40

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku melompat bangkit, mengisai debu di pakaian, menepuk-nepuk supaya debunya berguguran ke bawah. Tidak ada tanda-tanda habis ditikam, malahan aku sehat bugar.

"Kau...? Bagaimana kau bisa...?" Rapa dan Lascrea tercengang. Mana mungkin seseorang baik-baik saja sehabis kena tikam.

Aku tersenyum bocah. "Selamat siang kakak-kakak semuanya! Ya ampun, suasana di sini gelap banget," sapaku ramah seolah sedang menyapa tetangga.

"A-apa ini? Apa yang terjadi? CLANDESTINE! APA YANG SUDAH KAU PERBUAT?!"

"Aku akan menjelaskannya nanti-nanti. Tapi sekarang aku harus menelepon polisi dulu. Ah, aku pinjam hapemu sebentar." Kucomot ponsel Flamehale tak peduli dia terlihat ingin memakanku. Tiba-tiba aku teringat sesuatu, beralih menatapnya sebal. "Tunggu, benda ini jadi milikku dong karena kau merusak hapeku. Aku menuntut ganti rugi."

"CLANDESTINE!" serunya lagi. Aigoo, remaja muda sangat aktif ya.

Aku hirau. Biarkan saja dia koar-koar. Hmm, apa para polisi akan percaya kalau aku menelepon pakai suaraku? Mereka pasti mengira panggilan iseng anak-anak. Ini tidak bagus.

Untunglah aku sudah menyiapkan banyak benda jaga-jaga akan berguna. Tanganku mengacak-acak tas. "Pistol mainan!" seruku ala Doraemon mengeluarkan alat ajaibnya.

Sedang menelepon.

"Dengan 911. Apa yang bisa kami bantu?"

"Kak Polisi! Terjadi penculikan di sini!"

"Tenanglah, Nak. Bisakah kau katakan namamu dan di mana posisimu sekiranya?"

Mukaku datar. Aku tahu dia akan berbincang-bincang mencoba menenangkanku. Itu hanya akan membuang waktu. Kutarik pelatuk pistol.

Dor! Marmoris dan Woodzn terlonjak.

"Apa yang terjadi?!"

"Aku berada di prahotel Chabot. Segera kirim pertolongan! Ada yang tertembak!" kataku mendramatisir lalu mematikan sambungan telepon. "Yosh, kurasa mereka percaya. Kenapa kalian begitu terkejut, heh? Ini hanya pistol petasan."

Flamehale mencoba bergerak namun naas. Tubuhnya seolah mati rasa. 

Aku berkacak pinggang. "Kau takkan bisa bergerak sementara waktu, Kak Flame. Jarum yang barusan menusukmu itu kuisi dengan neurotoksin. Jangan khawatir, tidak sampai berpotensi kematian. Hanya melumpuhkan beberapa sel kok. Mungkin sekitar dua jam lagi efeknya akan hilang," jelasku menoleh ke Corki, Rapa, Lascrea, dan Zeren. "Begitupun kalian. Kecuali mereka berempat yang di belakang. Aku kehabisan suntikan dan terpaksa mencari obat tidur sebagai penggantinya."

"Neuro ... apa? APA YANG KAU BICARAKAN?!"

"Apa yang sebenarnya terjadi? Inilah yang terjadi. Kau menantang orang yang salah. Bisa-bisanya kau melawan kandidat calon murid Alteia."

Akademi Alteia. Sebuah SMP elit yang memakai sistem asrama. Sekolah itu benar-benar hanya dibangun untuk kumpulan genius sejak dini. Bertempat di Amerika, oh bukan, aku mengelus dagu. Aish sial, aku lupa di mana lokasi persisnya. Yah, intinya aku akan masuk ke sana.

"Aku sudah memperingatimu, Flamehale. Jangan pernah menantang Clandestine yang serius. Kau akan kalah sampai ke akar-akarnya," ujarku cuek, mengedikkan bahu.

"Bocah sialan!"

"Kau kira kau memanipulasiku. Bagaimana kalau aku bilang, aku yang memanipulasimu supaya berpikir kau telah memanipulasiku? Rumit, bukan? Tapi itulah yang terjadi. Aktingku hebat kan, Marmoris? Aku benar-benar menunjukkan kalau aku kalah."

Mereka bertujuh cengo. Ah, tampaknya Marmoris tak mengerti situasi.

"Kalian sepenasaran itu apa yang terjadi saat ini? Baiklah akan kujelaskan. Pertama, kau harus menipu temanmu sendiri untuk menipu musuhmu agar rencanamu bisa totalitas."

"APA MAKSUDMU, BOCAH SIAL?!"

"Maksudku, aku menjebakmu yang mengira menjebakku. Ayolah aku tidak pandai dalam menjelaskan hal rumit, jangan buat aku mengulanginya berkali-kali." Aku mendesah jengkel, berdiri di hadapan Flamehale yang terkapar lemas. "Tidak ada satu pun rencanamu bekerja, Flamehale. Yang terjadi hari ini adalah peristiwa yang kuinginkan, tidak, lebih tepatnya aku lah yang membuatnya terjadi."

"Apa katamu?" Flamehale terdiam.

Aku menunjuk Marmoris dengan dagu. "Mereka semua kuperintahkan bermain-main di luar untuk memancing kalian, Woodzn. Dan kau yang paling termakan umpanku, Flamehale. Bahkan tertangkapnya Mangto dan Sokeri sudah bagian dari rencanaku. Sebagai tambahan untuk menyakinkan kau menang, aku sengaja mengantar sisa member Marmoris padamu. Maaf ya, Kak Tobi! Yang tadi pagi itu aku sengaja."

Tobi mengerjap bingung. Mencoba memahami.

"Aku tidak akan membahas insiden bom lengket karena tidak ada hal penting di sana, jadi kesampingkan dulu masalah itu. Kita loncat bahas tentang 'pertemuan di perpustakaan'. Siapa bilang hanya kau seorang yang memasang penyadap? Aku juga memberikan itu padamu ketika kau mengusap-usap kepalaku. Lagi-lagi aku sengaja membiarkanmu mendengarkan percakapan Marmoris.

"Apa gunanya aku melakukannya? Karena aku tidak bisa menebak di lantai berapa kalian berbuat onar. Aku butuh peta. Maka dari itu aku MEMBUAT dan MENUNTUN kalian agar pergi ke Chabot. Kalian juga butuh persiapan menyediakan kurungan besi itu, kan? Nah! Begitu kupastikan lantai yang akan kalian gunakan, esok paginya aku langsung pergi ke Chabot untuk menyiapkan serangan peluru biusku. Kalian tidak menyadarinya, kan, ada enam utas tali dan sebuah balon di langit-langit? Itu karena ruangan ini temaram, ulahku juga.

"Kalian tahu apa kunci dari strategiku ini? Yaitu matematika dan Kak Tobi. Aku menyuruh seseorang menyalakan lilinnya pada jam 12. Posisi lilin itu kembang-kempis antara atap ruangan ini dan lantai ruangan di atas, jadi kalian takkan tahu siapa orangnya. Clandestine selalu menyusun rencana serinci mungkin.

"Masing-masing luas lilin terdiri dari 2 senti. Kalau kita kalikan hasilnya 4 senti. Tinggi lilinnya 10 senti. Dan jika perhitunganku benar, lilin itu habis dalam 80 menit. Kau tak salah mengetahui aku sedang mengulur waktu, namun kau salah pada subjeknya, Flamehale. Yang kutunggu bukan polisi, melainkan lilinnya. Aku tidak punya niat melibatkan polisi ke permainanku.

"Ah, soal jarak tembakan. Kalian penasaran kan kenapa aku bisa menebak dengan tepat posisi kalian semua? Pertama yang kulakukan adalah menilai latar belakang kalian bersembilan. Rapa, Lascrea, Zeren, dan Corki mempunyai saudara. Jadi mereka akan menentang idealismemu, Tim Pemberontak. Lalu Mimiq, Cherox, Lizi, dan Plozo, mempunyai hubungan keluarga yang rumit. Jadi mereka akan mengiyakan perbuatanmu, Tim Pendukung.

"Untuk memicu Tim Pemberontak mendekat padaku, aku harus membuatmu melukaiku. Makanya aku memprovokasimu supaya kau menusukku atau melakukan jenis serangan lainnya. Dengan dorongan naluri serta psikologi, mereka berempat berkumpul ke tempatku. Rencanaku berhasil.

"Bagaimana persiapan untuk Tim Pendukung? Yeah, aku yakin mereka tidak peduli dan takkan tergerak menolong seorang bocah terluka. Yeah, daripada membuang-buang suntikan, mending kuringkus mereka sekaligus.

"Dan yang terakhir, posisimu Flamehale. Di sinilah peran Kak Tobi. Apa pun yang terjadi aku benar-benar harus membuatmu melukaiku agar Kak Tobi mengamuk sehingga kau mendatanginya. Lantas slap!, suntiknya mengenai lehermu. Beginilah situasinya sekarang."

Aku berdeham pelan. Tenggorokanku kering menceloteh panjang lebar. Tak kusangka akan jadi sepanjang itu ceritanya.

"Perfect plan, isn't?" Aku membungkuk mengambil kunci sel, melangkah ke kurungan, membebaskan anggota Marmoris.

"Ta-tapi, Kapten, bagaimana dengan lukamu?"

"Ah, ini?" Aku mencabut pisau di perutku, menyingkap baju. Sepotong daging meluncur. "Aku sudah mempersiapkannya," kataku sambil nyengir. Hanya sedikit tergores. "Karena ini baru datang, jadi jeroannya masih berdarah."

Tobi memelukku. "Kau membuatku takut, Kapten! Kupikir kau terluka sungguhan."

Mangto bersungut-sungut, melempar tatapannya yang sendu ke benda acak. "Dasar Kapten ceroboh. Bisa-bisanya melakukan semuanya sendirian."

"Kapten, kau benar-benar Ketua Kecil Luar Biasa." Castle tersenyum takzim. Northa di sebelahnya sok-sokan stay cool. Padahal hidungnya sudah kedat.

"Kapten! Huwa!"

"Hermit! Sokeri! Ingus kalian berceceran!"

Mangto dan Dien geleng-geleng kepala.

Aku menghadap ke Rapa, Lascrea, Zeren, dan Corki. Sesuai janjiku, aku akan membiarkan mereka bebas. Mereka berempat bisa berubah, masih bisa memperbaiki diri. Kecuali Flamehale dan sisa member Woodzn. Aku tak bisa menyelamatkan mereka.

"Pada akhirnya, lagi-lagi kami kalah, huh?"

"Kuharap ini bisa jadi pelajaran untukmu dan rekan-rekanmu, Flamehale. Renungkanlah perbuatanmu di penjara (remaja) nanti. Lalu berhentilah bergantung pada orang lain, dia takkan selalu menolongmu. Klendestine bukanlah sosok mulia yang patut kau layani. Game hanya hiburan. Bukan perusak hidup."

-

"RAM!" Belum genap kepalaku menoleh, Mama sudah memelukku kelon. "Kenapa kau mengurung Mama, hah?! Kenapa kau melakukannya?! Mama sangat khawatir padamu!" Ekspresi beliau perlahan menggelap melihat luka di pahaku. Oh, tidak.

Aku menelan ludah. Wajah menakutkan itu lagi. Setelah semua ini, tolong jangan sampai. Kubuat merengek. "Gendong! Ram malas jalan. Gendong, Ma!"

"Kau berhutang penjelasan pada Mama, Ram," ucap Mama beralih menggendongku. Syukurlah aku berhasil mengusir wajah kelam barusan.

"Mama juga berhutang penjelasan pada Ram."

Setelahnya Mama bercakap-cakap dengan polisi tentang hukuman untuk lima member Woodzn yang kuputuskan masuk penjara (remaja). Mama tidak memberi dispensasi sedikit pun, memberi perintah supaya mengurung mereka semua.

"Ngomong-ngomong Kapten, kau serius ingin masuk ke Alteia? Kudengar ujian masuknya super sulit." Mangto menceletuk.

"Tidak apa kan, Mangto? Aku rasa sekolah itu cocok untuk Kapten. Sekolah para genius."

"Yang Mangto maksud itu, Kapten dan Mamanya akan pindah ke luar negeri. Dia jadi korban LDR," cetus Northa menohok sanubari.

"Astaga, Northa." Tobi menepuk dahi.

"Kita bahas soal itu belakangan." Aku menghela napas panjang. "Akhirnya kita berhasil menyelesaikan ini, Marmoris. Kalahnya Woodzn mengembalikan ketentraman kita. Takkan ada lagi aksi teror, penguntit, atau sebagainya. Semuanya berakhir tanpa korban nyawa."

Mereka bertujuh mengangguk kalem. Begitu banyak petualangan dimulai dari Oktober. Halloween yang menegangkan bagiku dan bagi Marmoris.

"Dengan begini, Marmoris dinyatakan win!"

-

Dua hari kemudian.

[Jangan bergurau, Kapten! Kau ingin mengorbankan dirimu untuk menyelamatkan Castle?! Ini masih menit ketiga! Peluang kita untuk menang bisa lenyap kalau kau mati di awal permainan.] -Mangto

[Itu benar, Kapten. Jangan gegabah. Biarkan aku berkorban. Paling tidak aku sudah memberikan jalur cepat padamu.] -Castle

"Aku sudah bosan menjadi Ace. Kali ini aku ingin mengganti Role-ku sebagai Support. Sekarang, kalian bertujuh lah bintang utama dalam Marmoris. Aku akan merombak sistem guild Marmoris besar-besaran."

[Cih! Main aman kau, Kap.] -Northa

[Eh, kalau kita menang mau makan-makan di tepi pantai malam nanti? Ayolah! Kita belum pernah bersantai yang betul-betul bersantai. Kapten, kau harus ikut lho ya. Aku memaksa. Sokeri menyiapkan sesuatu.] -Hermit

Biasanya aku akan langsung menolak, bilang besok-besok atau lain kali saja, mengarang sejuta alasan supaya identitasku aman. Tapi, tanpa berpikir panjang aku segera menyetujui ajakan Hermit.

[Apa kau menyiapkan sebuah pertunjukan untuk Kapten, Sokeri? Kapten sukanya pentas sulap.] -Tobi

[Kalian akan segera tahu nanti.] -Sokeri

"Hei, mengobrolnya disambung nanti saja! Sekarang kalian fokus mengalahkan musuh. Aku akan memberi arahan. Sudah lama kita tidak ikut Liga Guild. Kita bantai semua guild-guild itu. Paham?"

[Siap, Kapten!]

-

"Cheers!" Mangto dan Dien saling mengangkat gelasnya, langsung tandas dalam lima kali teguk. "Wah, ini lezat sekali! Mangto, selera alkoholmu boleh juga. Mari kita mabuk sepuas-puasnya!"

"Hoo, kau menantangku? Aku pemabuk yang andal asal kau tahu." Mangto menyeringai. "Sokeri! Tambahkan dua gelas lagi!"

"Dasar kalian ini. Bisa-bisanya minum bir di depan anak-anak." Sokeri mendesah pelan, mengambil botol alkohol baru.

Northa menyeka sudut bibir, meneguk paksa saliva yang ngiler. "A-apakah seenak itu?"

"Tentu saja, Pangeran Northa! Kau akan dibuatnya melayang!" oceh Mangto dan Dien mulai sakau. Lah, secepat itu mereka mabuk?

"Aku pengen coba sedikit—"

Trak! Tobi menuangkan jus jeruk ke gelas milik Northa, bersedekap. "Umurmu masih jauh, Northa. Masih butuh delapan sampai sepuluh tahun lagi kita diperbolehkan minum alkohol. Bersabarlah."

Northa merungut kesal, menghabiskan jus jeruknya dengan wajah bete.

"Untukku mana?" tuntutku menyodorkan gelasku yang masih kosong. Tobi menukar botol jus jadi sekotak susu. Melihat itu aku melotot jengkel. "Hei, tidak adil! Aku juga mau jusnya! Tidak ada larangan anak-anak meminum jus jeruk."

Tobi dan Northa tertawa.

"Bagaimana?" Di sisi lain Hermit dan Castle saling suap-suapan. "Aku yang membuatnya sendiri lho."

"Wah, Hermit. Ini enak sekali."

Kepalaku nongol ke depan mereka berdua. "Bagi dong. Kelihatannya lezat."

Hermit membuka tiga kotak, tersenyum lebar. "Jangan ngiler 'gitu, Kapten. Aku membuat banyak kok. Semuanya dapat."

"Aku membakar jagung! Ada yang mau?" Sokeri berseru semangat di depan alat pemanggang. Tidak perlu disuruh, Tobi, Northa, dan Hermit tancap gas menghampirinya.

Aku tersenyum. Siapa yang akan mengira kalau 'Clandestine' akan memberiku pemandangan yang indah ini? Semuanya bersenang-senang, termasuk aku. Semuanya menikmati momen meet up, termasuk aku. Entahlah apa aku harus berterima kasih telah menciptakan 'Clandestine' atau tidak.

Marmoris. Guild nomor satu di game yang sedang mendunia. Tidak ada yang bisa menggeser posisi mereka. Tidak ada yang bisa mengalahkan member dari guild itu. Apalagi kapten dari Marmoris seorang player dengan reputasi tinggi yang pernah ada.

"Sudah waktunya." Sokeri melempar kode. Castle mengangguk, menekan sesuatu pada laptopnya. Saatnya memasuki puncak.

Duar! Kembang api beruntun meletus menambah panorama. Warna-warninya memenuhi langit malam. Aku ber-wah takjub. Aku tak mengira akan ada kembang api.

Mangto dan Dien bertepuk tangan, kembali tos gelas, melanjutkan tantangan alkohol. Hermit dan Northa bermain air di lidah pantai, disusul oleh Castle.

"Pertunjukan kembang api. Boleh juga idemu. Latar laut dengan kembang api kombinasi yang harmonis." Tobi berkata, menikmati letusan kembang api bersama Sokeri.

Rasa iri timbul pada ketua dari guild-guild lain. Mereka menaruh dendam pada Marmoris dan hendak membuat kegaduhan di dunia nyata pada minggu-minggu menjelang Halloween. Mereka ingin melengserkan guild tersebut dengan ancaman fisik. Anggota Marmoris terasa terancam dan membutuhkan Kapten mereka.

"Lihat, Kapten!" Castle berseru.

Aku memperhatikan, spontan berbinar. Itu kembang api berhuruf! Dan tulisannya, MARMORIS? Astaga, harganya pasti mahal.

"Tidak, teman-teman. Itu bukan petasan, tapi membakar uang dengan gaya."

Akan tetapi, sebuah kenyataan yang mencengangkan membuat mereka berpikir dua kali akan melibatkan Sang Kapten atau tidak.

Kami berdelapan berdiri di atas pasir lembut, sembari terus menonton kembang api.

"Indah, kan?"

"Yaps! Meet up hari ini sangat sangat seru! Aku takkan pernah melupakan momen ini!"

Aku mendesah pelan. "Terima kasih, Marmoris. Mau menerimaku apa adanya."

"Tentu saja. Kau adalah Kapten kami."

Kini kembang api menembakkan letusan kata 'Clandestine'. Aku tersenyum lebar. "Dan terima kasih untukmu, Clandestine. Terima kasih sudah memberiku hadiah besar!"

Kapten MARMORIS hanyalah bocah SD.
















****TAMAT****

Astaga, tak kusangka akhirnya anakku yang satu ini THE END dengan hepi ending. Dari 2020-2022, fufufu perjalanan yang indah.

Aku takkan banyak cuap-cuap, tapi yah, endingnya memuaskan sekali (untukku pribadi). Semuanya benar² persis dari bayangan di Istana Pikiran-ku.

Terinspirasi dari film 'fabricated city'. Selebihnya murni dari ideku sendiri.

Setelah ini akan ada epilog. Lembar terakhir yang menentukan apakah MARMORIS punya sekuel atau tidak /muehehe ada gak ya/

Sampai babai~











Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro