chapter 22

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Marmoris win!

"Tambah satu ronde lagi, Kapten. Belum cukup," ucapku sakau. Bertingkah seolah mabuk, padahal yang kuminum hanyalah jus jeruk.

[Kau baik-baik saja, Tobi? Tak biasanya kau berambisi begini. Sudah ronde ke-9 lho.]

"Pokoknya aku masih mau main."

Aku bosan lah. Kegiatan mengunjungi Museum Feat sudah selesai dua jam lalu, namun anak-anak sekelas asyik membeli oleh-oleh atau foto-foto. Para guru pengawas pun sibuk belanja. Ini liburan atau perjalanan sekolah sih?

Maka dari itu, aku memisahkan diri dan duduk santai di sebuah kafe, menghabiskan enam gelas jus. Daripada melamun tak jelas, dikira putus cinta, mending mabar.

"Ternyata kau di sini. Aku sudah mencarimu ke mana-mana." Seseorang menceletuk membuat topangan tanganku jatuh.

Aku melotot. "Sanju?!" Buru-buru kumatikan daya ponsel, bahkan tidak sempat log out game atau pamitan. Aduh, Kapten marah tidak ya? Semoga saja tidak. Kukarang alasan nanti.

Sanju mengernyit, duduk di sebelahku yang memang kosong sejak tadi. "Kenapa kau kayak melihat hantu sih? Bukankah barusan kau sedang main game? Lanjut saja, aku takkan menganggu."

Aku berdeham menyembunyikan ponsel ke saku celana. "Ah, tidak. Aku sudah selesai. Lagian aku tidak main apa pun. Aku hanya mengisi jawaban teka-teki. Biasa lah gabut."

"Sungguh? Sekilas kulihat tampilannya seperti Runic Chaser." Sanju memicing curiga. "Kau ... Diam-diam main game itu, ya?"

"Aku bilang tidak ya tidak. Ngotot banget."

"Baiklah, aku paham. Kau kan tidak perlu marah." Sanju menyalakan hapenya. "Kemarin aku tidak login. Main seronde ah."

Aku menelan ludah. Kalau dia main, Sanju akan melihat pengumuman member baru Marmoris. Tidak bisa kubiarkan. Sanju tidak boleh tahu.

Tanpa basa-basi, kugenggam tangannya.

"Sedang apa kau?"

"A-apa kau ingin jalan-jalan?" kataku nyengir.

"Tidak mau." Sanju menolak.

"Kenapa? Kau ini perempuan, bukankah seharusnya kau foto-foto seperti gadis-gadis lain. Aku akan menemanimu, dan janji takkan komplain."

Sanju melepaskan genggamanku, bersungut-sungut. "Jalan-jalan berdua dengan cowok yang kutaksir, apa kau pikir aku akan senang? Kau bahkan tidak memberi jawaban. Dasar tak punya perasaan."

Aku menoleh kiri-kanan, berbisik malu, "K-kau betulan itu ... Jadi maksudku, kau benar-benar suka padaku? Dalam segi lawan jenis?"

"Aish!" Sanju menepuk tanganku. Wajahnya merona. "Kenapa kau frontal begitu?! Cih. Kau hanya tertarik dengan Yume, aku tahu. Mana ada peluang untukku."

"Yume?" ulangku mengerjap. "Kurasa kau salah paham. Aku hanya menganggap Yume sebagai teman. Aku menyukainya sebagai sahabat, bukan lawan jenis. Kau ini memikirkan apa sih?"

Benarkah? Sanju tersenyum malu-malu, berdeham. "La-lalu kenapa kau tidak menjawab pernyataanku? Apa kau tidak suka padaku?"

"Kau sendiri bagaimana, kenapa bisa suka padaku?" tanyaku balik. "Untuk visual sepertiku, aku biasanya hanya disukai tukang jual gorengan."

"Pfft!" Sanju kelepasan tertawa. "Itu berarti mereka pada buta, tidak bisa melihat sisi kerenmu. Tukang jual gorengan? Hahaha!"

Aku mengulum senyum. Aku keren? Ah, masa.

Tetapi syukurlah, percakapan ini membatalkan niat Sanju bermain game. Dia beranjak.

"Mau ke mana?"

"Berada di dekatmu membuatku tidak nyaman."

"Kenapa? Aku sudah mandi kok."

"Dasar tidak peka! Tobi bodoh!"

"Tunggu! Tunggu! Kemarikan tanganmu dulu."

"Mau ngapain?" Sanju menjulurkan kedua telapak tangannya. "Awas saja, ya. Kutinju kalau kau mau aneh-aneh. Aku hafal gerak-gerikmu."

Aku memberinya selembar kartu bergambar boneka.

Sanju manyun. "Kartu? Untuk apa kau memberiku kartu? Kupikir semacam hadiah."

"Aku tidak tahu-menahu tentang cinta-cintaan, namun kuharap ini membuatmu senang." Aku mengatupkan kedua telapak tangannya. Alhasil, kartu tersebut berubah menjadi boneka sungguhan seperti yang ada di gambarnya.

Sanju melotot. "A-apa itu barusan?"

"Sihir." Aku menyengir, berlalu darinya. []





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro