-Tiga Puluh Satu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terkadang semua terasa lega saat akan pergi
.

Senyumanku mulai menghilang karena hari sudah dekat. Kurang lebih sudah seminggu lagi perjanjian aku akan pergi. Permintaan kedua baru akan dikabulkan saat aku pergi. Sedangkan permintaan ketiga aku belum memikirkannya.

Aku mulai berpamitan dengan orang-orang baik di sekitarku. Mulai dari Rosanna dan teman-temannya yang mau menemaniku makan bersama ketika aku tidak ada teman untuk diajak makan bersama kapan dulu itu. Kemudian juga, klub berkebun yang selalu menyediakan teh enak, terutama Evelyn yang sangat baik padaku.

Untuk Rosanna aku membelikannya set cantik jurnal, aku tahu ia sangat suka menulis kaligrafi jurnal yang indah di luar kegiatannya yang suka bergosip, dan untuk teman-temannya kubawakan mereka kue enak buatan ibuku yang dijual di Catherine wheels.

Klub berkebun kuhadiahi mug kembar dengan sablonan mug berbeda-beda sesuai dengan nama mereka. Dan untuk Evelyn yang baik hati kuberikan ia bunga indah yang entah apa jenisnya dari Xi. Yang jelas bunga itu cukup indah dan belum pernah kulihat sebelumnya.

Sedangkan untuk Lyona, Harvey dan Esme, aku akan menghadiahi mereka nanti ketika aku pulang ke Bibury.

"Isla!" Esme memanggilku dengan mendadak dan menggebrak pintu kamar kami. Aku dan Lyona terlonjak.

"Wanita itu, yang katanya tunangan gurumu. Dia ke asrama putri Cygnus dan menunggumu di kantor."

"Michelle?"

aku pun langsung bergegas pergi ke kantor dan menemukan Nyonya Merry di sana. Katanya seseorang yang bernama Michelle, alumni sekolah ini, dan mengenalku ingin bertemu. Ia menunggu di taman dekat asrama putri bangsal ini. Aku langsung di sana dan rupanya diikuti oleh Esme bersama Lyona. Ketika di sana, aku tahu Esme dan Lyona bersembunyi agak jauh dariku sedangkan aku menemui sosok bernama Michelle itu. Sosok yang sangat kuyakini dicari oleh Ash atau yang mulai saat ini kupanggil Tom.

"Kau yang bernama Isla Marshall?"

Aku mengangguk dan kemudian kami duduk di bangku bawah pohon beringin yang memayungi tengah taman. Wanita itu lebih tingg 10 cm dariku dan rambutnya yang pirang sangat cantik sebahu. Aku jadi mengerti bagaimana Tom tidak terpesona dengan Michelle. Meski terlihat sosok yang tegar, tidak menutupi aura kelembutannya yang elegan.

"Jadi, tentang barang Thompson-"
"Ah, itu ada di rumah, aku tidak membawanya ke asrama," kataku sedikit memotong pembicaraanya. Dia menggeleng dan mengatakan tidak apa-apa bahkan ia tidak berencana untuk memintanya. Ia ke sini karena mau memberitahu sesuatu.

"Tentang dia, kapan hari dia bangun dari komanya dua tahun ini dan...." Michelle memotong ucapannya dan dengan nada berat ia memberitahuku. "Ia mencarimu."

Aku tentu saja kaget dan langsung berpikiran bahwa Michelle cemburu padaku. Namun, detik selanjutnya ia mengatakan kalau kondisi Tom mulai membaik bahkan ia saat ini sudah mulai belajar duduk. Katanya, aku berhak tahu kabar dari guruku ini. Sebagai satu-satunya muridnya.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi mungkin berkatmu dia dapat kembali sadar."

Katanya setelah mencariku Tom mulai menangis dan tertidur lagi, lalu akhirnya ia sadar sepenuhnya. Michelle menduga Tom memimpikanku yang akhirnya membuatnya terbangun. Ditambah ia mempercayai keajaiban yang pernah kualami dan sempat kuceritakan di surel. Ia pikir keajaiban Tom bangun adalah bagian dariku. Aku sedikit malu kemudian menanyainya apakah Tom mengatakan hal-hal aneh. Namun, Michelle menggeleng. Tom baik-baik saja, meski agak terlihat seperti orang linglung. Ia tahu Tom membaik.

Aku mengangguk-angguk dan suasana menjadi sangat canggung. Aku pun mencoba mencairkan suasana dengan menawarkan mengirimkan paket barang-barang Tom ang ada di rumahku.

"Bailklah, akan kuhubungi lewat surel kau dapat mengirim barangnya ke mana," katanya yang kemudian beranjak bangun dan berniat pergi. Tidak lupa ia mengucapkan terimakasih sekali lagi karena telah menghubunginya dan terimakasih karena pernah hadir di hidup Tom yang mana bisa membuatnya bangun. Jujur saja agak aneh, tetapi aku menerimanya dan tersenyum melambaikan tangan kepadanya yang berlangsung pergi.

Esme dan Lyona keluar dari persembunyian, rupanya mereka sembunyi di balik pohon beringin. Ketika mereka mendekat aku langsung kaget dengan sosok pendendam di belakang mereka. Sosok itu yang pernah mengikuti Daisy. Aku sempat khawatir kalau dia akan mengikuti Esme atau Lyona. Namun, ternyata tidak. Dia hanya mendekat tetapi tidak sampai meninggalkan area belakang pohon beringin.

"Ada apa Isla?" Lyona paling cepat sadar dengan yang kuamati. Aku menggeleng dan tidak mengatakan apa-apa. Sampai Esme yang mengatakannya sendiri.

"Kurasa kita harus melaporkannya ke Nyonya Merry," kata Esme. Dan ia meminta pembenaranku. "Di sana ada simpul aneh."

Aku mengangguk dan setelah itu segera kembali ke dalam asrama menuju kantor Nyonya Merry. Selama di perjalanan aku menjelaskan kalau Michelle hanya mengabari tentang Tom yang sudah sadar, dan aku memberitahu kalau itu artinya Ash sudah berhasil kembali ke tubuhnya.

Sekembalinya dari kantor Nyonya. Merry--Ia kaget setengah mati setelah kami beritahu dugaan kami ada sesuatu seperti mayat atau benda peninggalan aneh di bawah tanah sana--aku jadi kepikiran untuk mengucapkan salam perpisahan pada makhluk-makhluk yang disebut para roh makhluk dunia abstrak, sedangkan aku selama ini menyebutnya sebagai makhluk dari dunia mistis. Aku memberi hadiah pada si Tan perawatan spesial dengan pupuk organik yang baru datang dari klub berkebun di bunga tempat tinggalnya.
"Kau akan pergi ya, Xi? Berita itu telah menyebar di dunia kami, Xi," katanya. Aku pun hanya meringis lalu beranjak pergi ke danau buatan tempat Jennie greenteeth dan Daisy meninggal.

Di sana aku melihat Jennie Greenteeth yang duduk seolah menyatu dengan lumut licin pinggir danau. Melihatnya yang tenang seperti ini membuatku agak aneh. Dia biasanya agresif.

"Itu seperti naluri kami untuk menyingkirkannya, jadi mungkin agak agresif," katanya. Aku tidak menduga bahwa makhluk air sepertinya bisa seramah ini.

"Kau akan pergi? Dilupakan?" Kata-kata singkat itu kumengerti. Dan aku pun mengiyakan pertanyaannya. Rupanya ia tahu niatku mendatanginya.

"Jika kau meninggalkan ragamu ini, kau juga akan kehilangan kemampuan dan ingatan yang kau miliki. Itu hukum dari penormalan abnormalitas kematian."

Aku terkejut mendengar pernyataannya. Aku tidak diberitahu siapa pun mengenai ini.

"Kau kira aku telah hidup berapa lama? Dulu sekali juga ada kejadian sepertimu. Sebelum danau ini dibangun, ada sungai di sini. Meski dia sendiri pemilik abnormalitas kematian dan kehidupan bersamaan.

"Walau abnormalitas kelahiran sendiri itu sangat langka. Baru kali ini aku menyaksikan dan turut dalam penormalannya."

Aku pun kemudian menanyakan bagaimana abnormalitas kelahiran bisa sangat langka dan ia mengatakan kalau biasanya makhluk dari dunianya tidak biasa turut campur untuk menormalkan suatu abnormalitas. Karena tidak biasanya itu memang karena jarang muncul.

Setelah itu aku pergi dan sekali lagi ia meminta maaf atas segalanya kepadaku. Dan aku pun mengiyakan dan mencoba memahami karena ia juga sama-sama tidak punya pilihan lain.

...

"Kudengar dari Nyonya Merry kau mengajukan izin pulang. Dua hari."

Esme menginterogasiku di kamar keesokan harinya saat surat izinku sudah turun dan usai ditanda tangani.
"Aku ingin pulang lebih lama di rumah," kataku meyakinkan Esme. Dan disitulah Lyona, yang sangat peka, dan sangat bisa diandalkan mencurigaiku.

"Apa yang akan kau lakukan lagi Isla? Belakangan ini kau juga aneh."

Aku meringis dan meyakinkan mereka kalau tidak ada apa-apa. Namun, Esme mengetahui simpulku. Ia tidak percaya padaku.

"Aku akan ikut pulang bersama jum'at malam!"

Esme memaksa bersamaan dengan Lyona yang turut ikut-ikutan. Bahkan sampai mereka beranjak pergi ke kantor Nyinya Merry untuk meminta surat izin tambahan yang sama sepertiku. Meski akhirnya mereka tidak bisa mendapatkannya karena alasan mereka kurang kuat. Sedangkan alasanku, cukup kuat. Aku harus pulang karena aku tidak enak badan. Terlebih aku pernah mengalami penyakit aneh sewaktu kecil--maksudku kejadian aku buta dan tuli yang kukarang menjadi penyakit aneh.

Ketika kami pulang naik mobil jemputan ayahku, aku melambaikan tangan pada Tan di atas bunganya, dan Jennie greenteeth di dekat danaunya. Lalu segera kembali duduk dan menikmati perjalanan pulangku ke rumah.

Pertarungan yang sesungguhnya untuk mengucapkan salam perpisahan tanpa diketahui yang sebenarnya oleh siapa pun akan dimulai.

Di Bibury, ada Harvey yang bisa mendengarkan pikiran.
~
1253 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro