2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nick-ku adalah Clandestine yang berarti 'rahasia'. Tampilan karakterku adalah wanita berambut pink sepunggung dan memakai kostum maid. Aku tak punya ide hendak membuat karakter seperti apa. Ya sudah, aku buat karakter maid karena kebetulan waktu itu ada yang sedang bercosplay. Dan lagi itu sesuai dengan nick-ku yang feminim.

Pertama kali masuk ke game ini aku sangat bingung akan memberi nama apa pada akunku. Rencana mau 'Rorobon' nama depanku, tetapi rasanya gimana gitu. Nanti ketahuan gimana? Secara, banyak anak di kelasku memainkan game ini.

Game ini memakai sistem guild. Aku tidak mungkin solo karena aku bukan sultan yang bisa membeli diamond untuk membeli barang di shop. Aku hanya bermodal event, quest, absen harian, event mingguan. Ya, begitulah.

Untuk mengamankan identitas karena guild play kadang on-mic, maka aku menginstall aplikasi perubah suara. Aku juga menipu member guild bilang aku adalah pekerja kantoran.

Padahal aku masih anak-anak. SD lagi. Masih butuh perhatian orangtua. Rasanya bersalah besar menipu mereka. Setahuku, rata-rata member rank master di guild-ku itu 17 ke atas semua.

Coba kalian bayangkan, apa reaksi mereka saat tahu yang memimpin mereka selama ini seorang anak kecil remahan sepertiku? Beuh, aku tak bisa membayangkannya.

Levelku sekarang masih 85 dengan rating 95. Karena game ini tidak memandang dari tingginya level tetapi rating power player. Menurutku Mangto, wakil guild-ku, lebih jago dariku. Sebab dia level 100 rating 147 menuju 150. Hebat sekali dia.

Kudengar Mangto adalah seorang direktur sebuah perusahaan. Dia pasti sibuk sekali di dunia nyata, tetapi kenapa bisa meluangkan waktu untuk gaming, ya? Sudah begitu di riwayat laporan keaktifan member, Mangto si super sibuk lah yang paling disiplin.

Aku sudah pernah menawarkan profesi ketua pada Mangto, namun Mangto menolak. Dia bilang aku lebih cocok memegang jabatan itu. Dia hanya tidak tahu siapa Clandestine yang asli.

Terkekeh pelan, aku menepuk dahi. "Cocok? Cocok dari mananya? Aku jauh dari kata cocok. Mangto tidak paham."

[Eh? Ketua mengatakan sesuatu?] Suara Mangto terdengar di layar PC.

Aku gelagapan, sontak mengibaskan tangan ke udara kosong. "Maaf! Maaf! Aku berbicara sendiri." Kenapa aku memikirkan hal aneh saat online sih? Bagaimana kalau aku keceplosan?

Tanganku bergerak cepat memainkan mouse, menembaki musuh yang bermunculan. Satu kill, dua kill, tiga kill. Mataku awas melihat map.

<Marmoris win! Semua item akan masuk ke inventory.>

Aku berhenti memencet tombol-tombol keyboard, duduk bersandar ke kursi, menghela napas panjang. "Selesai sudah."

Satu notif masuk.

<Player WoodznFlorazela menantang Anda duel PvP. Terima/Tolak>

Nah, ini dia beratnya jadi kapten guild. Kapan saja, bahkan saat menjalani misi atau quest, member-member dari guild lain bersitungkin mengajakku one-on-one. Termasuk ketua mereka. Apa sih untungnya mereka mengajakku duel? Bagusan Mangto tuh diajak langsung KO kalian.

Dan lagi, guild-guild kebanyakan mengharuskan CN (change nickname) untuk menyamakan nama guild. Untung aku membebaskan semua member guild memakai nick kesukaan masing-masing. Aku tidak suka terlalu mengekang seperti guild lain.

Aku menekan tombol 'tolak', menghela napas kasar. Tanpa perlu melihatnya secara langsung, aku tahu player itu tengah berseru-seru bilang aku pengecut, penakut, blablabla karena menolak proposal duel tersebut.

Mataku melotot melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Tak kusangka aku sudah bermain tiga jam lebih.

"Guys, aku udahan dulu," kataku pamit.

[Kenapa cepat sekali, Kapten? Sebentar lagi event simulasi guild mulai lho.]

[Aku baru saja selesai pemanasan.]

[Telat banget, Northa.]

[Tidak hanya Ketua. Aku juga selesai untuk hari ini.] Mangto bersuara. [Ada banyak yang harus kuselesaikan. Maaf, Ketua, aku tak bisa ikut simulasi itu nanti malam.]

"Ah, tidak apa. Bukankah guild kita itu enjoy? Jangan merasa tak enak, Mangto. Bawa santai saja." Aku menyengir, tahu kondisi Mangto.

[Terima kasih, Ketua.]

Mangto telah log out.

[Ya sudahlah, aku ngikut.] Northa juga off disusul Hermit dan Castle. Satu per satu member guild keluar dari permainan.

Aku baru saja ingin menekan kotak exit sampai satu pesan masuk. Oh ayolah, aku mau off. Jangan ditantang lagi dong.

Terdiam.

Aku terdiam membaca pesan dari anonim itu.

TOK TOK TOK

"Ram? Ayo keluar dan mandi. Makan malam sudah siap." Mama berkata dari balik pintu kamar.

"Coming, Mom." Aku menjawab kagok, setengah bingung isi pesan itu.

*

Duk!

"Nice pass, Ketua!" Billy menerima operan bola, menggiring bola ke gawang dan tendang! Bola sepak terbang lurus melewati penjagaan kiper. Gol untuk kelas 6B!

Napasku tersengal, mengelap peluh keringat yang menganggu penglihatan.

Teman-teman tim lain berlarian ke arah Billy, saling tos. Aku juga tos dengan rekan tim yang lewat ke arahku.

"Itu tendangan yang mulus sekali, Bill." Aku menyodorkan kepal tinju. "Kelak kau jadi pemain sepak bola terhebat."

Billy nyengir, membalas kepal tinjuku. "Operanmu mulus, Kapten!"

"Come on, berhenti menyebutku begitu. Itu hanya berlaku di dalam kelas, oke?"

"Billy benar, Kapten Ram." Pemain nomor 9 menceletuk. "Kami-kami juga sudah terbiasa memanggilmu dengan panggilan 'Ketua'. Gelar itu sudah melekat padamu."

Aku tertawa miris, entah senang atau harus mengeskpresikan apa. Aku sama sekali tidak hebat atau apa pun yang mencerminkan sifat "Kapten". Makanya aku tak mengerti kenapa mereka juga (member-member guild) suka menyebutku demikian.

Aku hanya... Ram saja. Hanya Ram. Tidak ada yang spesial dariku.

"Eh? Kau bertanya kenapa anak-anak memanggilmu 'Ketua'?" Paula Peneteze, temanku di kelas sebelah. Saat ini aku berada di kantin, jam istirahat. Saat ini juga aku tengah berkonsul padanya.

Mengangguk, aku melirik kiri-kanan. Semua murid sibuk menghabiskan makanan.

Paula bergumam sendiri. "Mungkin karena kau cocok?"

"Cocok dari seginya mananya, Paula!" tukasku menggeleng tegas. "Lihat aku, lihat aku, perhatikan aku! Pendek, wajah menengah, tidak berbakat, dan banyak kekuranganku yang lain. Aku hanya secuil materi yang akan lenyap sekali sapuan di semesta yang tak peduli."

"Kau menilai kecil dirimu sendiri." Paula terkekeh.

"Pikirmu bisa menilaiku?" kataku masam.

"Bukankah itu sebabnya kau bertanya padaku?" Paula mengedikkan bahu. "Kau butuh pendapat kedua setelah pendapat pertama yang tidak memberi saran justru memberi ketidakpercayaan diri."

Dia menyindirku. Wajahku ngeflat.

"Dengar Ram," Paula berhenti menyuap makanan di mangkok, menatapku serius. "Entah apa yang membuat mereka memanggilmu 'Kapten' atau 'Ketua', itu bukan salah mereka. Mereka tidak mungkin memanggilmu demikian jika kamu tidak pantas. Sebaliknya. Kamu pantas dipanggil 'Pemimpin' karena kamu layak di mata mereka. Aku berani bertaruh, mereka bukan orang bodoh yang memanggil seseorang yang bahkan menganggap dirinya hanya materi kecil tak berguna di bumi sebagai seorang Kapten." Paula menirukan gaya bicaraku.

"Pantas? Aku? Kau bercanda, Paula? Masih banyak yang pantas dibanding aku."

"Dan bagi mereka kau lah yang terpantas. Sudahlah, ngomong sama kamu nggak bakal selesai-selesai. Aku pergi." Paula pamit, bangkit dari kursi.

Aku melongok ke mangkok makanan Paula. "Hei, makananmu belum habis. Tak baik menyisakan nasi!" tegurku menarik tangan Paula sebelum gadis itu melesat pergi.

Paula memutar bola mata malas, kembali ke kursi, menghabiskan sisa makanannya, lalu menatapku kesal. "Puas? Bisakah aku pergi sekarang, Ketua Ram?" ucapnya menekankan kalimat terakhir.

Aku mengangguk.

Paula beranjak pergi dari kantin dengan sungutan dan hentakkan kaki.

*

Sudah tanggal 28. September tinggal 2 hari lagi. Setelah itu oktober datang, musim gugur. Bulan yang identik dengan Halloween. Akan banyak event-event baru nih.

Aku meletakkan tas sekolah ke kasur, letih, duduk di kursi dengan komputer yang sudah kunyalakan. Tidak ada yang menghibur selain game.

Clandestine telah login.

[Kapten! Akhirnya kau online! Team yuk?] Hermit, seperti biasa sering on, menceletuk lebih dulu. Aku dengar dia anak SMA.

[Hermit, Hermit. Kau jelalatan sekali. Umurmu dengan Ketua sangat jauh lho. Lebih baik kau mencari yang seusia.] Northa terkekeh, kekehan ledek.

[Ish, Pangeran Northa diam saja. Tidak ada yang mengajakmu bicara.]

[Berani sekali kau berkata seperti itu padaku.]

Aku mengontrol volume headset, mengernyit. Pasalnya aku mendengar kosakata asing yang tak pernah kudengar. "Jelalatan? Apa itu jelalatan? Maksudnya jerawatan?"

Hening. Ruang obrolan itu hening.

[Kapten, kau tidak tahu artinya?] Agaknya suara Tobi, salah satu member guild, terdengar kaget. Eh? Apakah aku menanyakan sesuatu yang aneh?

Aku menggeleng-tentu mereka tidak melihatnya. "Tidak. Apa itu nama item? Player? Guild? Event baru?"

[Itu sebutan untuk mata wanita yang suka sekali melihat-lihat pria ganteng, Kapten! Berlaku kebalikan. Sungguh, Kapten kita sangat polos.]

[Ketua lucu sekali. Seperti anak-anak.]

Tawa di ruang obrolan itu pun pecah karena ketidaktahuanku dengan satu kata modern. Bahkan Northa yang notabenenya member paling berstatus 'tinggi' ikut tertawa.

Aku tidak polos. Aku memang anak kecil.

**TBC**

7 Oktober 2020, Rabu.

A/N

Oke! Settingnya sekarang di sini masih akhir-akhir september yak. Entahlah. Rasanya aneh kalau langsung aja loncat ke bulan halloween. Basa-basi dulu lah /halah/

Mo gimana lagi. Kalo langsung ke konflik, ntar alurnya buru-buru. Makanya selow aja. Sungguh selow sangat selow, santai-santai /plak

Ennngg, bilang apalagi yah. Oh benar! Nama Clandestine! Itu ketemu pas aku... Entahlah lupa /apa sih ah tak jelas/ aku kehabisan kalimat di tempat cuap ini.

Oke bye, next.

KAFUUSA

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro