1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Apakah kau sudah mendowloand Runic Chaser? Kulihat ratingnya tinggi lho!"

"Yeah, cukup seru untuk game mmorpg. Btw, add dong nick-ku. Butuh tim play."

"Awas beban."

"Hei, levelku sudah 50."

"Tapi rating karaktermu masih rendah. Percuma level tinggi kalau power kecil."

Rasanya aku ingin berteriak menyuruh teman-teman diam. Memang ya orangtua zaman sekarang terlalu memanjakan anak dan sudah membelikan ponsel! Mereka sibuk memainkan handphone dan tidak mempedulikan tugas yang ditinggal Buk Harpy.

"Ekhem," Aku berdeham pelan, memutuskan ambil kendali. Mereka sekilas berhenti melakukan aktivitas, menoleh kepadaku. "Bisakah kita tenang sedikit di sini? Kalian lihat papan tulis? Ada tugas. Dan tugas itu dikumpul nanti siang. Alangkah baiknya kalian mengerjakannya terlebih dahulu barulah bermain sepuas hati."

Mereka bersitatap, serempak menjawab, "Gak ah. Nanti-nanti Buk Harpy lupa sendiri. Atau mungkin hanya memarahi kita sebentar. Kita tinggal diam saja lalu beliau pasti berhenti marah. Kita kan anak-anak. Hahaha!"

"Wah, wah. Pintar sekali, ya, jawaban kalian." Tawa satu kelas langsung tersumpal melihat perubahan auraku. "Sayang sekali, itu akan terjadi jika tidak ada aku di kelas ini," lanjutku menyeringai lebar, berdiri di depan kelas. Seluruh penghuni kelas 6B bungkam seribu kata melihatku mengeluarkan aura padat nan kental 'memakan' kelas.

Aku menepuk ujung meja, menatap tajam tanpa toleransi sedikitpun. "Kerjakan tugas kalian sekarang."

"Tapi Ketua-"

"Ini perintah ketua kelas 6B," potongku tersenyum miring. "Tidak suka? Silakan mengadu. Yang ada itu jadi bumerang. Ingin menghinaku? Silakan saja, tidak ada yang melarang. Itu hanya akan menambah dosa. Senin depan murid-murid lain akan melihat wajah kalian. Kalian takkan selamanya jadi anak-anak. Belajarlah disiplin."

Nyali mereka ciut, secepat kilat mematikan ponsel, beralih mencoret-coret buku. Aku menghela napas panjang, kembali duduk di kursiku, juga melanjutkan tugas.

"Memang butuh pemimpin yang tegas untuk memandu para anggota," celetuk siswa di sebelah mejaku, Billy. "Kau memang hebat, Ram. Teman-teman langsung patuh."

Aku Ram. Rorobon Ram. Kelas 6 SD, menjabat profesi ketua kelas. Saat ini game bernama 'Runic Chaser' tengah mendunia di Kota Hallow. Bahkan mahasiswa sampai pekerja memainkan game ini saking menariknya.

Aku sudah pernah melihat game-nya di warnet dan memang seru, membuat ketagihan siapa pun yang main. Kolaborasi game mmorpg dengan game FPS. Sudah 800 juta kali didowloand. Laku keras.

"Mereka itu selalu saja diteriakin dulu baru nurut," balasku menghela napas gusar. "Aku khawatir, mereka tidak lulus ke SMP. Padahal tinggal 2 bulan lagi di sekolah dasar."

"Tipikalmu Ram, suka khawatiran. Makanya tidak ada yang membencimu walau kau teriak-teriak seperti tadi." Billy terkekeh.

"Yeah," Aku memutar kepala. Sudut kanan kelas, tampak empat murid tidak mendengarkanku. "Tidak untuk beberapa orang."

Billy mengerti siapa yang kumaksud. "Ideo and the geng? Puh, lebih baik kau tidak usah berurusan dengan mereka, Ram. Semua anak tahu mereka itu suka main tangan."

"Asal mereka tidak menganggu saja."

Drrt Drrt Drrt

Tanganku berhenti menulis melihat anak-anak di kelas menerima notifikasi berbarengan. Aku memutar bola mata. Pasti notifikasi dari game itu.

Bodo amat. Aku tak peduli, meneruskan tulisanku. Sikuku menyenggol buku catatan mata pelajaran lain. "Ah!"

"Lihatlah, lagi-lagi guild MARMORIS pemenang kontes klub minggu ini. Mereka benar-benar player GG. Tidak ada yang bisa menggeser kedudukan mereka. Apalagi yang memimpinnya Clandestine. Pemain dengan rasio kemenangan 98%."

Buku catatanku jatuh dalam keadaan terbuka, menunjukkan kalimat marmoris yang artinya permukaan samudera yang berpendar.

*

"Ah, Ram, ya? Ada apa?"

"Aku ingin mengantar tugas ke meja Buk Harpy," kataku tak lupa tersenyum. Bukan pencitraan tapi.

Beliau terkekeh, mempersilakanku masuk. "Silakan, Ram."

Sepanjang memasuki kantor guru, guru-guru menyapaku. Aku takkan kaget karena semua guru di sekolah ini memang sudah mengenal tentangku.

Bagaimana tidak?

Aku meletakkan tumpukan tugas anak-anak, menghela napas singkat. "Buk Harpy takkan marah deh!"

"Ram?" Astaga, ini suara Wali Kelas. "Bisa kemari sebentar?"

Patuh, aku pun melangkah ke ruang wali kelasku, Buk Prateek. "Ada apa, Buk?"

"Begini, ada lomba matematika tingkat provinsi minggu depan. Apakah Ram mau jadi perwakilan sekolah kita? Ram sudah senggang tiga bulan ini, kan?"

Senggang maksud beliau adalah tidak mengikuti lomba-lomba apa pun dan istirahat dari macam-macam olimpiade. Terakhir kali aku mati-matian berjuang karena musuhku adalah SD Pumpkin. Aku langsung terserang demam karena terlalu memforsir diri untuk belajar.

Aku mengangguk. "Bisa, Buk. Serahkan padaku!"

Matematika? Hanya segelintir orang yang menyukai pelajaran ini karena sulit dan rumit bikin kepala sakit berkat rumus-rumus mematikan. Ah, aku mengatakannya dengan berbelit-belit.

Berbagai sekolah di Kota Hallow sudah tahu bahwa aku adalah Ram, ketua kelas 6B yang mengharumkan nama sekolah SD Trick. Musuh besar sd-sd di luar sana.

Selain di akademik, nilaiku di non-akademik juga tidak kalah tinggi. Tak jarang aku juga ikut lomba olahraga tingkat SD dan memenangkan banyak piala serta penghargaan.

Makanya nama Ram terkenal dalam sudut pandang pendidikan.

*

"Ram pulang!" seruku melangkah riang ke ruang tamu, melepaskan kedua sepatu, melempar tas ke sofa. "Ma, makan siangnya letakkin di pintu seperti biasa ya. Jangan sampai masuk."

Aku melangkah ke kamarku dengan setengah berlari tanpa menunggu sahutan dari Mama, mengunci pintu.

Aku mempunyai sedikit rahasia di balik topeng kesempurnaanku di sekolah. Tidak ada yang tahu, termasuk Mama. Aku menyimpannya seorang diri karena tidak mau hobiku ketahuan. Toh, Mama juga tidak melarang justru beliau senang aku punya sesuatu yang disuka.

Iya, aku memang unggul di segala bidang. Tetapi itu hanya berlaku di sekolah. Di rumah? Tidak ada yang boleh masuk zonaku.

Iya, aku cakap rata-rata di aspek kesehatan fisik dan kecerdasan. Tetapi, begitu aku masuk ke dalam kamar, tidak ada yang boleh masuk sampai aku sendiri yang keluar.

Puluhan piala dari berbagai lomba yang kuikuti bertengger rapi di lemari kaca. Dimulai dari tingkat daerah, provinsi sampai nasional. Semuanya memenuhi lemari. Tambahan medali emas-perak tergantung.

Menutup tirai jendela, aku duduk manis di kursi empuk. Menghidupkan layar komputer, memasang big headset ke telinga, mulai peregangan tangan. Aku menekan sebuah aplikasi, tersenyum tipis.

[Kapten! Kenapa kau lama sekali? Apa kau tidak tahu sudah berapa lama kami menunggumu? Apa kau tidak tahu seberapa menderitanya kami karena Hermit?!]

"Sh*t!" umpatku. Bunyi nyaring yang melantun ke alat bantu pendengaranku membuatku pekak sesaat. Aduh, aku terus lupa kalau aku memakai benda ini.

Benar, aku punya satu kekurangan. Aku tidak bisa mendengar dengan baik. Tetapi itu bukan masalah besar. Aku bisa mengatasinya.

[Castle, sudahlah. Ketua baru on.]

[Iya nih. Castle emosian.]

[Tidak ada yang mendukungmu, Hermit.]

Selesai mengorek kuping, aku memakai kembali headset-ku. "Maaf, maaf. Aku mendapat pekerjaan tambahan dari Bos," kataku menggaruk tengkuk. Aplikasi perubah suara sudah aktif. "Apa yang terjadi sampai-sampai kalian heboh begitu?"

[Hermit membiarkan guild lain mencuri item kita, Kapten!]

[Hei! Kenapa kau jadi menyalahkanku?! Kapten~ jangan dengarkan dia. Dia hanya melampiaskan kemarahan.]

[Mereka mencari masalah dengan guild yang salah. Apa mereka tidak tahu siapa MARMORIS?]

[Kalian ngapain sih?]

[Kasihan Kapten. Baru juga online sudah disambut kesalahan kalian.]

[Aku sudah ingatkan untuk tidak meremehkan lawan. Kita tidak boleh membebani Ketua.]

[Bisakah kalian diam? Kepalaku jadi sakit mendengar celotehan kalian.]

[Woooo!!! Pangeran Northa sudah bersabda!]

[Sokeri, suaramu tolong.]

Aku menggerakkan mouse, menekan ikon riwayat 'pencurian', mendesah lemah saat menyadari hampir setengah item-item berharga yang susah payah kami kumpulkan, ludes dicuri.

<Guild Woodzn telah melakukan pencurian. Ambil kembali?>

Aku menekan panel cancel, mengusap wajah. Dasar. Si Woodzn berulah lagi. Tak kapok-kapok kubantai 6-0 ya. "Allright, guys. Berhenti mengoceh dan bersiaplah. Kita akan bermain."

[Siap, Kapten!]

Aku Ram. Ketua kelas sekaligus ketua dari guild MARMORIS, Clandestine.

**TBC**

Selasa, 6 oktober 2020

A/N

Meh, kukira "bulan oktober" itu hari-hari awalnya. Eh tapi nggak ngarep juga sih /apasi ah aku tak jelas/

Udah 4 hari? 5 hari? Entahlah. Saia lost anu /anu terosss/ *ya mo gimana lagi, aku payah cari kata pengganti

Maksudku, aku sudah 4-5 hari ndak ngetik. Ketika orang pada seru main Among Us, aku malah: ngeship Baby Hazel ama Liam.

DASAR BOCAH AH AKU. SEGININYA MALES MAIN GAME ONLINE. RAM, CURAHKAN AKU DONG.

Hmm. Nama Ram ya. Bukan saudara bab-maid Rem yah. Aku kebetulan nonton film India "main hoon na". Di situ King Khan bernama Ram Sharma. KYAAAA!!!! MAYOR RAM!!! Astogeh segininya yak.

Jadi tergeserlah nama Robin. Maap ya Robin, change you nickname. Bhahahha.

Oke next.

Kafuusa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro