pernah ia gunakan lagi bila aku melakukan hal berbahaya sendirian selanjutnya.

Aku terkekeh kecil dan membayangkan apa saja yang mungkin akan Esme berikan padaku. Setelah itu ia memintaku menceritakan apa yang terjadi padaku yang ternyata raib tiga hari. Katanya, Esme sudah memeriksa banyak tempat bahkan di bawah jembatan di hari-hari sebelumnya. Namun, ia tidak menemukanku.

Aku menceritakan ketika kesempatan portal yang terbuka lebar, pertemuanku dengan Daisy--dan pesan yang harus kusampaikan pada Esme--lalu tentang Ash yang akhirnya bisa pergi. Aku tidak menceritakan secara detail semua kejadian itu. Aku hanya memilah yang sekiranya tidak membuat Esme bertanya-tanya. Esme terperanjat perihal aku bertemu dengan Daisy dan pesannya. Matanya berkaca-kaca tetapi dengan cepat ia menepuk pipinya keras-keras dan bertanya padaku.

"Berarti, Gurumu Tom sudah sadar?"

Esme sudah mengetahui tentang Ash serta kondisi terbaru dari tubuhnya.
Aku mengedikkan bahu karena aku juga tidak tahu. Setelah itu berganti Esme yang menceritakan banyak kejadian saat aku mendadak hilang.

Katanya, satu desa mencariku. Siapa tahu aku diculik. Esme yang tahu hal itu dan menduga seperti itu--hal tentang Ash--mencoba menenangkan kedua orangtuaku--Meski katanya ia marah sangat kepadaku karena tidak mengajak dirinya. Ketika semua orang mencariku, ada pengunjung yang bersaksi melihatku pergi ke rumah neneknya. Dan Esme kemudian menemukan tanda Xi di sana. Tanda yang khas katanya ketika makhluk itu ada di dekatku. Jadi dengan begitu Esme sangat yakin apa yang tengah kulakukan. Pun saat aku ditemukan oleh Esme dan Harvey. Esme membuat alasan mungkin aku pingsan usai terpeleset dari licinnya pinggiran bawah jembatan. Sewaktu diperiksa dokter pun katanya aku hanya tertidur. Kelelahan katanya.

"Kau mungkin akan kena marah. Tapi tidak ada yang bisa kau lakukan."

Esme berkata demikian sembari turun dari kasurku dan melangkah keluar kamar.

"Akan aku beritahukan keluargamu dan kuambilkan bubur."

Aku mengangguk dan Esme menutup pintu. Kini tinggal aku sendiri dan sebuah suara ketukan kecil di jendela.

Ada Xi di sana dan minta dibukakan jendelanya. Begitu aku membuka dan menutupnya kembali, ternyata sudah tengah hari.

"Kau kelelahan sekali, Xi. Untung aku segera memberi petunjuk pada gadis itu. Dan gadis itu paham sekali, xi," katanya yang berada di tanganku dan segera kuletakkan di nakas samping kasurku.

Aku berterimakasih padanya dan kemudian tiba-tiba ia berdehem. Xi memberitahuku kalau dia mendapatkan amanah dari dua roh kemarin untuk mengabulkan dua permintaanku. Apapun itu--katanya dia diberi wewenang. Dan Xi juga memberitahuku batas semuanya bulan depan.

Aku mengangguk mengiyakan sampai tiba-tiba mendengar gemuruh langkah berdebum yang berada di depan kamarku dan pintu yang terbuka secara kasar tiba-tiba. Ibu dan ayah muncul di sana. Dengan tangan gemetaran ibu terlihat meraihku dan memelukku.

"Mom, Dad. Aku tidak apa-apa."

"Kau hilang selama tiga hari tanpa kabar dan ditemukan tertidur di bawah jembatan. Bagaimana itu tidak apa-apa. Katakan sejujurnya!" Ibu memegang kedua bahuku sembari menatapku dengan berlinangan.

Aku belum menyiapkan alasan, kulirik Esme yang menatapku gundah dan berganti ke Xi yang mengangkat kedua tangannya.

"Aku. Terbawa pergi ke dunia lain," kataku yang terlihat tidak masuk akal. Itu membuat semua orang kaget, bahkan ada Tina yang tersedak dengan air yang tengah ia minum di ujung pintu.

"Ba-bagaimana bisa!?" Ayah hampir menjerit keras.

Aku menceritakan separuh kebohongan dan separuh kebenaran pada mereka. Perihal aku melihat ada suatu lubang mengapung di sana dan ketika kudekati lalu aku langsung tersedot. Di sana benar-benar kosong dan putih. Karena aku ketakutan aku menangis lalu pingsan karena kecapaian.

Ibu dan ayah kemudian saling bersitatap. "Kita harus memanggil dia lagi." Ayah mengangguk setuju dengan apa yang ibu minta. Sedangkan aku dan Esme bertanya-tanya.

Begitu ayah dan ibu pergi. Esme memberikanku bubur yang ia buatkan dari dapur. Ia kemudian pamit pergi karena ada janji dengan Harvey. Sedangkan Xi sudah menghilang dari tadi. Kini tinggal aku dan Tina. Jadi aku menanyakannya.

"Dia itu siapa?"

"Pengusir setan yang sangat yakin kau akan sembuh pada saat dokter saja hanya geleng-geleng kepala. Dan betulan, kau bisa sembuh begitu saja. Jadi sejak saat itu sepertinya orangtua kita percaya padanya.

"Jadi, apa yang kau katakan memang benar?" Tina masih tidak percaya. Aku mengiyakan dengan tulus meskipun sebenarnya tidak semuanya betul.

Setelah itu Tina pergi dan aku berdiam diri di kamar, menghabiakan buburku. Ketika aku mengantarkan mangkuk kosongku ke dapur, Ibu mengomel dan menyuruhku untuk di kamar saja dan beristirahat. Aku mengelak dan menunjukkan badanku sudah pulih serta berniat mengunjungi Esme dan Harvey. Namun, ibu melarangku karena dia, pengusir setan, akan datang sebentar lagi. Ia akan datang dengan taxi tercepat dari Cinrecester.

Jadi aku kembali ke kamar dan duduk di kasur untuk mulai memikirkan hal yang harus kupikirkan. Perihal dua keinginanku yang tersisa.

Yang pertama aku minta adalah untuk Ash segera dikembalikan ke tubuhnya. Meski aku merasa aku menginginkan hal yang sia-sia. Jelas jelas Ash akan segera dikembalikan dan aku malah menggunakan permintaanku. Sepertinya aku terjatuh pada permainan kedua cahaya itu.

Kali yang kedua aku harus betul-betul memanfaatkan sisa keinginanku yang dikabulkan. Aku memikirkan apa yang benar-benar kuinginkan.

Aku teringat dengan dinding pintu tempat Tina bersender tadi dan beberapa kali sebelumnya. Seperti jadi kebiasaannya, dia mengamatiku dalam diam di sana. Kupikir sepertinya keinginan keduaku benar-benar bisa kumanfaatkan dengan baik.

Ibu tiba-tiba mengetuk pintuku dan mengatakan kalau dia sudah datang. Ketika pintu dibuka, seorang wnita seusia Ibu--barangkali berusia 40-an--masuk dengan tampilan yang seperti kukenal.

Terlihat seperti versi lebih muda dari penatu tua dari asrama perempuan.

"Ini Nyonya Iliana."

Ibu mengenalkannya padaku dan memintanya segera duduk di pinggir kasurku dengan posisi aku disuruh tidur.

Wanita itu kemudian menyentuh tangan kiriku dan memejamkan mata. Aku masih pada posisi was-was karena tiba-tiba ia terlihat seperti memancarkan selubung kuning keemasan khas yang kukenal. Barang kali sampai 3-5 menit akhirnya wanita bernama Nyonya Iliana ini membuka matanya dengan sorot berbeda seperti tadi. Rambutnya yang digelung membuat kesan kaku dan formal itu mendadak memiliki sorot hangat terlebih dari kedua bola matanya.

"Kejadian itu yang terakhir. Dia tidak akan mengalami hal-hal aneh ke depannya."

Ibu bernapas lega, ia kemudian memelukku dan akan mengambil beberapa cemilan dan minuman terlebih dahulu untuk Nyonya Iliana. Mereka berencana mengomunikasikannya lebih lanjut nanti. Kini, tinggal aku berdua dengan wanita itu. Wanita itu kemudian tersenyum.

"Jadi, apa sudah kau pikirkan keinginanmu yang kedua? Ingat, kau hanya punya waktu satu bulan. Karena kami tidak bisa berlama-lama di dunia ini. Lebih cepat lebih baik," katanya dengan suara elegan yang sangat kukenal. Roh kehidupan.

Sepertinya roh kehidupan ini seringkali merasuki manusia ini dengan tipikal fisik yang mirip. Ketika aku menanyakannya. Ia menyangkal karena kebetulan dia mendapatkan abnormalitas kehidupan yang sama dengan sebelumnya. Dan katanya termasuk, dua temanku yang rupanya juga bisa dimasuki.

"Jangan masuki mereka," kataku. Dia menggeleng dan memintaku segera mengatakan apa keinginanku yang kedua dan tidak berusaha mengalihkan pembicaraan lagi.

Aku menarik napas dalam-dalam. "Aku ingin, Tina mendapatkan kasih sayang yang kumiliki dan orang-orang yang kutinggalkan tidak menangis saat aku pergi."

"Jumlahnya itu dua permintaan," kata roh kehidupan.

Aku menggeleng. "Tidak, kau tinggal menghilangkan rasa sayang yang semua orang miliki padaku."

"Itu melawan kebijakan dunia. Bagaimana dengan perasaan kosong yang akan dimiliki mereka?"

"Kebijakan dunia hanya terkait nasib kan? Bukankah perasaan tidak terkandung di dalamnya? Perasaan manusia itu mudah dibolak-balik. Harusnya tidak masalah untuk kalian."

Roh kehidupan hanya terdiam dengan jawabanku.

"Baiklah, aku rasa, aku bisa melakukannya. Meski kau tahu sendiri kan? Konsekuensinya. Dan juga bukankah dilupakan itu sakit?" Roh kehidupan tersenyum dengan tubuh milik seseorang bernama Mrs. Iliana ini.

"Apa maksudmu konsekuensinya aku dilupakan?"

Roh kehidupan itu pun tersenyum lagi.
~
1320 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro