-Empat Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terkadang menjadi terlalu dekat dengan sesuatu itu tidak baik
.

"Da-daisy!" seruku dari ujung pintu yang membuat tiga sosok tersebut mengalihkan pandangannya kepadaku.

Namun, tak satu pun dari pandangan itu memutuskan untuk bergerak. Mereka memilih melanjutkan apa yang mereka tekuni.

Sebutlah saja, sosok yang kupanggil. Si Daisy yang kini telah kudatangi dan duduk di sampingnya sembari berusaha mengabaikan sosok menyeramkan di depannya. Dia tengah membaca buku pelajaran biokimia. Sejenis IPA dasar tetapi yang telah dikelompokkan untuk pelajaran mengenai hal seperti menyublim atau ovipar.

"Kau mengacuhkanku lagi. Omong-omong mengapa kau ada di sini? Kau tidak ikut makan malam?"

Aku tahu aku sok kenal dan sok dekat dengan Daisy. Aku juga tahu aku bukanlah orang yang pantas menanyakan 'mengapa kau di sini,' yang seolah-olah mengatakan aku pemilik tempat ini.

"Bukan urusanmu dan menyingkirlah dariku." Daisy menutup bukunya dengan keras dan beranjak berdiri serta pergi dariku. Dari sudut pandangku ketika ia mulai menjauh dariku, ia terlihat melangkah dengan pincang. Sepertinya dia baru saja jatuh akhir-akhir ini dan kuyakini penyebabnya adalah yang mengikutinya. Aku mulai iba lagi padanya dan mengatakan sesuatu.

"Kusarankan ke mana pun kau pergi, kau harus ditemani seseorang. Jangan datangi tempat sepi nan ganjil seorang diri. Dan pergilah ke exorcist atau peramal, saat ini kau membutuhkannya sekali. Jika kau menuruti permintaanku ini, aku benar-benar akan berjanji padamu kalau aku tidak akan mendekatimu atau bahkan menyapamu lagi."

Kata-kataku membuatnya berhenti di depan pintu. Sosok yang mengikutinya juga berhenti melangkah.

"Jangan lupa berikan kuncinya ke Miss Merry setelah kau dari sini," katanya sembari menaruh kunci di gembok perpustakaan.

Aku mendesah napas setelah cukup banyak menahan dari tadi. Kini setelah ditinggal dua makhluk tadi. Sisa satu makhluk lagi yang masih saja diam menatap celah-celah teralis.

"Hei, Ash. Aku tidak membawa puding atau pai malam ini. Aku hanya ingin bertanya sesuatu," kataku yang membuat makhluk lelaki itu menoleh padaku yang duduk di kursi menghadapnya. Sengaja kusebut puding dan pai agar ia tidak mengacuhkanku.

"Ash?" tanyanya.

"Aku tidak tahu namamu. Dan kalau terus-terusan menyebutmu makhluk ini itu. Aku jadi terasa menyamakanmu dengan makhluk yang barusan."

"..."

"Atau kau mau memberitahu namamu? Atau kau mau menceritakan masalahmu? Siapa tahu aku bisa membantumu."

Aku mencoba tersenyum setengah mati. Sejujurnya saja, ia tidak semenakutkan sosok yang mengikuti Daisy yang entah muncul dari mana. Namun, tetap saja sosok yang katanya setengah dari dunia manusia tetap saja buatku merinding. Meski demikian agar tujuanku tercapai aku harus tenang.

"Aku tidak tahu. Kalau tahu pun, aku tidak perlu membuat kekacauan di sekolah ini."

"Hihihi, kau sadar ya kalau telah membuat kekacauan." Aku sedikit terkikik ketika tahu yang membuat masalah seperti ini rupanya juga sadar diri, "lantas kenapa kau tidak berhenti dan cari cara lain?"

"Tidak ada. Yang kuingat hanyalah puding dan pai yang membuatku marah serta sosoknya ketika usai kucium."

"Ewh. Kau manusia tahun berapa sih. Ka-kau melankolis sekali. Mencari orang yang kau cium."

Aku mencoba sok kenal dan sok dekat lagi pada sosok setengah dari dunia manusia ini. Jujur saja, sedikit kubuat-buat yang rasanya akan membuatku malu setengah mati kalau aku melakukannya lagi lain kali.

Dia hanya diam tidak menggubris omelanku, tetapi dia berjalan mendekat padaku.

"Kau marah pada puding dan pai, bukan karena takut?" Buru-buru aku menyakan hal ini karena jantungku berdegup cepat. Aku berharap dia tidak melakukan apa-apa yang bisa membuatku jantungan lebih dari ini.

"Aku marah sampai pada satu titik tidak bisa melakukan apapun dan ingin pergi saja."

Kini aku jadi mengerti mengapa tidak seorang pun dapat mengetahui kalau cara agar terhindar dari makhluk ini yakni puding dan pai. Alasannya mudah, tidak ada yang dapat melihatnya dan ketika dia tidak berbuat apapun juga tidak ada yang menyadarinya. Namun, bagaimana wanita penatu tua itu tahu?

Itu misteri besar lain yang harus segera kutuntaskan. Aku penasaran.

"Kalau begitu. Maukah kubantu? Akan kubantu kau mencari gadis itu."

Aku takut tetapi merasa sangat penasaran dan ingin segera menyelesaikan permasalahan ini juga.

"Ka-kau satu-satunya orang yang bisa melihat dan mengobrol denganku. Satu-satunya orang yang juga bisa membantuku. Kalau tidak siapa lagi yang bisa membantuku. Aku bersyukur." Dia berkata-kata seperti itu sambil terlihat ingin menangis.

Melihat makhluk itu yang terlihat depresi seperti ini membuatku tidak tega. Akhirnya kubulatkan tekad untuk tidak takut lagi dan bersungguh-sungguh menolongnya. Setelah itu kupinta dia untuk menemuiku sore hari usai sekolah di kamar bersama Esme dan Lyona besok.

Begitu aku kembali ke kamar Lancashire hotpot untuk makan malamku sudah dingin. Bahkan tidak hanya itu, Lyona dan Esme juga sampai berkeringat dingin mengingat aku masuk ke kamar sudah cukup larut. Pukul 11 malam.

Esme bahkan hampir menangis sesegukan karena ia ketakutan dan tidak bisa tenang dari tadi.

Sembari memakan semangkuk Lancashire hotpot yang harusnya dinikmati hangat karena ini termasuk makanan mewah, kuceritakan mengenai dugaan Lyona yang benar dan makhluk yang kunamai Ash ini-karena manik matanya berwarna abu-abu cantik-akan mendatangi kamar kita sore hari setelah pulang sekolah.

Sampai mangkokku bersih, Esme tidak henti-hentinya memegang bahuku. Katanya-berdasarkan simpul-simpul yang ia lihat-pandanganku terhadap konteks Ash ini berubah. Aku tidak mengerti simpulnya seperti apa, tetapi ia mengatakan ia takut kalau aku jadi seperti Ash, karea Ash pasti dulunya manusia dan artinya aku juga bisa menjadi sepertinya. Ia takut aku tertular seperti itu.

Aku menenangkan Esme karena kuyakin aku tidak akan tertular karena itu bukan penyakit. Hanya saja, aku jadi teringat kata-kata yang diucapkan Willy padaku.

"Wah, kau peka sekali, kau semakin dekat dengan kami. Hahaha," tawanya renyah yang masih begitu segar kuingat.

Namun, bagaimana pun juga aku tidak memberitahukan Esme. Meski saat ini ia merengek padaku kalau aku harus memberitahunya apapun. Kuduga ia melihat ada simpul tentang hal yang kusembunyikan.

Sepertinya, tidak hanya aku yang semakin peka akan hal yang kumiliki. Esme juga terlihat demikian. Dia semakin sensitif dengan apa yang ia lihat dan ia interpretasikan.

Walau, untung saja Esme tidak seperti Harvey yang sangat mengerikan. Harvey dapat membongkar rahasia apapun hanya dengan menatap mata orang yang ia ingin ketahui atau bahkan seseorang sedang berpikir saja dia langsung tahu. Kuyakin, kemampuannya juga semakin berkembang pesat.

"Kalian sudah mengerjakan tugas untuk pelajaran matematika? Salinlah punyaku. Sewaktu Esme tidak henti-hentonya melihat pintu menunggu Isla pulang, aku mengerjakan ini. Lagipula kelas kita sama besok pagi."

Aku terdiam dengan mata berbinar menatap buku yang disodorkan Lyona tiba-tiba. Lyona Sang Penyelamat.

"Terimakasih Lyona!" seru Esme dan aku yang tidak menyangka Lyona bisa sebaik ini pada kami yang sibuk mengurus hal-hal yang bahkan tidak ia mengerti.

"Ah, aku akan mengantarkan ini kembali ke kantin. Tadi aku beralasan kalau kau sedang sakit," kata Lyona lagi.

"Aku temani!"kata Esme yang juga tidak lupa memberitahuku untuk menyalinnya terlebih dahulu.

Sembari berganti pakaian dan beranjak ke meja belajar kubuka buku tulis matematikaku dan menyalin. Namun, di tengah-tengah menulis aku berhenti dan mengambil buku lain.

Buku kecil tempatku menulis sesuatu yang terkadang tak bisa kuutarakan beserta tujuan-tujuan hidupku.

Di salah satu halaman berjudul skala prioritas. Angka satu tertulis nama Daisy dan angka dua tertulis sekolah serta sampai ke bawah adalah hal-hal yang akan kuprioritaskan dalam hidupku untuk masa sekolah secondary-ku. Kutambahi angka satu dan tulisan di atas nama Daisy. Kuisi Ash.

Dalam skala prioritasku, mereka sejajar. Aku tahu harusnya aku tidak bisa meletakkan Ash di posisi sejajar dengan Daisy. Daisy adalah orang yang kupedulikan meski aku tidak dekat dengannya. Namun, karena aku sudah berjanji menolong Ash. Jadi tidak ada pilihan lain. Ada dua angka satu di buku ini.

~

Akhirnyaa... Setelah dua chapter sebelumnya tulisan saya enggak enak dibaca. Akhirnya tulisan ini lebih enak dibaca walau masih berantakan ><

Fyuh. Saya bersyukur :")

Untuk siapapun yang membaca authornote ini. Itu artinya selamat kalian membaca first draft cerita ini wkwkekwk sangat mentah sekali tanpa adanya kegiatan saya baca ulang huehehehe.

Semoga saya segera menamatkan cerita ini saja >< aamiin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro