chapter 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau adalah orang yang istimewa bagiku, Tobi. Sahabat terbaikku. Teman, panutan, dan guru sekaligus. Aku menyukai persahabatan ini."

Aku menopang dagu, menatap datar ke meja Yume dan Erol. Mereka berdua kelihatan asyik berceloteh. Teman-teman lain tercantol lantas merapat ke sana. Entahlah, apa yang mereka bicarakan. Dengar-dengar Erol ingin menantang Clandestine sekali lagi.

Hufft, kini kutopang dagu memakai dua tangan.

Seberusaha apa aku mengendalikan hati menggunakan logika, tetap aku merasa sakit dan marah tiap melihat sosok Erol-Yume merumpi.

Apa aku sebenci itu pada Erol? Tapi apa gunanya? Toh, dia kan tidak peduli padaku. Dia tidak tahu-menahu masalahku dan Yume. 

Aku berkali-kali menyihir diriku lewat mantra 'jangan iri, tidak ada gunanya'. Kenapa tidak berhasil? Ayolah, emosiku terkuras. Dan itu melelahkan.

[Dia mencuri tempatmu dan dia tidak menyadari perbuatannya. Laki-laki brengsek menurutku.]

Berkat obrolan omong kosong 'Kartu Change Name' semalam, aku dan Northa jadi lebih akrab tak sekaku sebelumnya. Kami bahkan sudah berani saling cerita masalah masing-masing.

Aku menceritakan keberadaanku tidak dianggap oleh penghuni kelas. Northa menceritakan keluarganya membuangnya. Wow, hidup kami sama-sama tragis.

Kembali ke narasi. Aku terkekeh geli membaca umpatan Northa yang lurus. "Memangnya kau bukan laki-laki?"

[Ya, aku laki-laki. Tapi aku beda.] Begitu balasannya yang membuatku geleng-geleng kepala. Astaga, Northa narsis rupanya. Ada-ada saja humor di pagi hari.

"Iya deh, Pangeran Northa. Sniper jagoan Marmoris." Aku sungkem.

[Noran Thastara.]

Alisku terangkat. "Apanya?"

[Nama asliku. Kau pertama yang tahu. Awas umbar ke Kapten atau Mangto. Terutama Sokeri, jangan sampai dia tahu. Si penyuka berondong itu bisa datang ke rumahku.]

"Itu bukan kabar baik." Aku terkekeh. Sokeri member Marmoris yang baru masuk kemarin malam. Dia player jujur, terang-terangan menyukai anak kecil.

[Kalau kau? Siapa namamu?]

Yeah, tidak ada salahnya memberitahu. "Tobiro Tobi. Memang terkesan Jepang, namun aku bukan orang Jepang dan aku tidak suka Jepang. Kuharap kau tidak menertawakannya."

[Namamu bagus, Tobi. Kau memasang nama aslimu karena tidak tahu kegunaan item change-name. Dasar bodoh.]

"Jangan meledekku, Northa."

Clandestine telah login.
Castle telah login.

Wah-wah, Kapten masuk ke permainan.

[Team play yok!] Clandestine mengajak tanpa pembukaan. Ya ampun, aku suka orang ini.

Aku sih yes. Northa juga yes, lagi senggang. Castle malahan sudah membuat room. Hehehe, aku segera keluar dari kelas. Pokoknya tidak ada yang boleh tahu aku main game.

Jika tidak ada yang mempedulikan kehadiranku di kelas, tidak mengapa, aku masih punya Marmoris.

-

"Semuanya sudah beres, kan?" Sanju bertanya ke sekian kalinya.

"Kamu tanya sekali lagi, aku lempar koper ini ke mukamu." Aku mendengus. Heran deh, mulut nih cewek ngecerocos mulu. Tak capek apa bertanya hal sama berkali-kali.

"Tanganmu kenapa?"

Aku refleks menyembunyikan tangan ke punggung. "Tidak apa. Tadi saat memasak kena pelantingan minyak."

Lagi-lagi aku berbohong. Aku tidak bisa bilang. Fakta tentang tiap hari selalu aku meninju samsak yang berbeda tanpa pengaman tangan. Sudah jelas pukulan beruntun itu meninggalkan bekas merah.

"Tobi, gunakan liburan tiga hari ini untuk menjernihkan pikiran."

"Apa maksudmu—"

"Aku tahu. Aku tahu kau terasingkan di kelas terkutuk itu. Semuanya diambil oleh Erol. Tak peduli apa pun yang kau lakukan, mereka semua terlanjur terperdaya oleh Erol. Aku paham perasaanmu. Buktinya kita terjebak dalam kondisi sama. Bedanya aku menyerah dan kamu memilih bertahan."

Mataku berkaca-kaca, tersenyum pahit. "Aku hanya ingin teman. Apa itu susah? Aku ingin seperti dulu, saat dimana Erol belum pindah. Aku menginginkan tempatku kembali."

"Berjuanglah, Tobi. Aku mendukungmu. Jangan mau kalah dari dia."

Aku tersenyum penuh penghargaan. "Terima kasih, Sanju. Kuharap kau tidak berakhir layaknya Yume. Tolong, jangan tinggalkan aku. Aku tidak mau kehilangan teman lagi."

"Bodoh! Mana mungkin aku melakukannya, kan? Habisnya aku..."

"Kau kenapa?"

Sanju memasang raut wajah serius. "Karena aku menganggapmu lebih, Tobi. Aku menyukaimu." []



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro