D u a t i g a

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

23. Abay dan Rios

Di teras rumahnya, Rios duduk dengan tangan yang sibuk memainkan game onlinenya. Cowok itu mendengkus kala paketnya tiba-tiba saja habis.

"Gini nih, beli paket gak pernah awet. Bagusan juga minta tetring."

Sebuah motor tiba-tiba saja berhenti di depannya. Rios mengernyit, cowok itu beranjak dan menatap pria berhoodie hitam di depannya.

"Rios, ya?"

"Bukan, anak pungut."

"Tunggu, lo … cowok yang suka bareng sama Beby, kan?" tanya Rios.

Cowok itu membuka tudung hoodienya. Memarkirkan motor, kemudian berjalan mendekat ke arah Rios.

Cowok itu mengulurkan tangannya. "Abay."

"Lo suka sama gue? Buset dah, gue masih suka cewek!" Rios menepis tangan cowok itu.

Abay mengedikan bahunya tidak acuh, "Terserah."

"Lo tau dari mana rumah gue?"

"Kenta."

Abay menarik napasnya pelan, "Ada yang mau gue omongin sama lo."

Rios berdecak kesal. Sudah paket datanya habis, sekarang kedatangan gebetan Beby pula.

"Ya udah duduk, gue ambil minum dulu. Lo ngerokok gak?" tanya Rios setelah melirik satu kotak rokok di mejanya.

Abay tertawa pelan, "Udah nggak."

Abay memilih duduk di kursi. Rios akhirnya ke dalam untuk mengambil minum. Biar bagaimanapun juga, Abay adalah tamu di sini.

Abay melirik kotak rokok itu. Mengambilnya, kemudian tersenyum miris.

"Katanya udah nggak. Tapi pegang-pegang, sehat lo?!" tanya Rios dengan nada tengilnya.

Meletakan air teh, Rios duduk di kursi lain. "Mau ngomong apa?"

"Lo masih Sayang sama Beby kan?" tanya Abay.

Rios mengangguk, "Ya iyalah."

"Bagus kalau gitu. Gue tenang jadinya."

Rios mengerutkan alisnya, cowok itu mengambil sebatang rokok, seraya menatap ke arah Abay. "Tenang? Lo mau mati?"

"Semua orang bakalan mati."

"Iya juga sih."

"Gue cuman mau mastiin aja. Btw, gue nitip sama lo, jangan pernah sakitin Beby lagi kaya kemarin. Lo tau? Sesuatu bakal kerasa berharga, kalau orangnya udah gak ada."

Rios mendengkus, "Quotes masih copas, sok-sokan keluarin kata bijak."

"Tapi gue setuju sama quotes itu," sambung Rios.

"Lo tenang aja, gue gak akan sakitin Beby lagi. Udah dapet karma gue."

Rios menyalakan rokoknya. Saat menghembuskannya, asapanya langsung masuk ke rongga hidung Abay.

Cowok itu terbatuk seraya menutup mulut dan hidungnya.

"Eh, lo kenapa?" tanya Rios.

Abay terlihat sibuk mencari sesuatu di saku celananya.

Sebuah sapu tangan. Cowok itu mengusap bibirnya sendiri.

Mata Rios membelak, "Darah?"

Ia mematikan rokoknya dengan cepat. Merampas sapu tangan itu kemudian memastikan apa yang ia lihat benar adanya atau tidak.

"Lo … sakit?"

Abay mengedikan bahunya. Meraih sapu tangan itu, kemudian beranjak. "Jangan bilang apapun sama Beby."

"Lo suka sama Beby?"

"Gue suka, tapi lo lebih pantes. Gue gak mau egois, Yos. Gue serius waktu gue bilang titip Beby, jangan sampe lo sakitin dia lagi."

Abay langsung pergi meninggalkan rumahnya. Dan itu cukup membuat Rios terdiam seribu bahasa.

"Kenta. Gue harus tanya sama si kampret."

***

Rios menghentikan motornya tepat di pekarangan rumah milik Beby. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah garang milik Daffa.

Dengan helm yang masih terpasang, Rios berjalan menghampiri Daffa. "Bang," sapanya.

"Ngapain? Belum puas lo nyakitin anak gue? Denger ya, Yos. Gue aja Bapaknya gak pernah nyakitin anak gue sendiri."

Rios meringis pelan. Daffa sudah tahu rupanya. "Anu, Bang---"

"Anu, anu, gak ada ya lo deket-deket anak gue lagi. Si Beby mau gue jodohin sama Abay."

Rios melotot. Bagaimana bisa? Bahkan, Abay saja menitipkan Beby pada dirinya.

"Bang, kemarin—"

"Pa, kenapa?"

Daffa melirik Beby yang sudah siap dengan seragamnya. Gadis itu tersenyum saat mendapati Rios. "Pa, berangkat ya, dah!"

Beby langsung menarik Rios dan memilih naik ke atas motor sebelum Papanya mengamuk.

Di perjalanan, Rios masih memikirkan perihal Abay.

Jika Abay mencintai Beby, bukankah seharusnya cowok itu memperjuangkannya? Mengapa dia malah memilih mundur?

Apa separah itu penyakitnya?

"Yos, lo denger gak?"

"Hah? Denger … denger …."

"Apa?"

"Tanya diri lo sendiri lah, lo yang ngomong masa lo yang lupa," elak Rios yang padahal tidak mendengar apapun dari mulut Beby.

Tak lama, motornya terparkir di kawasan sekolah. Beby turun, tangan Rios terulur merapikan rambut gadis itu. "By, jadi pacar gue lagi yuk?"

"Ogah."

Beby langsung pergi begitu saja meninggalkan Rios.

Rios mendengkus, melepas helmnya, cowok itu menyipit saat mendapati Kenta yang baru saja memasuki kawasan parkiran.

Rios berdiri dan menghadang jalannya.

Untung saja Kenta bisa mengerem mendadak. "Bang!"

"Turun lo!"

"Minggir."

"Turun atau gue pura-pura kelindes di sini?" ancam Rios yang bahkan sama sekali tak membuat Kenta takut.

Kenta memilih mematikan mesin motornya. Cowok itu menatap Rios heran, "Kenapa, Bang?"

"Lo kenal Abay?"

"Oh, Bang Abay? Kenal."

"Dia punya penyakit semacam kanker gitu ya?" tanya Rios serius.

Kenta membulatkan matanya, "Mana ada."

"Kemarin gue liat dia batuk keluar darah gitu waktu di rumah gue," kata Rios.

Ah, bahkan ia harus rela sok akrab dengan Kenta. Padahal, rasanya malas sekali.

Kenta melepas helmnya, "Teh Beby tau?"

"Nggak."

"Bang Abay kecanduan rokok," ujar Kenta.

"Mungkin sampe sekarang," sambungnya.

Rios menatap Kenta datar, "Itu bukan jawaban."

"Dia kena kanker paru-paru, itu yang gue tau. Mungkin, itu penyebab dia batuk keluar darah, gue juga udah sering liat dia kaya gitu."

Rios membelakan matanya, Paru-paru? Yang benar saja!

"Sejak kapan?"

"Sejak gue masuk sekolah ini, gue sering liat dia gitu. Mungkin semenjak ketemu Teh Beby dia agak ngurangin rokoknya," jawab Kenta.

Rios mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa?"

"Karna dia tau Teh Beby punya asma."

TBC

Gimana? Double up nih, parah sih kalau gak rame wkwk

Mungkin aku bakal mempercepat ending, bukan motong scane tapi bakal update dua atau tiga kali sehari.

Ada yang ingin di sampaikan untuk Rios

Beby

Abay

Kenta

Buat yang tanya ini cerita Rios atau Abay, biar jelas aku jawab ini cerita mereka bertiga.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro