15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kafe Ceibar

Hermit menyeruputi teh esnya, menatap langit kafe dengan pandangan menerawang. "Aneh."

"Aku tahu apa yang kau pikirkan, Hermit," sahut Northa kalem. "Ini sudah hari ke-3 Kapten offline. Tanpa kabar, tanpa pemberitahuan, benar-benar offline sepenuhnya. Apa lagi kita tidak tahu media sosial Kapten."

"Apa Kapten baik-baik saja? Dia belum pernah begini. Aku takut Kapten menyimpan rahasia," gumam Tobi berbinar-binar. Bagaimanapun, mereka sudah bermain bersama selama satu tahun. Ketua mereka—Clandestine—cenderung tertutup dan menyembunyikan identitas.

"Kita harus berpikir positif. Kapten mungkin saja sedang sibuk bekerja," ucap Mangto lugas. "Ingat, Kapten seusia denganku. Aku beruntung seorang direktur, tetapi bagaimana kalau Kapten hanya pengawai kantoran biasa? Dia punya waktu terbatas dalam gaming."

Northa memainkan pipet minuman, duduk bersilang kaki. Astaga, bawaannya seperti anak bangsawan tengah singgah ke sebuah toko kecil. Kalian diberkati Tuhan karena aku mau datang ke sini, demikian maksud wajah congkaknya.

"Tidakkah kalian merasa aneh?" kata Northa datar. "Kenapa Ketua menyembunyikan identitasnya pada kita sementara kita welcome padanya? Dalam sudut pandangku, Ketua tampak menyembunyikan sesuatu dari kita. Bisa jadi ada yang tidak mau dia sampaikan."

Wajah santai Mangto terlipat.

"Kau ingin bilang Ketua rupanya cewek dan masih anak sekolahan?" celetuk Dien, mengelus-elus dagu.

"Benar, ada yang aneh. Ketua selalu menolak setiap kita meminta pertemuan."

Sokeri ikut berbicara. "Apa kalian tahu bahwa Kapten menggunakan aplikasi perubah suara? Aku menyelidikinya. Yang kita dengar selama ini bukanlah suara asli Kapten."

Northa tepuk tangan, tersenyum menyeringai. "Itu dia, Sokeri. Tidak banyak kasus seperti itu merajalela di dunia per game-an. Bahkan bisa jadi Kapten Clandestine masih anak sekolahan dan memalsukan umurnya supaya tidak canggung pada kita yang notabenenya 'dewasa'. Kita tahu, Kapten orangnya super pintar. Dia bisa berpikir cepat dalam menyusun strategi. Berarti hal ini bukan apa-apa baginya."

Hermit menyipit sinis, mengabaikan Sokeri yang loncat-loncat dipuji Northa. "Bukankah kau baru kelas satu SMP? Kau meremehkan Kapten?"

"Bukan meremehkan, hanya saja aku agak meragui." Northa tersinggung. Entah sekaya apa dia, entah se-pangeran apa dia, tetap saja pemimpin mereka jauh lebih hebat. Kekayaan bukan sesuatu yang patut dibanggakan. "Tapi sejauh itu aku percaya pada Kapten."

"Intinya kau mencurigai Kapten kalau-kalau Kapten menipu kita semua."

"Lagi pula itu salah Kapten yang tidak mau terbuka dengan kita."

"Kita tidak tahu kepribadian Ketua di dunia nyata, Northa. Kita tidak boleh asal menyimpulkan." Mangto menggelengkan kepala. Sama seperti di game, Northa itu berhati dingin. Sebuah keajaiban mereka bisa berteman dengan Pangeran Northa.

Menghela napas kasar, Tobi membuka suara. "Serius, tidak adakah di antara kita mempunyai kontak dengan Ketua? Aku khawatir dia kenapa-kenapa. Ketua selalu pamit jika terjadi sesuatu, tetapi ini, dia menghilang tanpa pamit."

Mangto menggeleng tidak tahu. "Kalian juga lupa bahwa tiga hari ini aku juga mulai jarang aktif? Sama seperti ketua, jadwalku mulai berdempetan."

Ini gawat. Semuanya mulai bertanya-tanya tentang Clandestine. Bagaimana cara Mangto mengubah topik ini? Di mana Kapten? Dia masih belum datang.

"Sebenarnya Northa tidak sepenuhnya salah." Akhirnya, gadis berseragam SMA yang duduk di sebelah Mangto (yang sejak tadi diam) ambil andil dalam berdiskusi. Tak lain tak bukan, Castle. Situasi Mangto semakin sulit.

Gawat. Gawat. Gawat. Castle sudah mulai membuka suara. Bagaimana ini? Kenapa Kapten belum datang juga?

"Dilihat jadwal aktif Ketua, sangatlah tidak wajar untuk pekerja kantoran. Jam 11-12 siang lalu sampai jam 3 sore. Malamnya Ketua online kembali pukul 7 sampai 8 dan off. Tidakkah aneh seorang pekerja kantoran memiliki waktu sebebas itu?"

Tobi memangku dagu. "Kalau dipikirkan sekali lagi, itu memang aneh. Maksudku, Kapten memberi jarak per waktu setiap dia online seolah sudah ...." kalimat Tobi terputus, paham maksud Castle.

"Seolah Ketua yang merancangnya sendiri," ucap Castle melanjutkan kalimatnya. "Ketua mengatur jadwal aktifnya supaya kita berpikir dia benar-benar seorang pekerja. Ketua orang yang cerdas, pikirannya sulit ditebak. Mengingat dia pandai membuat strategi, mudah juga baginya menyusun strategi sedramatis mungkin untuk menipu kita."

Ruang pertemuan itu hening sejenak.

Hermit memijit pelipis. "Lalu siapa sebenarnya Kapten? Maksudku, apa pekerjaan aslinya? Apa dia anak sekolahan?"

"Soal itu aku tidak tahu. Aku hanya menebak-nebak kemungkinan." Castle menggeleng, kembali menyedot minumannya.

"Tapi hebat juga, ya, Castle bisa secermat itu." Tobi menatap Castle tertarik. "Apa kau sering bermain mata-mata?"

"Kau lupa, Tobi? Saat Kapten offline atau telat online, Castle yang menggantikan posisi Kapten."

"Tapi di antara kita," Castle lagi-lagi membuka mulut, menatap Mangto. "Kenapa kita tidak bertanya pada wakil Mangto? Sepertinya kau tahu sesuatu tentang Ketua, hmm?"

"Mangto yang paling dekat dengan Kapten. Apa kau tahu ke mana Kapten pergi, Mangto?"

Memang, Castle adalah pemain paling hati-hati dibanding Clandestine. Dia pandai memanipulasi orang-orang dan menyerang Mangto secara tidak langsung.

"Kenapa diam, Mangto?" Hermit mendesak. "Kau tahu sesuatu, kan? Ayo beritahu kami ke mana Kapten! Kenapa Kapten off tiga hari ini!"

"Wah, sungguh kebetulan yang dramatis."

Keenam anggota elit Marmoris itu menoleh serempak, kenal suara itu. Lebih-lebih Mangto yang terbelalak kaget.

Aku tersenyum mantap, menyampingkan bola ke pinggang. "Kita bertemu lagi, Paman Mangto dan Teman-temannya Kak Hana."

Hermit seketika lupa pertanyaannya pada Mangto, bangkit dari kursi. "Robon! Kita bertemu lagi! Apa kamu tinggal di sekitar sini? Aduh, kamu mau main bola, ya?"

"Ya! Teman-temanku sudah menunggu di lapangan, tapi tak enak jika tak mampir menyapa." Aku cengengesan, menggaruk kepala.

Diam-diam aku melirik Castle yang bergeming di bangkunya. Bagaimana, Castle? Apa kau sudah kehabisan ide untuk mencurigaiku?

Ini sebenarnya di luar dugaan. Aku melihat Castle berhasil memojokkan Mangto dan segera merubah rencana. Beruntung aku sudah berdandan serupa anak gadis betulan, ugh, aku padamu, Day!

"Siapa anak ini?" Tobi bertanya. Kyaa, dia abangable sekali!

Hermit menjelaskan singkat.

Sementara mereka bercakap-cakap, aku tetap waspada terhadap sekeliling. Sejauh ini aku tak melihat tanda-tanda yang menunjukkan pergerakan Woodzn.

Apa yang terjadi? Mereka tidak jadi menyerang hari ini? Atau mereka menunggu timing sampai aku pergi? Mereka tidak ingin melibatkan anak-anak?

Castle tersentak melihatku tiba-tiba tersenyum misterius, sambil berbisik pelan, "Lucky."

• • •

Sabtu, 13 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro