D u a l i m a

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

25. Berubah

Beby, Rios, dan Kenta, tiga remaja itu menatap ke arah Abay yang masih mengusap batu nisan milik Ibunya. Cowok itu beranjak, Beby menahan tangannya. "Mau ke mana?"

Abay melirik ke arah Rios, "Bukan urusan lo," jawab Abay menatap Beby tajam.

"Bay, lo kenapa ...."

"Lo yang kenapa? Gak usah sentuh-sentuh gue!" Abay menyentak tangan Beby kasar.

Beby kaget, gadis itu itu lantas menatap ke arah lengannya sendiri. "Lo kenapa sih, Bay? Kenapa lo ngejauh?"

"Ada alesan kuat buat gue deket terus sama lo?"

"Gue kira ... lo suka sama gue, Bay," kata Beby.

Abay tertawa, cowok itu menggeleng. "Gue rasa lo terlalu kepedean, gue cuman kasian sama lo."

Abay hendak melangkah pergi. Namun, seakan teringat sesuatu, cowok itu kembali berbalik. "Satu lagi, gak usah berharap sama gue."

Rios melangkah maju, satu pukulan mendarat tepat di rahang Abay. "Gue udah coba ikhlasin Beby buat lo, Brengsek!" teriak Rios.

"Rios!"

"Kenapa? Lo bilang lo suka-"

"Nggak! Gue gak suka sama Beby. Gue gak suka sama cewek cengeng kaya dia!" balas Abay.

Cowok itu mendorong tubuh Rios kasar. Kemudian, ia menyeka sudut bibirnya.

Tatapannya tertuju pada Beby yang diam mematung di tempatnya. "Lo berhak bahagia tanpa gue, By."

Setelah mengatakan itu, Abay langsung pergi meninggalkan pemakaman.

Kenta yang melihat itu langsung berlari mengejar Abay.

"Gue benci Abay ...."

***

Rupanya, kemarahan Rios masih belum reda. Cowok itu kembali ke rumah Abay setelah mengantar Beby pulang.

Di teras rumahnya, Abay bersandar pada tembok dengan tangan yang cowok itu letakkan pada dadanya sendiri.

"Bay, lo kenapa?" Seakan melupakan kemarahannya, Rios langsung memarkirkan motor dan berjalan mendekat pada Abay.

"S-sakit banget, Yos," lirihnya.

Rios melirik telapak tangan Abay yang dipenuhi oleh darah. Wajah cowok itu benar-benar pucat sekarang. "Kita ke rumah sakit."

Abay menahan tangan Rios, "Beby gimana?" tanya Abay dengan suara seraknya.

"Gak usah mikirin orang lain! Ayo berdiri." Rios berusaha membantu Abay untuk berdiri.

Kemudian, ia naik ke atas motornya. "Jangan pingsan di jalan lo! Repot urusannya," kata Rios.

Tak lama setelahnya, Rios melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah milik Abay.

Jadi ini alasan Abay membentak Beby tadi?

"Lo gak pernah kontrol penyakit lo gitu?"

"Gak guna."

"Bego, orang mau sehat ini malah kaya gini. Sini lo gue bunuh sekalian!" kesal Rios.

"Bunuh aja."

Bodoh! Rios jadi gemas sendiri melihatnya. Cowok itu membelokkan motornya ke di wilayah rumah sakit.

Memanggil beberapa suster, kemudian menyerahkan Abay untuk dibawa ke ruangan. "Yos, kalau gue kenapa-kenapa, tolong sampein maaf gue ke Beby."

"Jangan biarin dia sedih."

"Makasih udah anter gue ke sini," lirih Abay.

"Jangan kasih tau Beby sekarang."

Rios melotot, "Heh! Buset! Lo jangan ngomong aneh-aneh!"

Suster langsung membawa Abay masuk ke ruang UGD. Cowok itu menyandarkan kepalanya pada tembok.

Jika saja ia tak datang ke rumah Abay, apa yang akan terjadi dengan cowok itu?

***

Di dalam kamarnya, Beby menatap ponselnya sendiri. Ia ingin menghubungi Abay, ia tak mau menyimpulkan sesuatu sendiri.

Perkataan Shenna siang tadi, cukup membuat Beby yakin. Abay tak mungkin melakukan sesuatu tanpa alasan.

"Apa karna dia masih sedih sama kepergian Mamanya? Secara, dia kan gak punya siapa-siapa lagi selain Mamanya."

Beby mengusap wajahnya kasar. Gadis itu mendengkus kesal, "Kasian Abay."

Ponsel berdering, Beby melihat nama Rios di sana. Dengan segera, ia mengangkatnya. "Kenapa, Yos?"

"Abay."

"Hah?"

"Abay masuk rumah sakit."

Jantung Beby berdetak sangat cepat. Sambungan terputus, tak lama Rios mengirimkan lokasi di mana Abay di rawat.

Tanpa basa basi lagi, Beby langsung meraih tasnya dan berlari meninggalkan rumahnya.

Cewek itu mengendarai motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Beby berkali-kali menepis pikiran buruknya mengenai Abay.

"Abay pasti cuman syok karna Mamanya meninggal, By. Abay gak papa," ujarnya meyakinkan dirinya sendiri.

Motornya terparkir di samping motor milik Rios. Mengecek ponselnya lagi, Beby langsung berjalan dengan tergesa-gesa menuju UGD.

"Abay kenapa?"

Di sana sudah ada Kenta. Rios dan Kenta saling tatap. "Abay cuman kecapean," jawab Rios.

Beby langsung duduk di samping Rios dan menatap ke arah ruangan. Tak lama, seorang dokter keluar.

"Keluarga pasien?"

"Saya adiknya," jawab Rios cepat.

"Boleh bicara di ruangan saya?"

Rios mengangguk. Cowok itu mengusap bahu Beby lembut. "Tunggu ya."

Cowok itu mengikuti langkah dokter untuk masuk ke dalam ruangan. "Sebelumnya, apa pasien nggak pernah melakukan cek rutin?" tanya Dokter.

"Emang kenapa ya, Dok?"

"Penyakitnya sudah benar-benar parah. Terlebih, pasien sepertinya masih aktif merokok."

Rios diam beberapa saat. "Apa Abang saya bisa sembuh?"

"Kemungkinannya sangat kecil. Karna pasien sendiri tidak ada kemauan untuk sembuh."

"Dia melakukan hal yang membahayakan untuk dirinya sendiri."

Rios menarik napasnya pelan, "Jadi ... gimana?"

"Mau tidak mau, keluarga harus bisa ikhlas. Karna cepat atau lambat, pasien bisa pergi kapan saja."

Rios menunduk, cowok itu mengepalkan tangannya sendiri. "Apa saya bisa tengok Abang saya sekarang?"

"Bisa, suster akan segera memindahkan pasien ke ruang rawat inap."

Rios mengangguk, "Kalau gitu saya permisi, Dok."

Rios beranjak, dengan langkah lemasnya, ia berjalan keluar. Apa yang harus ia katakan pada Beby?

Saat sampai di depan Beby dan Kenta, Rios tersenyum. "Yos, Abay kenapa? Abay gak papa, kan?"

"Abay ...."

"... Abay gak papa, bentar lagi dia bakal dipindahin ke ruang rawat inap."

Jika saatnya tiba, Rios pasti akan memberi tahu ini pada Beby. Tapi, apa penyebab Abay tidak melakukan cek rutin?

Rios harus mencari tahu.

"By, lo tau tentang keluarga Abay? Soal Mamanya gitu?"

"Mamanya Abay tinggal di rumah sakit jiwa."

"Boleh gue minta alamatnya?"

TBC

Sayang gak sama Rios?

Ada yang ingin disampaikan untuk Beby

Rios

Abay

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro