Begin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka memanggilnya 'Apocalypse'.

Sosok Tanpa Nama yang sering dibicarakan oleh para preman sekolah belakangan ini.

Si MVP di Jalan Judasa.

"Apa kau sudah dengar tentang Apocalypse?"

"Tentu saja aku tahu! Siapa sih yang tidak tahu tentang tragedi yang viral itu? Sosok petarung yang jadi legenda karena menghabisi 100 orang dalam semalam. Gila banget!"

"Tidak ada yang tahu nama aslinya, bahkan wajahnya tertutup oleh bayangan gelap. Orang-orang hanya melihat aksi sadisnya."

"Apa kamu tahu di mana dia sekarang? Si Apo--apalah namanya. Aku penasaran dengan orang itu. Siapa tahu aku lebih kuat darinya."

"Usut punya usut, Apo itu dingin orangnya."

"Setelah pertarungan itu, Apo menghilang tanpa jejak. Seolah tak pernah ada, seolah tak pernah dilahirkan. Terdengar menarik, kan?"

"Ada rumor, Apocalypse hanyalah pelajar SMP yang numpang lewat di jalan sakral itu. Siapa sangka dia memenangkan sabung yang brutal!"

"Apa?! Anak SMP?! Kelas berapa tepatnya?"

"Entahlah. Dari yang kudengar, Apocalypse berada di jenjang terakhir. Tapi itu sekadar rumor. Keasliannya tak dapat dipastikan."

Mereka saling tatap horor. Kalau benar Apocalypse yang misterius merupakan pelajar kelas 3 SMP, maka dia akan masuk SMA dong?

Duk! Salah satu dari gerombolan ceriwis itu menabrak seorang siswa yang jalan menunduk. Dia menoleh. "Hah?" dengusnya menatap masam siswa di depannya. "Apa-apaan kau? Perhatikan langkahmu, cecunguk brengsek."

Kan dia yang menabrak? Kenapa dia yang marah? Tapi, baiklah. Siswa itu tak mau mencari masalah di hari pertamanya sekolah.

"M-maaf, Kak... K-kalau begitu saya permisi."

"Kau pikir aku akan membiarkanmu lewat begitu saja?" Dia mencengkeram leher siswa tersebut. "Sweater-ku mahal, brengsek."

"T-tapi... Itu kan tidak kotor..."

"Woah, lihat si curut ini. Bernyali juga, ya. Siapa namamu? Ah, belum punya nametag rupanya. Apa kau anak kelas satu baru? Di SMA ini, kau harus patuh ke kakel-mu, sialan."

Sebelum tangannya mendarat, pihak ketiga bergabung dan menahan pukulannya. Juga tak memiliki nametag, alias anak baru lainnya.

"Bisakah kau berhenti? Padahal kau yang menabraknya, namun dia tetap meminta maaf."

"Haah... Mubar tahun ini pada menjengkelkan, ya? Tidak tahu santun. Siapa namamu?" Guna dia menanyakan nama adalah untuk menandai orang-orang yang membuatnya marah.

"Namaku Ravin," jawabnya sukarela.

"Nah, Dek Ravin, biar aku ajarkan padamu etika di depan kakak kelas!" Dia beringas melayangkan bogeman, namun entah kenapa, sesuatu yang kencang menghantam wajahnya lebih dulu. "A-apa... yang..." Dia pun terhuyung dan ambruk. Terlengar serta mimisan.

Deg! Kawanan kakel Ravin yang menonton, sontak berdiri, memandang ngeri. Apa-apaan itu barusan? Mereka tak salah lihat, tangan Ravin sangat cepat memukul muka temannya. Apalagi yang dia kalahkan itu si petarung peringkat 40/100 di SMA 1 Binar Emas.

Jangan-jangan dia adalah...

Ravin menghela napas datar, kemudian berlalu pergi tanpa tahu teman seangkatan yang ditolongnya secara tidak sengaja, memandang punggungnya nan kian menjauh.

Siswa Pemalu itu diam. Penuh tanda tanya.

-






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro